Pulau Pammantauang
Pammantauang adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Masalima, perairan Selat Makassar dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Pammas, Kecamatan Liukang Kalmas, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Pammantauang memiliki wilayah seluas 461.204,7570630 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat .[2]
Geografi | |
---|---|
Lokasi | Selat Makassar Asia Tenggara Samudra Hindia |
Koordinat | 5°1′10.400″S 117°4′18.400″E / 5.01955556°S 117.07177778°E |
Kepulauan | Kepulauan Masalima, Kepulauan Sunda Besar (Pulau Sulawesi dan Pulau-pulau Kecil di Sekitarnya), Kepulauan Indonesia |
Dibatasi oleh | Selat Makassar |
Luas | 461.205 meter persegi (0,461205 km2) km2[1] |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Selatan |
Kabupaten | Pangkajene dan Kepulauan |
Kecamatan | Liukang Kalmas |
Desa | Pammas |
Kependudukan | |
Penduduk | 1.556 jiwa (2007) |
Bahasa | Mandar |
Kelompok etnik | Mandar |
Info lainnya | |
Zona waktu | |
Pulau Pammantauang bersama Pulau Masalima dan Pulau Saliriang termasuk ke dalam wilayah pemerintahan Desa Pammantauang Masalima (Pammas). Pulau yang merupakan pusat pemerintahan Desa Pammas ini di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Saliriang, di sebelah Timur dengan Pulau Pamolikang, di sebelah Selatan dengan Pulau Sabaru, dan di sebelah Barat dengan perairan Selat Makassar. Mayoritas penduduk pulau ini merupakan etnis Mandar dengan penciri penutur bahasa Mandar yang dipakai dalam beraktivitas sehari-hari. Waktu tempuh yang diperlukan dari dan menuju Pangkajene dan Kota Makassar mencapai antara 26 dan 48 jam. Akses ke Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan dan Jawa Timur lebih dekat, yakni antara 12 dan 24 jam.
Demografi
suntingPada tahun 2007, jumlah penduduk tercatat mencapai 1.556 jiwa yang terdiri dari 796 laki-laki dan 760 perempuan, dimana sebagian besar mereka beretnis Mandar (PMU Coremap Pangkep, 2007).
Ekosistem dan sumberdaya hayati
suntingDesa Pammas terdiri dari tiga pulau, yaitu Pulau Masalima, Pulau Saliriang, dan Pulau Pammantauang. Untuk Pulau Masalima rataan terumbu karangnya cukup luas. Ratan terumbu intertidal yang kering saat air surut. Namun beberapa celah tau gobah di sekitar rataan dihuni oleh vegetasi laut utamanya tumbuhan lamun dan algae. Rataan terumbu tang berdekatan hingga daerah tubir dipadati oleh karang, walaupun diselingi oleh substrat pasir. Karang-karang masif dan bercabang dominan ditemukan, sementara pada sisi lereng terumbu karang tergolong rusak (karang keras: 15%). Keanekaragaman jenis karang cukup tinggi namun karang-karang yang dominan yang banyak ditemukan, antara lain; Montipora, Acropora, Porites cylindrica, Favia, Goniastrea, dan Porites (massive). Sementara organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang lebih mum ditemukan dari kelompok akar bahar kipas (Gorgonacea) dan kima (Tridacnidae). Sebagai biota laut langka, kima masih ditemukan pada terumbu yang dangkal, utama yang meliang dalam batu karang. Pada terumbu yang lebih dalam, keberadaan kima sudah jrang karena berukuran besar dan mudah dieksploitasi. Namun demikian, daerah ini lebih mudah mendapatkan induk-induk kima untuk kepentingan budidaya. Padang lamun masih dalam kondisi yang utuh, tumbuh sekeliling pantai dangkal dan gobah-gobah dan paparan pasir yang cukup luas. Khusus jenis Enhalus accoroides lebih mudah ditemukan di gobah yang dekat pantai, sementara Thallasia dan Cyomodecea menyebar pada paparan pasir hingga perbatasan terumbu karang.
Aktivitas pengelolaan sumberdaya
suntingMata pencaharian sebagian besar warga adalah nelayan dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap untuk mengambil hasil laut seperti bagang, banrong, bius, bom, rawai, pancing, rinta', dan pukat. Hasil yang mereka peroleh berupa ikan tuna, cakalang, sunu, kerapu, baronang, ekor kuning, lobster, dan katambak. Hasil laut tersebut dijual kepada pedagang pengumpul baik dalam keadaan masih hidup atau sudah dikeringkan. Kegiatan budidaya rumput laut juga diusahakan oleh beberapa orang warga. Rumput laut jenis Euchema tersebut mereka tanam di perairan pantai sekitar pulau. Hasil panen kemudian dikeringkan dan selajutnya dijual kepada pedagang pengumpul yang kemudian menjual rumput laut tersebut ke daratan utama Pulau Sulawesi atau Kalimantan.
Dalam operasi penangkapan mereka menggunakan perahu motor (sampan kecil yang bermesin), tiga roda (sejenis sandeq yang hanya menggunakan layar), dan jolloro', sementara penampung hasil laut menggunakan kapal angkut berkapasitas antara 10 dan 15 ton. Kegiatan penangkapan umumnya dilakukan di lokasi yang berupa taka yang berada di sekitar pulau, namun warga yang memiliki kapal berkapasitas besar juga sering mlakukan kegiatan penangkapan di perairan pulau lainnya seperti di perairan Desa Sabaru dan Pulau Kalimantan.
Sarana dan prasarana
suntingSarana pendidikan yang tersedia di Pulau Pammantauang terdiri atas TK, SD, SMP, dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), sedangkan penyediaan layanan kesehatan dilakukan oleh sebuah Pustu yang dilengkapi dengan tenaga mantri kesehatan. Ketersediaan tenaga listrik, dipenuhi oleh mesin generator yang menyuplai tenaga listrik ke rumah-rumah warga mulai pukul 18.00 hingga pukul 22.00 WITA, sedangkan kebutuhan air tawar dipenuhi dengan penggalian dan pembuatan sumur di sekitar rumah kediaman mereka. Sumber air tawar yang ada, relatif dapat memenuhi keperluan sehari-hari seperti memasak, mencuci dan mandi. Sarana umum lain yang terdapat di pulau ini adalah dermaga, mesjid, dan lapangan olahraga.
Referensi
sunting- ^ a b Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
- ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 3 Oktober 2022.