Pendidikan di Sumatera Barat

Pendidikan di Sumatera Barat telah dirintis oleh orang Minangkabau melalui pengajaran di dalam surau. Pada awal abad ke-20, Para pembaharu Minangkabau dari Timur Tengah mulai mengubah peran lembaga pendidikan di Sumatera Barat dari surau menjadi madrasah. Sekolah umum juga mulai didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-20. Pada dekade 1960-an, Didikan Subuh didirikan sebagai salah satu pendidikan nonformal di Sumatera Barat sebagai bentuk penentangan atas nasakom di Indonesia. Pada dekade 1970-an, pesantren menggantikan peran surau sebagai lembaga pendidikan agama Islam di Sumatera Barat.

Sejarah

sunting

Perubahan dari surau menjadi pesantren disebabkan adanya gerakan pembaruan keagamaan dan kebijakan pendidikan umum di Sumatera Barat. Surau tidak lagi dijadikan sebagai lembaga pendidikan di Sumatera Barat. Para pembaharu Minangkabau yang berinteraksi dengan para pembaharu di Timur Tengah telah menggantikan istilah surau dengan madrasah. Surau mulai mengalami penurunan fungsi sebagai lembaga pendidikan akibat keberadaan sekolah umum yang diperkenalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda selama masa penjajahan.[1]

Pada tahun 1909, Madrasah Adabiah menjadi lembaga pendidikan Islam pertama di Sumatera Barat yang mengadopsi hampir seluruh gagasan pendidikan modern yang diperkenalkan Belanda. Perbedaan antara Madrasah Adabiah dengan Hollandsch-Inlandsche School yang didirikan oleh Belanda hanyalah pada kurikulum dan penambahan mata pelajaran agama.[2] Pendidikan di dalam surau di Sumatera Barat sepenuhnya tergantikan dengan pesantren sejak dekade 1970-an.[3]

Pendidikan Islam

sunting

Di Sumatera Barat terdapat sebuah jenis pendidikan Islam yang dikenal sebagai Didikan Subuh. Perintis Didikan Subuh adalah orang Minangkabau. Didikan Subuh merupakan sebuah jenis pendidikan nonformal. Orang Minangkabau juga menyebarluaskan penerapan Didikan Subuh utamanya ke Kota Pekanbaru, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Utara.[4] Didikan Subuh dibentuk dan dikembangkan pada dekade 1960-an sebagai tanggapan atas ideologi nasakom yang dicetuskan oleh Partai Komunis Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.[5]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Satria 2016, hlm. 13-14.
  2. ^ Satria 2016, hlm. 14.
  3. ^ Satria 2016, hlm. 13.
  4. ^ Yahya 2022, hlm. 4.
  5. ^ Yahya 2022, hlm. 6.

Daftar pustaka

sunting