Psikosis pascapersalinan

masalah mental pada ibu setelah melahirkan
(Dialihkan dari Psikosis postpartum)

Psikosis pascapersalinan (PPP), yang juga dikenal sebagai psikosis nifas atau psikosis peripartum, adalah kondisi di mana gejala psikotik muncul secara tiba-tiba segera setelah persalinan, umumnya dalam dua minggu pertama tetapi kurang dari empat minggu setelahnya.[2] PPP tergolong dalam "Brief Psychotic Disorder" dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Volume V (DSM-V).[3] Gejalanya meliputi delusi, halusinasi, gangguan dalam bicara (seperti bicara yang tidak koheren), dan/atau perilaku motorik yang tidak normal (seperti katatonia).[3] Gejala lain yang sering terkait dengan PPP termasuk kebingungan, ketidakaturan pikiran, gangguan tidur yang parah, fluktuasi suasana hati (termasuk depresi, agitasi, mania, atau kombinasi di antaranya), serta ciri-ciri kognitif seperti perubahan kesadaran (waxing and waning) atau disorientasi.[2][4]

Psikosis pascapersalinan
Tingkat psikosis di kalangan ibu yang baru pertama kali melahirkan di Swedia
Informasi umum
Nama lainPsikosis nifas
SpesialisasiPsikiatri Sunting ini di Wikidata
PenyebabGenetik dan lingkungan
Faktor risikoRiwayat keluarga, gangguan bipolar, skizofrenia, kehamilan sulit[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaHalusinasi, delusi, goncangan suasana hati, kebingungan, kegelisahan, perubahan kepribadian[1]
PerawatanAntipsikotik, penstabil suasana hati, antidepresan

Penyebab PPP masih belum dipahami sepenuhnya, meskipun bukti untuk kategori besar gangguan kejiwaan pascapersalinan (misalnya, depresi pascapersalinan) semakin menunjukkan bahwa perubahan hormonal dan respons imun tubuh mungkin berperan,[5] sebagaimana faktor genetik dan gangguan irama sirkadian.[6] Meskipun faktor-faktor risikonya belum dipastikan, beberapa penelitian menyarankan bahwa kurangnya tidur, kehamilan pertama (primiparitas), dan riwayat PPP sebelumnya dapat berkontribusi.[2] Tinjauan terkini menambahkan bukti bahwa riwayat diagnosis psikiatrik sebelumnya, khususnya gangguan bipolar, baik pada individu maupun keluarganya, dapat meningkatkan risiko PPP setelah persalinan.[2][6][7][8] Saat ini, belum ada alat skrining atau penilaian standar untuk mendiagnosis PPP; diagnosis biasanya ditetapkan oleh dokter yang merawat berdasarkan gejala yang dialami pasien, dengan menggunakan kriteria diagnostik DSM-V sebagai panduan (lihat Diagnosis).[2][6]

Meskipun kejadian PPP hanya sekitar 1 hingga 2 dari setiap 1.000 kelahiran,[2][4] perkembangan cepat gejala psikotik, terutama yang melibatkan delusi kesalahan identifikasi atau paranoia,[9] meningkatkan kekhawatiran terhadap keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, PPP dianggap sebagai keadaan darurat psikiatri, sering kali memerlukan perawatan rawat inap segera.[2][4][6] Perawatan mungkin mencakup penggunaan obat-obatan seperti benzodiazepin, litium, dan antipsikotik, serta prosedur seperti terapi elektrokonvulsif (ECT).[2][4][6] Dalam kasus-kasus di mana seorang wanita hamil memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode PPP sebelumnya, penggunaan obat profilaksis (terutama lithium) selama atau segera setelah melahirkan telah terbukti dapat mengurangi kejadian episode psikotik atau bipolar pada periode pasca melahirkan.[2][4][6]

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Postpartum psychosis". 11 Februar1 2021. 
  2. ^ a b c d e f g h i Osborne LM (September 2018). "Recognizing and Managing Postpartum Psychosis: A Clinical Guide for Obstetric Providers". Obstetrics and Gynecology Clinics of North America. 45 (3): 455–468. doi:10.1016/j.ogc.2018.04.005. PMC 6174883 . PMID 30092921. 
  3. ^ a b American Psychiatric Association. DSM-5 Task Force (2017). Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-5 (edisi ke-Fifth). New Delhi: American Psychiatric Association Publishing. ISBN 978-93-86217-96-7. OCLC 1030754444. 
  4. ^ a b c d e Rodriguez-Cabezas L, Clark C (September 2018). "Psychiatric Emergencies in Pregnancy and Postpartum". Clinical Obstetrics and Gynecology. 61 (3): 615–627. doi:10.1097/GRF.0000000000000377. PMC 6143388 . PMID 29794819. 
  5. ^ Dye C, Lenz KM, Leuner B (2021). "Immune System Alterations and Postpartum Mental Illness: Evidence From Basic and Clinical Research". Frontiers in Global Women's Health. 2: 758748. doi:10.3389/fgwh.2021.758748 . PMC 8866762  Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 35224544 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  6. ^ a b c d e f Hutner LA, Catapano LA, Nagle-Yang SM, Williams KE, Osborne LM, ed. (2021). Textbook of Women's Reproductive Mental Health. Washington, D.C.: American Psychiatric Association Publishing. ISBN 978-1-61537-386-4. OCLC 1289371393. 
  7. ^ Nguyen K, Mukona LT, Nalbandyan L, Yar N, St Fleur G, Mukona L, et al. (September 2022). "Peripartum Complications as Risk Factors for Postpartum Psychosis: A Systemic Review". Cureus. 14 (9): e29224. doi:10.7759/cureus.29224 . PMC 9495292  Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 36159350 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  8. ^ Perry A, Gordon-Smith K, Jones L, Jones I (January 2021). "Phenomenology, Epidemiology and Aetiology of Postpartum Psychosis: A Review". Brain Sciences. 11 (1): 47. doi:10.3390/brainsci11010047 . PMC 7824357 . PMID 33406713 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  9. ^ Lewis G, Blake L, Seneviratne G (September 2022). "Delusional Misidentification Syndromes in Postpartum Psychosis: A Systematic Review". Psychopathology. 56 (4): 285–294. doi:10.1159/000526129 . PMID 36116435 Periksa nilai |pmid= (bantuan).