Penyensoran di Taiwan

pembatasan kebebasan berbicara dan pers di Tiongkok daratan sebelum tahun 1949 dan Taiwan

Penyensoran di Taiwan (resminya Republik Tiongkok) sangat longgar ketika negara ini beralih dari otoritarianisme di tahun 1987. Sejak saat itu, media pada umumnya diizinkan untuk menyiarkan oposisi politik. Di masa kini, fokus penyensoran adalah fitnah dan pencemaran nama baik, hubungan lintas selat, dan keamanan nasional.

Sejarah

sunting

Zaman Jepang

sunting

Di tahun 1936 otoritas Jepang melarang Lee Shih-chiao memamerkan lukisannya, Reclining Nude (橫臥裸婦), di Pameran Seni Taiyang atas dasar ketidaksenonohan. Hal ini memicu protes yang meluas dari komunitas seni Taiwan karena karya-karya seniman barat yang serupa dipajang di museum-museum Jepang dan Taiwan.[1]

Zaman KMT

sunting

Di tahun 1941, selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan sebelum KMT menarik diri ke Taiwan, buku jilid kedua Inside Asia karya John Gunther, dilarang dan disensor oleh pemerintah Tiongkok.[2]

Di masa darurat militer di Taiwan (1948–1987), Republik Tiongkok yang dipimpin Kuomintang, sebagai negara otoriter, memberlakukan kendali ketat atas media. Partai-partai selain Kuomintang, seperti Partai Pemuda Tionghoa dan Partai Sosialis Demokratik China, dilarang. Media yang mengadvokasi demokrasi maupun kemerdekaan Taiwan dilarang. Li Ao, seorang aktivis politik yang terkenal di Taiwan, sekaligus nasionalis dan intelektual, lebih dari 96 buku yang ditulisnya dilarang dijual. Penulis Bo Yang dipenjara selama delapan tahun karena karya terjemahannya untuk kartun Popeye. Karya terjemahan itu diinterpretasikan sebagai kritik terhadap pimpinan Chiang Kai-shek. Media berbahasa Hokkien Taiwan juga dilarang. Anak-anak yang berbicara bahasa Taiwan di sekolah juga dihukum secara fisik. Perbaikan Undang-undang Kejahatan terhadap pidato yang menghasut di tahun 1992 mengakhiri persekusi oposisi politik. [butuh rujukan]

Pascademokratisasi

sunting

Undang-undang Penyensoran masih dipertahankan karena dapat diterapkan di Kawasan Taiwan, tapi tidak dipaksakan dengan kekakuan seperti sebelumnya. Wilayah-wilayah utama penyensoran, atau dugaan sensor, terdapat di dalam bidang politik, hubungan lintas selat, dan keamanan nasional. Organ-organ utama penyensoran adalah Komisi Komunikasi Nasional (KKN) dan Kantor Informasi Pemerintah (KIP). Garis kendali keruh yang diberlakukan pemerintah orde Kuomintang atas media, dengan cara kepemilikan partai atas aset media. Saat ini masalah itu telah diselesaikan oleh divestasi progresif terhadap aset-aset tersebut dari Kuomintang karena tekanan berkelanjutan dari Partai Progresif Demokratik.

Penyensoran politik di Taiwan

sunting

Berbagai undang-undang, yang mengatur pemilihan umum dan politik, membatasi publikasi dan penyiaran materi politik. Misalnya, dalam pemilihan umum lokal tahun 2005, berbagai CD dan video yang mengolok-olok para kandidat disita berdasarkan Undang-undang Pemilihan Umum dan Penghapusan. Undang-undang yang melarang promosi Komunisme sudah dihapuskan di tahun 2011.[3] Sehingga, Partai Komunis Taiwan dapat mendaftar sebagai partai politik di tahun 2008, dan menjadi partai terdaftar ke-141 di Taiwan.[4]

Banyak gerakan tidak terang-terangan telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyensor media yang tidak disukai. Di tahun 2006, pemerintah di bawah Partai Progresif Demokratik (PPD) menolak memperbarui izin-izin penyiaran saluran-saluran televisi tertentu yang para penyiarnya tidak mematuhi standar-standar penyiaran. Namun, gerakan ini menjadi kontroversi karena sebagian saluran yang gagal memperbarui izin penyiaran memiliki reputasi mendukung oposisi Kuomintang dalam program mereka.

