Putri Gading merupakan anak dari Mbah Gede Gading yang menurut cerita masyarkat Desa Gading, Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun dahulu uniknya di Desa Gading terdapat dua kepala Desa yang masih memiliki hubungan kerabat namun tidak akur antara Mbah Gede Gading dengan Mbah Gede Banyak Pancang. Mbah Gede Gading merupakan saudara tua dari Mbah Gede Banyak Pancang.

Mbah Gede Gading memiliki anak Putri Gading. Sedangkan yang ke dua adalah Mbah Gede Banyak Pancang yang memiliki putra bernama Raden Jaka Menak Satreyan.

Putri Gading adalah seorang yang cantik dan Raden Jaka Menak Satreyan sangat bernafsu ingin memperistri Putri Gading, yang masih sepupu kandungnya, namun di tentang oleh ke dua belah pihak keluarga, sehingga sangat sulit untuk mendekati Putri Gading.

Namun dengan segalam macam tipu daya, seperti iming-iming burung, yang kerap membuatnya tersesat di dalam rumahnya Putri Gading dia berhasil mengatur pertemuan rahasia, sampai akhirnya Raden Jaka Menak Satreyan tertangkap basah oleh Mbah Gede Gading dan di bunuh oleh nya.

Putri Gading menikam dirinya sendiri pada mayat Raden Jaka Menak Satreyan dan mengikutinya sampai mati sebagai bentuk bela suduk sliro. Betapapun tegangnya kemarahan ke dua belah pihak keluarga itu karena cerita ini, mereka akhirnya mencapai kesepakatan damai, kemudian jasad Raden Jaka Menak Satreyan dan Putri Gading di tempatkan di makam yang dikasih pancang bambu untuk menjebak burung yang ditancapkan di dekat makam Raden Jaka Menak Satreyan dan makam Putri Gading. Lama kelamaan pancang bambu tersebut justru hidup menjadi bambu ampel hingga saat ini.

Ketika ke dua Kepala Desa itu mengundurkan diri, makam selalu di bersihkan oleh penduduk Desa Gading dan di jadikan punden setiap tahun di peringati wilujengan bersih dusun.

Referensi sunting

1. Knebel, J, Oudheidkundige reis 1906: Residentie Madioen / Or. 26.819