Philipp Franz von Siebold

Philipp Franz Balthasar von Siebold (17 Februari 1796 – 18 Oktober 1866) adalah dokter berkebangsaan Jerman dan orang Eropa pertama yang mengajar ilmu kedokteran Barat di Jepang. Siebold terkenal dengan penelitiannya tentang flora dan fauna Jepang.

Philipp Franz von Siebold
Lahir(1796-02-17)17 Februari 1796
Würzburg
Meninggal18 Oktober 1866(1866-10-18) (umur 70)
München
KebangsaanJerman

Perjalanan hidup sunting

Masa muda sunting

Philipp von Siebold lahir di kota Würzburg dari keluarga dokter dan dosen ilmu kedokteran. Ayahnya seorang dokter bernama Christoph Siebold, dan ibunya bernama Apollonia. Pada bulan November 1815, Siebold masuk sekolah kedokteran di Universitas Würzburg. Salah seorang dosennya di sekolah kedokteran adalah Franz Xaver Heller (1775-1840) yang menulis buku Flora Wirceburgensis (1810-1811). Walaupun demikian, dosen yang sangat dikaguminya adalah Ignaz Döllinger (1770-1841) yang mengajar ilmu anatomi dan fisiologi. Siebold tinggal di rumah Döllinger dan sering bertemu dengan ilmuwan lain. Buku kegemarannya adalah karya Alexander von Humboldt, seorang ahli ilmu alam dan pengeliling dunia terkenal. Buku-buku yang dibacanya membuat Siebold ingin bepergian ke tempat-tempat yang jauh. Setelah mendapat gelar dokter, 9 Oktober 1820, Siebold membuka praktik dokter di Heidingsfeld, Jerman (sekarang termasuk wilayah kota Würzburg).

Setelah seorang kenalan mengundangnya ke Belanda, Siebold melamar sebagai dokter militer agar bisa berlayar ke wilayah koloni Belanda. Siebold resmi masuk dinas militer Belanda, 19 Juni 1822, dan ditugaskan sementara di Harderwijk. Selanjutnya, Siebold berangkat dari Rotterdam, 23 September 1822 menuju Batavia di Hindia Belanda dengan menumpang kapal fregat Adriana. Selama 5 bulan perjalanan melewati Tanjung Harapan, Siebold mulai mempraktikkan bahasa Belanda sambil belajar bahasa Melayu. Di perjalanan, selain tugasnya sebagai dokter kapal, Siebold mulai mengumpulkan berbagai hewan laut yang dijumpainya.

Kapal yang membawanya tiba di Batavia, 18 Februari 1823, dan Siebold ditugaskan sebagai perwira medis tentara di unit artileri Weltevreden. Di Batavia, Siebold berteman dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen. Ketika jatuh sakit, ia sempat dirawat selama tiga minggu di rumah kediaman gubernur jenderal. Kepandaian dan ambisi Siebold membuat Gubernur Jenderal Van der Capellen dan Kepala Kebun Raya Buitenzorg, Caspar Georg Carl Reinwardt begitu terkesan. Siebold diangkat sebagai anggota Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Pada bulan April 1823, Siebold menerima tugas baru sebagai dokter merangkap ilmuwan untuk kantor perdagangan Belanda di Dejima (Deshima), Nagasaki, Jepang.

Pada masa itu, bangsa Eropa memiliki tradisi mengirimkan dokter berlatar belakang pendidikan botani ke Jepang. Engelbert Kaempfer, seorang dokter berkebangsaan Jerman dikirim VOC bertugas di Dejima dari 1690 hingga 1692. Kaempfer merupakan perintis jabatan dokter merangkap ahli botani di Dejima. Penerus Kaempfer yang terkenal adalah Carl Peter Thunberg (penulis Flora Japonica, 1784), ahli botanis Swedia sekaligus dokter yang tiba di Jepang tahun 1775.

Bertugas di Jepang sunting

Pada 28 Juni 1823, Siebold berangkat menuju Dejima. Di perjalanan, kapalnya hampir tenggelam diserang angin topan di Laut China Timur. Kapal yang ditumpanginya baru tiba di Dejima, 11 Agustus 1823. Jepang waktu sedang menjalankan politik isolasi, dan Keshogunan Tokugawa hanya mengizinkan sejumlah kecil orang Belanda tinggal di Dejima. Siebold harus berpraktik dokter sambil bertugas rangkap sebagai ilmuwan. Ia sering mengundang ilmuwan Jepang untuk memamerkan kehebatan ilmu dari Barat, dan sebaliknya bisa mempelajari budaya dan adat istiadat Jepang dari tamunya. Setelah mengobati seorang perwira Jepang, Siebold diberi kesempatan untuk menjelajahi wilayah di luar pos dagang Dejima yang sempit. Kesempatan tersebut digunakannya untuk mengobati penduduk setempat yang tinggal di wilayah sekeliling Dejima.