Penyensoran penerbitan di Taiwan

sunting

Selama masa darurat militer, KMT, sebagai penguasa negara otoriter, memberlakukan kendali ketat terhadap penerbitan. Distribusi berbagai manifesto dan dokumen politik selain dari KMT, Partai Pemuda Tionghoa, dan Partai Sosialis Demokratik Tiongkok, dilarang dan penerbitan yang mengadvokasi demokrasi atau kemerdekaan Taiwan dilarang. KMT menemukan bahwa salah satu penyebab kegagalan perlawanan terhadap komunis adalah kebijakan mengenai karya sastra dan seni. Kemudian KMT memutuskan untuk mulai melarang buku-buku yang mengendalikan pemikiran rakyat—bukan hanya buku-buku komunisme yang dilarang tapi juga buku-buku yang menggemakan gagasan serupa dan yang penulisnya tinggal di wilayah komunis. Penerbitan dikelola secara ketat oleh Komando Garnisun Taiwan dan diatur oleh Undang-undang Pengendalian Penerbitan (出版物管制辦法) selama orde darurat militer. Buku-buku yang mengandung nama Karl Marx ditekan, demikian juga karya para penulis lain yang namanya dimulai dengan "M," seperti Max Weber dan Mark Twain, karena dalam bahasa Mandarin nama awal mereka terdengar sama dengan Marx. Meskipun sekarang hal ini menjadi bahan gurauan, pada saat itu benar-benar merupakan perwujudan pengendalian pikiran. Universitas menjadi persemaian bagi kelompok-kelompok kajian komunis. KMT mengetahui kampus-kampus universitas merupakan tempat-tempat gagasan dan pemikiran terbuka, sehingga kemudian menyewa informan siswa dalam kelas-kelas untuk memberi tahu Komando Garnisun mengenai siswa manapun yang mendiskusikan isu-isu yang mungkin terlihat sebagai ancaman terhadap KMT. Sebagian penerbitan komunis ilegal tetap di dalam arsip dan rak-rak belakang perpustakaan sebagian universitas, dan buku-buku itu akan memiliki cap yang menyatakan buku dan isinya diperintahkan ditahan. Larangan penerbitan juga mempengaruhi bahan-bahan pengajaran untuk karya sastra Tionghoa modern dan asing. Para penulis Tionghoa modern, seperti Lu Xun, Ba Jin dan Lao She dilarang, dan hukumnya diperluas sampai karya sastra yang mereka terjemahkan, seperti Ivan Turgenev, Emily Brontë atau Émile Zola. Li Ao, seorang aktivis politik terkenal di Taiwan, sekaligus seorang nasionalis dan intelektual, lebih dari 96 bukunya dilarang dari penjualan. Penulis Bo Yang ditahan selama delapan tahun karena karya terjemahannya, kartun Popeye, dianggap sebagai kritik terhadap pimpinan Chiang Kai-shek. Dan di bulan Juni 1952, murid Universitas Nasional Taiwan jurusan Arkeologi Ch'iu Yen-Liang ditangkap oleh komando Garnisun KMT dan ditahan selama 6 tahun untuk dugaan keanggotaan kelompok kajian marxis.

"Hanya mereka yang hidup di orde darurat militer tahu betapa pentingnya kebebasan dan demokrasi," kata Lee Shiao-feng [zh], seorang profesor sejarah di Universitas Shih Hsin.

Lee tahu dari pengalaman sendiri seperti apa kehidupan di orde darurat militer. Salah satu buku Lee, The Confession of a Defector (叛徒的告白), dilarang oleh otoritas dengan alasan bahwa buku itu "menyabotase kredibilitas pemerintah," "menghasut pertikaian antara pemerintah dan rakyat," "melanggar kebijakan nasional dasar," "membingungkan opini publik", dan "merusak sentimen populer."

