Sampan Tradisional Enggano


Sampan Tradisional Enggano memiliki sebutan lain yang bernama Doha. Sampan Doha ini dipergunakan oleh masyarakat Enggano sebagai alat transportasi di laut untuk mencari ikan. Sampan Doha Enggano ini dipergunakan tanpa menggunakan lampu. Oleh karena itu, biasanya penangkapan ikan menggunakan sampan ini jarang dilakukan pada malam hari.[1] Selain dipergunakan di laut, sampan ini juga dipergunakan di sepanjang Sungai yang berada di Kepulauan Enggano. Selain itu, sampan Doha ini dibuat dengan mempergunakan teknologi tradisional yang diwarisi oleh leluhur mereka.[2]

Bahan sunting

Bahan kayu yang dipergunakan untuk membuat sampan Doha ialah kayu ulin/kayu besi/kayu banio. Para pembuat sampan Doha harus memilih kayu dengan diameter tertentu. Biasanya untuk membuat sampan Doha, kayu pohon ulin yang ditebang adalah kayu yang memiliki diameter satu hingga dua meter. Untuk menebang pohon kayu ulin, para penebang harus melakukannya pada saat hari cerah agar kayu yang ditebang tidak basah dan tidak berat ketika ingin diangkat ke tempat pengolahan. Kayu yang sudah ditebang kemudian diangkut menggunakan sampan yang bermesin kecil melalui sungai besar yang terdapat di Kepulauan Enggano. Setelah sampai di muara sungai, kayu ditarik bersama-sama oleh sekelompok masyarakat yang bermukim di sekitar muara sungai. Kayu diletakkan di tempat pengolahan atau di halaman rumah penduduk, lalu dikeringkan selama beberapa hari. Jenis-jenis kayu ini dapat dijumpai di dalam hutan kepulauan Enggano. Namun demikian, jenis kayu tersebut sekarang mulai terus berkurang karena dipergunakan untuk membuat rumah tinggal ataupun untuk membuat sampan.[3]

Cara membuat sunting

Ada beberapa tahap untuk membuat sampan Doha, yakni:

  1. Mengukur panjang kayu, lebar kayu, dan diameter kayu
  2. Pahat kayu bagian dalam, sehingga kayu akan tampak terdapat cekungan

Referensi sunting

  1. ^ Singkam, Ariefa Primair Yani, dan Aziza Fajri, Abdul Rahman (2020). "Keragaman Ikan di Laut Dangkal Provinsi Bengkulu". Jurnal Enggano. 5 (3): 424. 
  2. ^ Hariadi, Dkk (2014). Warisan Budaya Tak Benda. Padang: BPNB Padang. hlm. 16. ISBN 978-602-8742-82-5. 
  3. ^ Dkk, Hariadi (2014). Warisan Budaya Tak Benda. Padang: BPNB Padang. ISBN 978-602-8742-82-5.