Pertempuran Teluk Miyako
Pertempuran Teluk Miyako (宮古湾海戦 , Miyako-wan Kaisen) adalah pertempuran laut yang terjadi pada 6 Mei 1869 di Teluk Miyako, Domain Morioka (sekarang Prefektur Iwate), Jepang. Pertempuran ini adalah bagian dari Pertempuran Hakodate pada tahap akhir perang saudara di Jepang yang disebut Perang Boshin. Pasukan kekaisaran dari Pemerintah Meiji yang baru dibentuk melawan pasukan pemberontak dari Keshogunan Tokugawa yang ingin mempertahankan sistem feodalisme.
| ||||||||||||||||||||||||||||||
Persiapan
suntingSetelah menolak untuk tunduk kepada Pemerintah Meiji dalam Pertempuran Ueno dan Pertempuran Aizu, sisa-sisa tentara Bakufu yang loyal kepada Keshogunan Tokugawa melarikan diri ke utara untuk menduduki Pulau Hokkaido dan memproklamasikan Republik Ezo. Angkatan laut kekaisaran juga dilayarkan ke utara untuk memberi dukungan kepada pasukan invasi yang didaratkan di Hokkaido.
Angkatan laut kekaisaran diberangkatkan dari Tokyo pada 9 Maret 1869, dan tiba di pelabuhan Miyako, sebelah utara Sendai pada 20 Maret 1869. Armada kekaisaran berintikan kapal berlapis baja Kōtetsu buatan Prancis yang baru dibeli dari Amerika Serikat. Kapal-kapal lainnya dalam armada kaisar adalah Kasuga, Hiryū, Teibo, Yoshun, dan Moshun yang merupakan pemberian dari domain Saga, Chōshū, dan Satsuma untuk pemerintah pusat yang baru dibentuk pada tahun 1868. Armada kekaisaran keseluruhannya terdiri dari delapan kapal: Kōtetsu, Kasuga, 3 korvet kecil, dan 3 kapal transpor.
Kedatangan armada kekaisaran ditunggu-tunggu oleh pihak pemberontak yang memiliki rencana untuk merampas kapal perang baru Kōtetsu yang revolusioner pada waktu itu. Pihak pemberontak mengirim tiga kapal perang untuk melakukan serangan dadakan:
- Kaiten (kapal bendera Angkatan Laut Republik Ezo). Komandan Kaiten bernama Arai Ikunosuke, dan diawaki oleh prajurit elite Shinsengumi bersama pemimpin mereka Hijikata Toshizo, disertai mantan penasihat militer Angkatan Laut Prancis Henri Nicol yang dipilih ikut serta karena paham karakteristik Kōtetsu yang dibangun di Bordeaux, kota kelahirannya.
- Banryu yang dinaiki oleh kesatuan elite Yugekitai (遊撃隊) dan Clateau mantan intendans di Angkatan Laut Prancis sebagai penembak meriam.
- Takao (bekas Ashuelot) di bawah komando mantan perwira Angkatan Laut Prancis Eugène Collache bersama unit elite Shinkitai (伸木隊).
Armada pemberontak menemui cuaca buruk. Takao mengalami gangguan mesin, dan Banryu terpisah dari armada, dan akhirnya kembali ke Hokkaido tanpa ikut bertempur.
Jalannya pertempuran
suntingDengan tujuan mengejutkan lawan, Kaiten bersiasat mengibarkan bendera Amerika Serikat ketika memasuki pelabuhan Miyako. Kaiten berada di depan dan Takao menyusul jauh di belakangnya karena sedang mengalami gangguan mesin dan tidak dapat berlayar lebih cepat dari 3 knot (5,6 km/h).
Setelah kapal-kapal kekaisaran semakin dekat, Kaiten mengibarkan bendera Republik Ezo, beberapa detik sebelum Kōtetsu diserbu pasukan pemberontak. Kaiten menabrakkan haluannya ke lambung Kōtetsu, dan mulai menembak. Dek Kaiten ternyata lebih tinggi hampir tiga meter dibandingkan Kōtetsu. Akibatnya para samurai pemberontak harus melompat satu demi satu ke kapal Kōtetsu. Setelah menyadari adanya serangan dadakan, Kōtetsu berupaya menghalau para pemberontak dengan sebuah senapan Gatling. Akibatnya pihak pemberontak mengalami kerugian besar. Sebagian besar dari para samurai yang menyerbu tewas secara massal. Nicol luka tertembak dua butir peluru. Komandan pasukan penyerbu Koga Gengo tewas dam posisinya diambil alih oleh Laksamana Arai Ikunosuke. Dalam pertempuran ini Kaiten berhasil merusakkan tiga kapal musuh lainnya, namun tidak berhasil merebut Kōtetsu.
Kaiten sudah berlayar melarikan diri dari Teluk Miyako sambil dikejar armada kekaisaran (yang memang sedang memanaskan mesin-mesin mereka sebelum serangan dimulai) ketika Takao baru saja memasuki Pelabuhan Miyako. Takao berlayar terlalu lambat untuk dapat lepas dari kejaran, dan dikandaskan tidak jauh dari Teluk Miyako. Takao sengaja ditenggelamkan oleh para awak kapal yang melarikan diri ke darat. Sejumlah 40 awak kapal Takao (termasuk 30 orang samurai dan mantan perwira Prancis Eugène Collache) menjadi buronan selama beberapa hari sebelum akhirnya menyerah kepada pasukan pemerintah. Mereka dibawa ke Tokyo untuk dipenjarakan dan diadili. Meskipun nasib para pemberontak tidak diketahui, Collache akhirnya diampuni dan dideportasi ke Prancis.
Pascapertempuran
suntingPertempuran Laut Miyako adalah upaya gagah berani sekaligus putus asa dari Republik Ezo yang berusaha membungkam kapal perang Kōtetsu yang ditakuti oleh mereka. Peristiwa ini sekaligus tercatat sebagai kasus pertama manuver abordage (penyerbuan ke kapal) di Jepang. Meski usaha ini gagal, tenggelamnya Takao bukan merupakan kerugian berarti bagi pihak pemberontak.
Armada kekaisaran terus berlayar ke utara tanpa rintangan. Mereka berhasil melakukan operasi pendaratan dan dan memberi dukungan bagi ribuan tentara pemerintah dalam Pertempuran Hakodate.
Referensi
sunting- Hillsborough, Romulus (2005). Shinsengumi: The Shogun's Last Samurai Corps. Tuttle Publishing. ISBN 0-8048-3627-2.