Siebold hidup serumah dengan wanita Jepang bernama Kusumoto Taki (Sonogi), karena waktu itu penduduk setempat dilarang menikah dengan orang asing. Otaku-san adalah nama panggilan Siebold untuk Taki (ditambah awalan honorifik "O" menjadi Otaki), dan nama tersebut digunakannya untuk menamakan tanaman Hydrangea otakusa (Hortensia). Pada tahun 1827, Taki melahirkan anak perempuan bernama Oine. Berkat bantuan ayahnya, Oine nantinya menjadi wanita Jepang pertama yang sekolah dokter dan menjadi dokter terkenal hingga wafat tahun 1903.

Pada tahun 1824, Siebold mendirikan sekolah kedokteran bernama Narutaki Juku (sekolah di Narutaki). Keshogunan Tokugawa menugaskan sejumlah 50 siswa untuk belajar di sana. Pada tahun 1825, VOC mengirimkan dua asisten baru untuk Siebold, seorang apoteker merangkap ahli mineralogi Heinrich Bürger, dan pelukis Carl Hubert de Villeneuve. Sekolah kedokteran Narutaki Juku berkembang sebagai tempat berkumpul sekitar 50 orang rangaku-sha (ilmuwan rangaku; ran berarti Belanda, dan gakusha berarti ilmuwan). Di antara murid-murid yang sering membantu penelitian botani yang dilakukan Siebold adalah Takano Chōei, Itō Genboku, Koseki San’ei, dan Itō Keisuke (1799–1846).

Siebold menolak uang biaya pengobatan yang diberikan pasien, sehingga penduduk setempat yang diobatinya membalas budi dalam bentuk barang. Barang-barang yang diterimanya adalah benda keperluan sehari-hari, seperti peralatan rumah tangga, ukiyo-e, keramik, hingga alat pertukangan. Semuanya merupakan permulaan dari koleksi etnografi milik Siebold yang nantinya menjadi benda bersejarah. Walaupun demikian, Siebold lebih tertarik mempelajari fauna dan flora Jepang, dan mengumpulkan sebanyak mungkin spesimen yang bisa diperoleh, termasuk hewan hidup. Di kebun botani miliknya di halaman belakang rumah terdapat lebih dari 1.000 tanaman yang ditemukannya di Jepang. Sebagian di antaranya ditanam di dalam rumah kaca untuk menyesuaikan dengan iklim di Belanda. Pelukis Jepang dimintanya untuk melukis koleksi tanamannya, dan menjadi pelengkap koleksi etnografi Siebold.

Selain itu, Siebold juga membayar pemburu setempat untuk mencari hewan langka dan mengumpulkan spesimen. Dalam mengumpulkan spesimen, Siebold dibantu Ito Keisuke (1803-1901), Mizutani Sugeroku (1779-1833), Ohkōchi Zonshin (1796-1882), dan dokter keshogunan bernama Katsuragawa Hoken (1797-1844). Sementara itu, tugas Siebold banyak dibantu asisten dan penerusnya (1825-1832), Heinrich Bürger (1806-1858).

Tanaman pertama yang diintroduksi Siebold ke Eropa adalah Hosta dan Hydrangea otakusa. Pada tahun 1825, Siebold menyelundupkan bibit pohon teh ke Kebun Raya Buitenzorg (Kebun Raya Bogor). Pengiriman dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah Jepang yang waktu itu melarang keras perdagangan pohon teh. Bermodalkan antara lain bibit teh dari Siebold, pemerintah Belanda memulai perkebunan teh di Pulau Jawa. Komisi pertanian dalam laporan pada tahun 1827 menulis bahwa di Pulau Jawa terdapat 2.000 hingga 3.000 pohon teh. Menurut laporan selanjutnya (1833), di Jawa sudah terdapat lebih dari setengah juta pohon teh.

Dalam tiga kali pengapalan, Siebold mengirimkan sejumlah besar spesimen herbarium ke Leiden, Gent, Brusel, dan Antwerpen. Kiriman ke Leiden antara lain berisi spesimen Andrias japonicus (salamander raksasa Jepang) yang pertama kali dikirim ke Eropa.