Lee mengatakan bahwa dia merasa larangan tersebut "konyol" karena buku itu merupakan kumpulan artikel yang sudah dia terbitkan di surat kabar. Buku-bukunya ditarik kembali setelah beberapa bulan ada di rak. Majalah yang dia dirikan bersama di tahun 1979, di dasawarsa 1980an, mengalami takdir serupa. Majalah-majalah disita dan dia diperintahkan untuk menghentikan penerbitan selama satu tahun. Untuk menjaga majalah itu bisa terus terbit, Lee dan pengikutnya memperoleh izin lain untuk majalah yang namanya berbeda, the Asian. Ketika the Asian juga diperintahkan menghentikan penerbitan, mereka memperoleh izin lain untuk majalah, kali ini dengan nama Current. Semua publikasi harus memperoleh izin pemerintah, dan dari tahun 1951 sampai 1988, otoritas membatasi jumlah izin yang tersedia untuk menerbitkan surat kabar harian sampai 31, dengan jumlah halaman di setiap koran juga dibatasi secara hukum (pertama delapan, kemudian 12 halaman). Hal ini dilakukan dengan alasan "keterbatasan kertas". Selama periode ini, banyak koran yang dimiliki langsung oleh pemerintah, militer, atau KMT. Penerbit koran swasta biasanya anggota KMT. Satu-satunya koran yang terkadang menuliskan kritik moderat terhadap pemerintah (bersama dengan laporan berita yang terbaik) adalah Independence Evening Post. Surat kabar ini yang pertama kali mengirim wartawan ke Tiongkok, empat bulan setelah darurat militer dicabut, meskipun mendapat tentangan pemerintah.[5] Otoritas terus menolak koran ini menerbitkan pasar pagi yang lebih menguntungkan sampai tahun 1988.

Sejak darurat militer diangkat, penyensoran menurun tetapi tidak menghilang. Majalah-majalah baru yang bersemangat muncul. Salah satu yang terkenal adalah The Journalist, yang karangan khas mendalamnya meliputi isu-isu politik dan sosial yang dikombinasikan dengan kritik tajuk rencana untuk pemerintah maupun oposisi. Otoritas terus menekan diskusi yang dicetak mengenai kemerdekaan Taiwan, korupsi militer, dan pelibatan militer di dalam politik, dan menundukkan orang-orang yang menulis tentang topik-topik ini dengan memenjarakan mereka. Pada bulan Januari 1988, satu tahun setelah pencabutan darurat militer, otoritas mencabut pelarangan surat kabar baru dan menambah batas halaman menjadi 32. Sejak saat itu, pemerintah menerbitkan lebih dari 200 izin, dan 50 di antaranya sebenarnya penerbitan. Seperti majalah, surat kabar menjadi lebih berani dalam kesukarelaan mereka menerbitkan artikel-artikel penyelidikan dan analitis, demikian juga dengan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Sebagian surat kabar independen termasuk The Common Daily, The Independent Post, dan The Liberty Times menjadi lebih kritis dalam pendirian tajuk rencana mereka. Namun, pro KMT yang kukuh, China Times dan United Daily terus mendominasi pasar, dengan surat kabar lainnya bersaing memberi pelayanan sebagai surat kabar kedua bagi para pembaca. Sirkulasi total seluruh harian hampir mencapai enam juta eksemplar. Otoritas juga melepas larangan mereka di masa lalu terhadap bahan-bahan bacaan yang dicetak ulang dari Tiongkok Daratan, dan penindasan mereka terhadap gaya publikasi digunakan di sana. Di tahun 2007, selama ulang tahun ke-20 akhir darurat militer Taiwan, surat kabar lokal memberikan ruang besar untuk meliput budaya dan masyarakat dalam orde darurat militer, dengan memberi perhatian khusus pada pelarangan buku-buku, lagu-lagu populer, dan penerbitan surat kabar. Buku-buku yang ditekan dari dasawarsa 1950an sampai 1980an dan beberapa lagu yang dilarang menjadi bagian dari pameran, yang diorganisir oleh Kementerian Pendidikan dan Perpustakaan Pusat Nasional, sebagai salah satu acara mengenang orde darurat militer, yang secara resmi berakhir tanggal 15 Juli 1987. Para pengunjung saat pembukaan termasuk Presiden Chen Shui-bian dan Wakil Presiden Annette Lu, yang buku-bukunya terdapat dalam daftar yang dilarang selama dasawarsa 1970an dan 1980an, Liberty Times berbahasa Mandarin melaporkan pada tanggal 15 Juli. Sekitar 180 buku, 32 majalah dan koleksi cuplikan berita ditayangkan di pameran itu. Hal pertama yang diperlihatkan pada publik adalah bibliografi yang dihimpun oleh TGC, yang terdiri lebih dari 2.400 judul. Namun, buku-buku yang dilarang tanpa kecuali terjual dengan baik di bawah tanah. Salah satu contohnya adalah A Taste of Freedom, sebuah memoar karya Peng Ming-min, seorang pembangkang yang terkemuka. Buku Peng terjual begitu banyak sehingga hasilnya dapat membantu mendanai kampanye pemilihan para kandidat yang menentang KMT pada saat itu, demikian tulis Tsai Sheng-chi, seorang peneliti di Academia Historica, dalam brosur pameran.

