Pengeboman udara kota

Pengeboman udara kota dalam perang adalah unsur opsional dari pengeboman strategis yang menjadi merebak pada Perang Dunia I. Pengeboman kota makin berskala besar pada Perang Dunia II, dan masih diterapkan saat ini. Pengembangan bombardemen udara menandai meningkatnya kapasitas angkatan bersenjata untuk menjatuhkan serangan dari udara melawan penyerang, pangkalan militer, dan pabrik-pabrik, dengan risiko yang sangat mengurangi angkatan daratnya.

Satu-satunya reruntuhan yang dibiarkan setelah Pengeboman Guernica dari udara oleh Legiun Kondor dari Luftwaffe Jerman Nazi (1937).
Berkas:Frampol bombing.jpg
Frampol sebelum (kiri) dan setelah (kanan) serbuan pengeboman Luftwaffe Jerman pada September 1939 pada awal Perang Dunia II (kota tersebut hampir hancur seutuhnya).[1]
Reruntuhan kota Jerman Wesel setelah pengeboman area Sekutu intensif pada tahun 1945 menjelang akhir Perang Dunia II (persentase kehancuran 97% dari seluruh bangunan).

Catatan

sunting
  1. ^ Daniel Blatman, Rachel Grossbaum-Pasternak, Abraham Kleban, Shmuel Levin, Wila Orbach, Abraham Wein (1999). translation Volume VII, Yad Vashem, pp 406–407.

Referensi

sunting
  • Francisco Javier Guisández Gómez, a colonel in the Spanish Air Force ICRC: "The Law of Air Warfare" International Review of the Red Cross no 323, p. 347–363
  • Jefferson D. Reynolds. "Collateral Damage on the 21st century battlefield: Enemy exploitation of the law of armed conflict, and the struggle for a moral high ground". Air Force Law Review Volume 56, 2005(PDF) pp. 4–108
  • Charles Rousseau, Le droit des conflits armés, Editions Pedone, Paris, 1983

Bacaan tambahan

sunting