Di balik keberhasilan tugasnya, hubungan Siebold dengan atasannya di Batavia terus-menerus dilanda masalah. Atasan di Batavia berpendapat Siebold tinggi hati dan banyak menghabiskan uang, sehingga diperintahkan pulang pada bulan Juli 1827. Kapal Cornelis Houtman yang diperintahkan menjemput diserang angin topan hingga karam di Teluk Nagasaki pada tanggal 18 September 1828. Serangan angin topan juga menimbulkan kerusakan besar di Dejima, termasuk merusak kebun botani Siebold. Pada Januari 1829, kapal Cornelis Houtman yang sudah diperbaiki meninggalkan Dejima menuju Batavia. Muatan kapal adalah 89 peti koleksi botani yang berhasil diselamatkan dari kebun botani milik Siebold, namun pemiliknya sendiri tidak ikut serta.

Peristiwa Siebold sunting

Pada tahun 1828, Siebold mengiringi kepala kantor perdagangan di Dejima yang diperintahkan keshogunan untuk membawa upeti, sekaligus melakukan kunjungan resmi (Edo Sampu) ke Edo. Di sepanjang perjalanan, Siebold mengumpulkan tanaman dan hewan, serta menyelidiki keadaan cuaca. Di Edo, ia berkenalan dengan sejumlah ilmuwan, termasuk Mogami Tokunai yang pernah melakukan ekspedisi ke wilayah timur Jepang (termasuk Emishi dan Sakhalin), dan astronom istana Takahashi Kageyasu. Tokunai memberinya peta wilayah timur Jepang, sedangkan Siebold menghadiahkan peta dunia terbaru karya Adam Johann von Krusenstern kepada Kageyasu. Sebagai balasannya, Kageyasu memberi peta terinci tentang Jepang karya Ino Tadataka, sehingga Siebold dituduh melakukan spionase untuk Rusia. Takahashi Kageyasu bersalah memberikan peta kepada Siebold dan tewas di dalam penjara.

Setelah dihukum tahanan rumah, Siebold diizinkan meninggalkan Jepang dan dilarang kembali lagi. Setelah bertugas di Jepang selama 6 tahun, Siebold kembali ke Batavia menumpang kapal fregat Java, 22 Oktober 1829 dengan muatan sejumlah besar koleksi spesimen hewan dan tumbuhan, serta buku-buku, dan peta-peta. Kapal yang ditumpangi Siebold sampai di Batavia, 28 Januari 1830, dan sejumlah lebih dari 2.000 spesies koleksi Siebold ditampung di Kebun Raya Bogor. Siebold akhirnya pulang ke Belanda dengan kapal yang berangkat dari Batavia, 5 Maret 1830, dan sampai di Belanda, 7 Juli 1830.

Kembali ke Eropa sunting

Siebold tiba di Eropa ketika terjadi kerusuhan anti-Belanda di Brusel yang berakhir dengan kemerdekaan Belgia (1830). Siebold dengan tergesa-gesa menyelamatkan koleksi etnografi di Antwerpen serta spesimen herbarium di Brusel, dan membawanya pulang ke Leiden. Namun, sejumlah tanaman yang dikirimnya ke Universitas Gent tidak ikut terbawa. Tumbuhan langka dan eksotik yang pernah dimiliki Siebold membuat nama Gent terkenal di dunia hortikultura. Sebagai ucapan terima kasih kepada Siebold, Universitas Gent pada tahun 1841 memulangkan setiap spesimen dari koleksi milik Siebold.

Siebold kemudian menetap Leiden berikut sebagian besar koleksi botaninya. Koleksinya dikenal sebagai "koleksi von Siebold" dan terdiri dari sejumlah spesimen koleksi botani tertua asal Jepang. Seluruhnya terdiri dari 12.000 spesimen, tapi hanya 2.300 spesies yang dapat dideskripsikan dan masih terus menjadi bahan penelitian hingga sekarang. Koleksi Siebold dibeli seluruhnya oleh pemerintah Belanda dengan harga pantas. Pada 20 April 1831, Raja Willem I dari Belanda memberi penghasilan tahunan bagi Siebold, dan gelar kebangsawan dari Kerajaan Belanda diterimanya pada tahun 1842.[1]

 
Halaman judul Flora Japonica

Koleksi Siebold mulai diperlihatkan kepada umum sejak tahun 1831. Setelah dipamerkan di beberapa lokasi di Leiden, Siebold membuka museum di rumahnya sendiri di Rapenburg no. 19 pada tahun 1837. Sementara itu, mantan asisten yang menjadi penerusnya di Jepang, Heinrich Bürger mungirimkan lebih banyak lagi spesimen dalam 3 kali pengapalan. Koleksi Siebold tersebut menjadi inti koleksi Museum Naturalis dan Herbarium Nasional di Leiden.