Penyensoran musik dan pertunjukan di Taiwan

sunting

Banyak lagu, baik Tionghoa maupun Taiwan, dilarang di masa orde darurat militer. Lagu populer Tionghoa Teresa Teng, When Will You Return? (何日君再來) dilarang karena otoritas menganggap kata Tionghoa untuk "kamu" (君) -- dilafalkan jun dalam Mandarin—merupakan acuan pada "tentara" (軍) pembebasan Komunis, yang memiliki kesamaan pelafalan. Lagu Yao Su-ron (姚蘇蓉), The Breaker of a Pure Heart (負心的人), bukan hanya dilarang, Yao bahkan ditangkap di panggung sebelum bisa mulai menyanyikannya. Yao mendapat julukan "ratu lagu yang dilarang," karena 80 or 90 lagunya dilarang. Wen Shia (文夏), disebut-sebut sebagai "raja lagu yang dilarang", karena hampir 100 lagunya yang dilarang. Lagu-lagu Taiwan dengan judul seperti Mending the Net (補破網), Sentimental Memories (舊情綿綿) dan Mama, I Am Brave (媽媽我也真勇健) dianggap "merusak moral militer," "merefleksikan keadaan buruk rakyat" dan "menciptakan nostalgia kehidupan di Tiongkok Daratan." Statistik resmi memperlihatkan bahwa lebih dari 930 lagu dilarang dari tahun 1979 sampai 1987. Di antara 10 alasan yang diberikan oleh otoritas untuk pelarangan lagu-lagu adalah karena lagu-lagu itu mempromosikan ideologi sayap kiri, merefleksikan propaganda Komunis, merusak sentimen populer dan membahayakan kesehatan fisik dan mental anak muda. Penyensoran terhadap musik juga meliputi pelarangan seluruh pertunjukan dan tarian publik di bawah Undang-undang Kebebasan Berkumpul, pembenaran lainnya untuk hal ini adalah bahwa pesan musik live tidak dapat diatur. Selama awal dasawarsa 80an, kelompok musik cadas progresif yang pertama terbentuk, bernama Typhoons (semula bernama Vespers). Anggota kelompok musik itu adalah orang asing dari barat yang sedang belajar bahasa Mandarin pada saat itu, dan akan secara reguler mengadakan pertunjukan ilegal di dalam dan di sekitar Taipei. Pertunjukannya sendiri diiklankan sendiri dengan poster-poster buatan rumah dan selama pertunjukan, kawan-kawan mereka akan berdiri di luar menjaga kedatangan Komando Garnisun, jika mereka terlihat, kelompok musik itu akan diberi sinyal sehingga pertunjukan berhenti sesaat dan semua orang yang sedang menari akan segera duduk.

