Pengorbanan manusia

Pengorbanan manusia adalah tindakan membunuh seseorang atau sekumpulan manusia sebagai persembahan untuk para dewa atau roh. Ritual pengorbanan manusia telah dilakukan oleh berbagai kebudayaan dalam sejarah. Pada Zaman Besi, perkembangan agama pada Zaman Aksial telah mengurangi praktik pengorbanan manusia di Dunia Lama. Praktik ini kemudian dianggap sebagai praktik barbar pada zaman klasik. Namun, di Dunia Baru, pengorbanan manusia masih dilakukan hingga bangsa Eropa menjajah Amerika.

Pengorbanan Polyxena oleh orang-orang Yunani yang baru saja memenangkan perang.

Pada masa modern, praktik pengorbanan manusia dikutuk oleh masyarakat dan agama dan hukum sekuler akan menghukum pelakunya karena dianggap telah melakukan pembunuhan. Dalam masyarakat yang melarang pengorbanan manusia, istilah "pembunuhan ritual"-lah yang digunakan.[1][2]

Bangsa Aztek dikenal sebagai bangsa yang melakukan pengorbanan manusia dalam jumlah yang besar sebagai persembahan untuk Huitzilopochtli untuk mengembalikan darah yang hilang, karena mereka berkeyakinan bahwa matahari setiap hari terlibat dalam pertempuran. Pengorbanan manusia dianggap akan mencegah kiamat yang dapat terjadi setiap 52 tahun. Pada saat penyucian kembali Kuil Agung Tenochtitlanpada tahun 1487, banyak sekali tawanan perang yang dikorbankan.

Sejumlah mumi anak-anak yang telah dikorbankan telah ditemukan di wilayah Inka di Amerika Selatan.[3]

Praktik tumbal manusia

sunting

Praktik mengorbankan manusia tercatat pernah dilakukan oleh orang Jepang kuno dan suku Ryukyu. Istilah dalam bahasa Jepang ialah hitobashira (tiang manusia).

Pada periode Silla, salah satu kerajaan Korea kuno, praktik pengorbanan manusia ditujukan untuk fondasi bangunan, bendungan atau tembok.[4]

Praktik mengorbankan manusia konon terjadi di berbagai tempat di Indonesia antara lain sebagai tumbal dalam proyek membangun jembatan.[5]

Kasus modern

sunting

Pada tahun 1963, sebuah kelompok kecil di Nuevo Leon, Meksiko, yang didirikan oleh dua bersaudara, Santos dan Cayetano Hernández, melakukan antara 8 dan 12 pembunuhan selama ritual berdarah termasuk meminum darah manusia. Kultus ini awalnya merupakan penipuan untuk mendapatkan uang dan layanan seksual, tetapi setelah seorang pelacur bernama Magdalena Solís masuk ke dalam organisasi tersebut, dia meresmikan pengorbanan manusia yang terinspirasi oleh ritual Aztec kuno sebagai metode untuk mengendalikan muridnya.[6][7][8]

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Boys 'used for human sacrifice'". BBC News. 2005-06-16. Diakses tanggal 2010-05-25. 
  2. ^ "Kenyan arrests for 'witch' deaths". BBC News. 2008-05-22. Diakses tanggal 2010-05-25. 
  3. ^ "Discovery Channel article". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-06. Diakses tanggal 2017-09-23. 
  4. ^ Ancient human sacrifice discovered in Korea, phys.org, 06-03-2019.
  5. ^ Balada Jembatan Ampera, detiknews, 06-03-2019.
  6. ^ Newton, Michael (2006). The Encyclopedia of Serial Killers . New York, NY: Facts On Files. hlm. 446. ISBN 0-8160-6195-5. magdalena solis encyclopedia of serial killers 
  7. ^ Webb, William (2013). More Scary Bitches!: 15 more of the scariest women you'll ever meet!. Absolute Crime Press. [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ "Magdalena Solís: Cult leader, blood drinker, and deadly serial killer". CrimeFeed.com. Investigation Discovery. March 13, 2015. Diakses tanggal October 1, 2017. 

Daftar pustaka

sunting