Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah perubahan (amendemen) pertama terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan pertama disahkan dalam Rapat Majelis Permusyawaratan Rakyat ke-12 pada tanggal 19 Oktober 1999, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 yang berlangsung pada tanggal 1421 Oktober 1999.

Dalam perubahan pertama ini, MPR mengubah beberapa pasal, yaitu Pasal 5 Ayat (1) yang. Berbunyi (1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat, Dan di ubah menjadi (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat., Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21.

Ikhtisar sunting

Perubahan-perubahan tersebut berdasarkan pasal-pasal, yakni:

  • Pada Pasal 5, Ayat (1) yang menyebutkan kekuasaan Presiden dalam membuat UU diubah menjadi hanya mengajukan UU.
  • Pada Pasal 7, periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden dibatasi dari tak terbatas menjadi hanya dua kali.
  • Pada Pasal 9, klausa yang ada ditegaskan sebagai Ayat (1), kemudian Ayat (2) baru ditambahkan dan menyebutkan bahwa jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang pelantikan, Presiden dan Wakil Presiden dapat bersumpah/berjanji di hadapan Pimpinan MPR, yang disaksikan oleh Pimpinan MA.
  • Pada Pasal 13, Ayat (2) dipindahkan dan dikembangkan ke Ayat (3) yang menyebutkan bahwa Presiden menerima duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Kemudian Ayat (2) diberikan klausa baru yang menyebutkan bahwa Presiden mengangkat duta untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.
  • Pasal 14 dimekarkan menjadi dua ayat. Ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA, sedangkan Ayat (2) menyebutkan bahwa Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR.
  • Pada Pasal 15, kata-kata dan ejaan dalam pasal tersebut ditata ulang dan frasa "yang diatur dengan undang-undang" ditambahkan.
  • Pada Pasal 17, kata-kata dan ejaan pada Ayat (2) ditata ulang, lalu klausa pada ayat (3) yang menyebutkan berbunyi "Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan" diganti menjadi "Setiap menteri membidangi urusan tertentu dan pemerintahan".
  • Pasal 20 dirombak secara besar-besaran dan jumlah ayat bertambah dari 2 menjadi 4 ayat. Kekuasaan DPR untuk hanya menyetujui UU yang dibuat Presiden berubah menjadi DPR-lah yang membuat UU tersebut. Ayat (2) dipindahkan ke Ayat (3) dan diubah susunan katanya mengikuti perubahan Ayat (1). Kemudian pada Ayat (2) yang telah kosong ditambahkan klausa bahwa setiap rancangan UU (RUU) akan dibahas bersama oleh Presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama. Terakhir Ayat (4) baru ditambahkan dan menyebutkan bahwa Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama sebelumnya menjadi UU.
  • Pada Pasal 21, jumlah ayat dikurangi dari 2 menjadi hanya 1 ayat. Ayat (1) yang menyebutkan bahwa DPR berhak mengajukan DPR kepada Presiden berubah menjadi DPR berhak mengajukan usul RUU (mengikuti perubahan pada Pasal 20). Sementara Ayat (2) dihapuskan.

Pasal 5 sunting

diubah menjadi

Pasal 7 sunting

diubah menjadi Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.}

Pasal 9 sunting

diubah menjadi

Pasal 13 sunting

diubah menjadi

sistem pemerintahan: presidensial

Pasal 14 sunting

diubah menjadi

Pasal 15 sunting

diubah menjadi

Pasal 17 sunting

diubah menjadi

Pasal 20 sunting

diubah menjadi

Pasal 21 sunting

diubah menjadi

Pranala luar sunting