Hubungan lintas selat

sunting

Penggunaan sensor terbuka dan terselubung dalam hubungan dengan Tiongkok Daratan dan Republik Rakyat Tiongkok merupakan area kontroversi yang aktif. Misalnya, saluran satelit yang diterima untuk mengadopsi sikap tajuk rencana pro RRT atau pro penggabungan, seperti Phoenix TV, ditolak hak pendaratannya di Taiwan oleh pemerintah yang dikendalikan PPD. Demikian juga dengan kantor-kantor korespondensi yang mewakili kendali pemerintah RRT, Kantor Berita Xinhua dan People's Daily ditutup oleh pemerintah yang dikendalikan PPD. Kebijakan-kebijakan ini dibalikkan setelah pemilihan umum Kuomintang di tahun 2008.[butuh rujukan]

Penyensoran internet di Taiwan

sunting

Menurut satu survei yang dilakukan oleh Institut Industri Informasi Taiwan, satu organisasi nonpemerintah, sebanyak 81.8% rumah tangga memiliki akses pada Internet di akhir tahun 2011.

Konstitusi memberikan kebebasan berbicara dan kebebasan pers, dan otoritas secara umum menghormat hak-hak ini dalam praktiknya. Pers independen, pengadilan efektif, dan sistem politik demokratik yang berfungsi, bergabung melindungi kebebasan berbicara dan kebebasan pers. Tak ada pembatasan resmi mengenai akses pada internet atau laporan yang dapat dipercaya bahwa otoritas memonitor surel atau ruang percakapan internet tanpa kelalaian pengadilan.[6]

Situs web lembaga-lembaga RRT seperti Partai Komunis Tiongkok, Harian Rakyat dan Televisi Pusat Tiongkok dapat diakses dengan bebas dari Taiwan.[butuh rujukan]

Masa depan penyensoran di Taiwan

sunting

Otoritas untuk penyensoran di Taiwan sejak tahun 2006 adalah Komisi Komunikasi Nasional (KKN).[7] Pada tanggal 26 Juni 2006, laporan berita mengatakan bahwa tinjauan oleh Dewan Hakim Agung RT menemukan bahwa bagian dari Undang-undang Organisasi Komisi Komunikasi Nasional (misalnya Pasal 4) inkonstitusional, dan setelah 31 Desember 2008, ketentuan hukumnya tidak berlaku.[8]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Cheung, Han (12 July 2020). "Taiwan in Time: Private parts not allowed". www.taipeitimes.com. Taipei Times. Diakses tanggal 5 August 2020. 
  2. ^ The China Monthly Review. 96-97. J.W. Powell. 1941. hlm. 379. Diakses tanggal 4 June 2011. 
  3. ^ 不得主張共產分裂國土 刪除 Diarsipkan 2015-02-06 di Wayback Machine.,中央社,2011/05/16 (dalam bahasa Mandarin Taiwan)
  4. ^ 陳思穎 台北報導,〈人民可主張共產! 內政部:「台灣共產黨」申請備案獲准〉 Diarsipkan 2012-09-04 di Archive.is,《NOWnews》2008-08-12 (dalam bahasa Mandarin Taiwan)
  5. ^ Han Cheung (11 September 2016). "Taiwan in time: Freedom of the press, China style". Taipei Times. Diakses tanggal 11 September 2016. 
  6. ^ "Taiwan", Country Reports on Human Rights Practices for 2012, Bureau of Democracy, Human Rights and Labor, U.S. Department of State, 22 March 2013. Retrieved 27 December 2013.
  7. ^ "National Communications Commission Organization Act", Presidential Announcement, Gazette of the Office of the President No. 6658, November 9, 2005. Archived 15 August 2007.
  8. ^ "Experimenting Independent Commissions in Taiwan's Civil Administrative Law System: Perils and Prospects" Diarsipkan June 19, 2010, di Wayback Machine., Jiunn-rong Yeh, Workshop on Comparative Administrative Law, Yale Law School, 8 May 2009. Retrieved 27 December 2013.

Pranala luar

sunting
Laporan Tahunan Wartawan Tanpa Batas di Taiwan
International Freedom of Expression Exchange

Templat:Internet censorship by country