Saifuddin al-Qutuz

sultan kerajaan Mamluk di Mesir
(Dialihkan dari Saif ad-Din Al-Qutuz)

Saifudin al-Qutuz (bahasa Arab: سيف الدين قطز; meninggal 24 Oktober 1260), sering diromanisasikan sebagai Kutuz, Kotuz,[1] dan lengkapnya al-Malik al-Muẓaffar Sayf ad-Dīn Quṭuz (الملك المظفر سيف الدين قطز), merupakan pemimpin militer dan Sultan Mamluk ke-3[a]Mesir di garis Turki.[3][4][5] Ia memerintah sebagai Sultan selama kurang dari satu tahun, dari tahun 1259 sampai pembunuhannya pada tahun 1260, tetapi menjabat sebagai penguasa de facto selama dua dekade.

Saifudin al-Qutuz
Patung Qutuz di Kairo
Sultan Mesir
BerkuasaNovember 1259 – 24 Oktober 1260
PendahuluAl-Mansur Ali
PenerusBaibars
Sultan Suriah
BerkuasaSeptember 1260 – 24 Oktober 1260
PenerusBaibars
Kelahiran2 November 1221
Kekaisaran Khwarezmia
Kematian24 Oktober 1260(1260-10-24) (umur 38)
Salihiyah, Kesultanan Mamluk (Kairo)
Pemakaman
Nama lengkap
al-Malik al-Muzaffar Saif ad-Din Qutuz
AgamaIslam

Masa Pemerintahan

sunting

Qutuz ditunjuk sebagai Gubernur Mesir oleh Sultan Aybak. Dia tetap menjadi gubernur Mesir ketika Sultan Aybak dibunuh pada tahun 1257 dan digantikan anaknya Al-Mansur Ali.

Pertempuran Ain Jalut

sunting

Setelah kedatangan pasukan Mongol pada tahun 1258, Qutuz bermusyawarah kepada Ulama dan Emir pada masa itu mengenai penurunan raja dari tangan Al-Mansur Ali karena dalam Islam penurunan pemimpin Muslim tidaklah boleh dilakukan kecuali pemimpin tersebut mengingkari Allah dan rasulNya, setelah bermusyawarah dengan ulama dengan pertimbangan masih terlalu mudanya Al-Mansur Ali menjadi raja untuk menghadapi pasukan mongol sehingga pada tanggal 12 November 1259 bergantilah raja Mesir menjadi Saifudin Qutuz. Hulagu Khan pemimpin Mongol mengirim utusan ke Qutuz dan meminta Qutuz menyerah saja daripada dihancur leburkan dan dibantai seperti yang dialami kaum muslimin di Baghdad, Iraq pada tahun 1258 akan tetapi hal ini ditolak olehnya. Utusan yang dikirim oleh Hulagu Khan dibunuh dikarenakan kedatangannya tersebut tidak semata-mata menyampaikan pesan ke Saifuddin Qutuz melainkan sebagai mata-mata Kerajaan Mongol, dan dengan segera Saifuddin Qutuz mempersiapkan pasukan untuk menghadapi serbuan bangsa Mongol yang terkenal ganas, buas dan tak kenal belas kasihan itu.

Qutuz bersama panglima perangnya Baibars segera menggerakkan pasukan keluar dari Kairo, dan sempat berkemah di luar kota Akka yaitu satu-satunya kota yang berhasil direbut kembali oleh tentara salib setelah diusir keluar dari Yerusalem oleh Shalahuddin Al-Ayyubi setelah kota tersebut direbut kembali tahun 1187. Para bangsawan Acre menawarkan bantuan meskipun para Ksatria Templar membantu kepada Mongol. Baibars memberi nasihat agar Acre diserbu juga karena adanya pihak ksatria templar yang membantu Mongol akan tetapi Qutuz menolak menyerbu sekutunya sendiri.

Pada tanggal 3 September 1260, Qutuz memimpin pasukannya mengalahkan pasukan Mongol dibawah pimpinan Kitbuqa dalam pertempuran yang sangat terkenal yaitu Ain Jalut dimana pasukan Mongol yang tidak pernah terkalahkan sebelumnya berhasil dihancurkan dengan sangat meyakinkan dan kemudian dipukul mundur dari wilayah Syria juga. Kemenangan ini sangat penting bagi umat Islam pada masa itu. Adapun Qutuz, ia meninggal sekitar 40 hari setelah Perang 'Ain Jalut karena dibunuh oleh Baibars karena masalah balas dendam pada masa lalu. Jasa-jasanya bagi dunia Islam akan terus dikenang.

Catatan

sunting
  1. ^ Menurut beberapa sejarahwan Shajar al-Durr adalah sultan Mamluk pertama. Jadi, Qutuz merupakan Sultan Mamluk ke-4 bukan ke-3.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Encyclopaedia Islamica, "Baalbek".
  2. ^ Shayyal, p. 115/vol. 2
  3. ^ Al-Maqrizi, p. 507/vol. 1
  4. ^ Mawsoa
  5. ^ Holt et al., p. 215