Priayi (Pyai) adalah istilah dalam kebudayaan Jawa untuk kelas sosial dalam golongan bangsawan. Suatu golongan tertinggi dalam masyarakat karena memiliki keturunan dari keluarga kerajaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, priayi adalah orang yang termasuk lapisan masyarakat yang kedudukannya dianggap terhormat, misalnya golongan pegawai negeri.[1]

Seorang wanita priayi dari Jawa Tengah pada masa Hindia Belanda (1913).

Etimologi sunting

Kata priayi konon berasal dari dua kata Jawa para dan yayi yang secara harfiah berarti "para adik", maksudnya adalah para adik raja. Namun Robson (1971) berpendapat bahwa kata ini bisa pula berasal dari kata dalam bahasa Sanskerta priyā, yang berarti kekasih.

Strata sunting

Golongan priayi tertinggi disebut Priayi Ageng (bangsawan tinggi). Gelar dalam golongan ini terbagi menjadi bermacam-macam berdasarkan tinggi rendahnya suatu kehormatan. Beberapa gelar dari yang tertinggi hingga dengan hanya satu gelar saja yaitu Raden.

Gelar seorang priayi juga dapat meningkat seiring dari usianya. Misalnya ketika seorang anak laki-laki lahir diberi nama Bomantara, ia bergelar Raden Mas, jadi nama lengkapnya adalah Raden Mas Bomantara, ketika menginjak akil balik gelarnya bertambah satu kata menjadi Bandara Raden Mas, ketika menapak dewasa (18 atau 21 tahun) bertambah lagi menjadi Bandara Raden Mas Aryo. Pada saat dewasa dan telah memiliki jabatan dalam hierarki kebangsawanan, ia akan memiliki gelar yang berbeda dari gelar yang telah ia miliki. Misalnya ia menduduki jabatan pemimpin ksatrian maka gelarnya akan berubah menjadi Gusti Pangeran Adipati Haryo. Dan setiap kedudukan yang ia jabat ia akan memilki gelar tambahan atau gelar yang berubah nama.

Priayi baru sunting

Pada awal abad ke-20, dengan semakin berkembangnya kebutuhan pemerintah Hindia Belanda akan birokrasi pribumi, orang-orang awan di luar trah darah biru mulai mendapat kesempatan untuk mencapai jabatan administratif tertentu dalam birokrasi pemerintahan, melalui jalur pendidikan dan kemampuan berbahasa Belanda. Jabatan juru tulis, jaksa, petugas pajak, guru, dan mantri umumnya dapat ditempati setelah mereka lulus pendidikan. Namun tetap terdapat pembatasan tak resmi untuk jabatan birokrasi tinggi seperti bupati, di mana tidak saja mempertimbangkan kecakapan dan ijazah resmi melainkan juga harus dari kalangan berdarah biru. Golongan priayi dengan demikian berkembang menjadi dua lapisan, yaitu golongan priayi tinggi (keturunan ningrat) dan priayi rendah (priayi sekolahan).

Pengelompokan Clifford Geertz sunting

Istilah priayi menjadi terkenal saat Clifford Geertz melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa pada tahun 1960-an. Ia mengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga golongan, yakni:

Referensi sunting

  1. ^ Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga)

Bacaan lanjutan sunting