Selama tinggal di Leiden, Siebold menulis buku Nippon volume I yang dicetak tahun 1832. Berisi ilustrasi etnografi dan geografi tentang Jepang, serta laporan perjalanan ke Edo, buku tersebut disambungnya lagi hingga menjadi 7 volume, dan selesai tahun 1882.

Bibliotheca Japonica yang dicetak sekitar tahun 1883 atau 1841 adalah buku yang ditulis Joseph Hoffmann (profesor bahasa Tionghoa dan Jepang) dan Kuo Cheng-Chang (orang Jawa keturunan Tionghoa yang mengikuti perjalanan Siebold dari Batavia) bersama Siebold. Buku tersebut berisi bibliografi literatur Jepang, lengkap dengan kamus bahasa Jepang, Tionghoa, dan Korea.

Dokumentasi dan deskripsi "secara ilmiah" koleksi hewan asal Jepang milik Siebold dilakukan oleh ahli zoologi Coenraad Temminck, Hermann Schlegel, dan Wilhem de Haan. Hasilnya dirangkum dalam buku Fauna Japonica yang diterbitkan sebagai serangkaian monograf antara tahun 1833-1850. Karya Temminck, Schlegel, dan Haan menjadikan fauna Jepang sebagai koleksi fauna non-Eropa yang pernah dideskripsikan secara lengkap. Sebagian besar koleksi yang digunakan adalah koleksi Siebold, dan hanya sebagian kecil berasal dari koleksi penerusnya, Heinrich Bürger.

Botanis Jerman Joseph Gerhard Zuccarini membantu Siebold menulis buku Flora Japonica yang diterbitkan pertama kali tahun 1835. Setelah Zuccarini tutup usia tahun 1848, penerbitan Flora Japonica terhenti. Penulisan Flora Japonica dilanjutkan direktur Rijksherbarium Leiden, F.A.W. Miquel (1811-1871), dan baru diterbitkan setelah Siebold tutup usia.

Dari Hortus Botanicus Leiden (Kebun Raya Leiden), berbagai tanaman koleksi Siebold mulai tersebar ke daratan Eropa hingga negara-negara lain di dunia. Berbagai tanaman seperti, Hosta dan Hortensia, Azalea, Petasites, Tussilago farfara, dan Larix kaempferi tersebar ke berbagai kebun dan taman di seluruh dunia.

Pada 10 Juli 1845, Siebold menikah dengan wanita bangsawan Jerman, Helene von Gagerne, dan dikaruniai 3 orang putra dan 2 orang putri. Sejumlah negara kemudian mengangkat Siebold sebagai penasihat masalah kebudayaan dan sosial Jepang. Sementara itu, Jepang sudah meninggalkan politik isolasi (1854), dan menandatangani perjanjian dagang dengan Belanda (1858). Setelah pelarangan atas dirinya masuk ke Jepang dibatalkan, Siebold tiba kembali di Jepang sebagai "diplomat" pada 4 Agustus 1859 bersama putra sulungnya, Alexander yang berusia 12 tahun. Periode kedua Siebold di Jepang diwarnai situasi politik dalam negeri Jepang yang bergolak, dan gerakan anti orang asing. Pemerintah Belanda menolak "pendekatan budaya dan sains" yang diusulkan Siebold. Bulan April 1862, Siebold diperintahkan pulang ke Batavia, dan tiba kembali di Bonn, Jerman pada 10 Januari 1863.

Siebold pensiun pada 7 Oktober 1863, dan kembali ke kota kelahirannya di Würtzburg (1984). Setelah jatuh sakit, Siebold, 70 tahun, wafat di München, 18 Oktober 1866. Putranya, Heinrich (Henry) von Siebold (1852–1908) meneruskan penelitian sang ayah, dan bersama Edward S. Morse dikenal sebagai bapak arkeologi modern Jepang.

Mengenang Siebold sunting

 
Primula sieboldii
 
Magnolia sieboldii
 
Malus sieboldii

Sebagai penghormatan bagi Siebold, sejumlah tanaman, ikan, dan burung diberi nama spesies sieboldii:

Selain itu, nama spesies yang berakhiran dengan Sieb.et Zucc. diberi nama oleh Siebold dan Zuccarini.

Koleksi Siebold disimpan di beberapa institusi:[2]

Museum sunting

  • SieboldHuis di Leiden (bekas rumah kediaman Siebold yang direnovasi dan dijadikan museum)
  • Siebold-Museum di Würzburg, Jerman
  • Siebold Memorial Museum di Nagasaki, Jepang (dekat bekas kediaman Siebold di wilayah Narutaki)

Koleksi von Siebold juga menjadi bagian dari koleksi museum etnografi di München. Putra sulungnya, Alexander von Siebold menghadiahkan benda-benda peninggalan Siebold kepada British Museum di London. Sejumlah 600 helai plat ilustrasi berwarna dari buku Flora Japonica dibeli Akademi Sains Rusia di St. Petersburg.

Walaupun kurang dikenal di Belanda dan Jerman, Siebold sangat terkenal di Jepang karena namanya tercantum di dalam buku teks pelajaran sekolah. Hortus Botanicus di Leiden memiliki Taman Peringatan Von Siebold (Von Siebold Gedenktuin), berupa taman Jepang dari tanaman yang dulunya dikirim Siebold dari Jepang. Taman tersebut sering dikunjungi wisatawan Jepang yang datang ke Leiden.

Karya ilmiah sunting

  • (1829) Synopsis Hydrangeae generis specierum Iaponicarum. Dalam Nova Acta Physico-Medica Academiae Caesareae Leopoldino-Carolina vol 14, bagian ii.
  • (1835—1870) (dengan von Zuccarini, J.G.) Flora Japonica. Leiden.
  • (1843) (dengan von Zuccarini, J.G.) Plantaram, quas in Japonia collegit Dr. Ph. Fr. De Siebold genera nova, notis characteristicis delineationibusque illustrata proponunt. Dalam Abhandelungen der mathematisch-physikalischen Classe der Königlich Bayerischen Akademie der Wissenschaften vol.3, hlm. 717-750.
  • (1845) (dengan von Zuccarini, J.G.) Florae Japonicae familae naturales adjectis generum et specierum exemplis selectis. Sectio prima. Plantae Dicotyledoneae polypetalae. Dalam Abhandelungen der mathematischphysikalischen Classe der Königlich Bayerischen Akademie der Wissenschaften vol. 4 bagian iii, hlm. 109-204.
  • (1846) (dengan von Zuccarini, J.G.) - Florae Japonicae familae naturales adjectis generum et specierum exemplis selectis. Sectio altera. Plantae dicotyledoneae et monocotyledonae. Dalam Abhandelungen der mathematischphysikalischen Classe der Königlich Bayerischen Akademie der Wissenschaften vol. 4 bagian iii, pp Band 4 hlm. 123-240.

Daftar pustaka sunting

  • Richtsfeld, Bruno J.: Philipp Franz von Siebolds Japansammlung im Staatlichen Museum für Völkerkunde München. In: Miscellanea der Philipp Franz von Siebold Stiftung 12, 1996, S. 34 - 54.
  • Richtsfeld, Bruno J.: Philipp Franz von Siebolds Japansammlung im Staatlichen Museum für Völkerkunde München. In: 200 Jahre Siebold, hrsg. von Josef Kreiner. Tokyo 1996, S. 202 - 204.
  • Richtsfeld, Bruno J.: Die Sammlung Siebold im Staatlichen Museum für Völkerkunde, München. In: Das alte Japan. Spuren und Objekte der Siebold-Reisen. Herausgegeben von Peter Noever. München 1997, S. 209f.
  • Richtsfeld, Bruno J.: Philipp Franz von Siebold (1796 - 1866). Japanforscher, Sammler und Museumstheoretiker. In: Aus dem Herzen Japans. Kunst und Kunsthandwerk an drei Flüssen in Gifu. Herausgegeben von dem Museum für Ostasiatische Kunst Köln und dem Staatlichen Museum für Völkerkunde München. Köln, München 2004, S. 97 - 102.
  • Yamaguchi, T., 1997. Von Siebold and Japanese Botany. Calanus Special No.I.
  • Yamaguchi, T., 2003. How did Von Siebold accumulate botanical specimens in Japan? Calanus Special No. V.
  • (Inggris) The Siebold herbarium Diarsipkan 2007-07-03 di Wayback Machine.
  • (Belanda) Philipp Franz von Siebold (1796 - 1866) Diarsipkan 2007-03-28 di Wayback Machine. Biografi

Catatan kaki sunting

  1. ^ "Philipp Von Siebold, 1796-1866, collectioneur in Japan". SieboldHuis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-16. Diakses tanggal 20 Mei. 
  2. ^ "The Japanese Collections". Universiteit Leiden. Diakses tanggal 20 Mei. 

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting

Terbitan sunting

Museum dan koleksi sunting

Universitas sunting

Biografi sunting