Pemberontakan Lê Văn Khôi

Pemberontakan Lê Văn Khôi (1833–1835) adalah sebuah pemberontakan berpengaruh di Vietnam pada abad ke-19, dimana di selatan Vietnam, umat Katolik Vietnam, para misionaris Katolik Prancis dan pemukim Tionghoa di bawah kepemimpinan Lê Văn Khôi menentang pemerintahan Kekaisaran Minh Mạng.

Pemberontakan Lê Văn Khôi

Kubu Kota Saigon yang dibangun Prancis direbut oleh para pemberontak pada 18 Mei 1833 dan diambil alih selama lebih dari dua tahun sampai September 1835.
Tanggal1833–1835
LokasiSelatan Vietnam
Hasil Kemenangan Dinasti Nguyễn
Pihak terlibat
Pemberontak Lê Văn Khôi
Siam
Dinasti Nguyễn
Tokoh dan pemimpin
Lê Văn Khôi
Rama III
Truong Minh Giang

Asal mula

sunting

Pemberontakan ini disebabkan oleh berbagai tuntutan Minh Mạng terhadap kubu selatan, yang mana menentang kekuasaannya dan cenderung memihak pada Kekristenan. Secara khusus Minh Mạng melakukan berbagai tekanan terhadap Lê Văn Duyệt, seorang mantan jenderal yang setia pada Kaisar Gia Long dan menentang penobatan Minh Mạng sebagai kaisar.[1] Setelah Lê Văn Duyệt meninggal dunia pada awal tahun 1831, makamnya dinodai (atau dinajiskan), dan dituliskan dengan kata-kata: "Di sini adalah tempat hukuman Lê Văn Duyệt yang terkenal jahat."[2]

Awal pemberontakan

sunting
 
Pemberontakan Lê Văn Khôi berniat mendirikan kembali garis penerus Pangeran Cảnh (gambarnya saat ia berkunjung ke Paris pada 1787).

Lê Văn Khôi, putra angkat dari jenderal Lê Văn Duyệt, juga telah dipenjara sebelumnya, namun memutuskan untuk melarikan diri pada 10 Mei 1833.[2] Tidak lama kemudian banyak orang bergabung dalam pemberontakan tersebut, dengan keinginan untuk membalas perlakuan Minh Mạng atas Lê Văn Duyệt dan menentang legitimasi Dinasti Nguyễn.[3]

Dukungan Katolik

sunting

Lê Văn Khôi menyatakan dirinya mendukung pemulihan kembali garis keturunan Pangeran Cảnh, pewaris sebenarnya dari Gia Long menurut aturan primogenitur, dalam diri putra Pangeran Cảnh yang masih tersisa —yaitu An-hoa.[4] Pilihan ini dirancang untuk memperoleh dukungan para misionaris Katolik dan umat Katolik Vietnam, sama seperti Lê Văn Duyệt yang mendukung garis keturunan Pangeran Cảnh.[4] Lê Văn Khôi juga berjanji untuk melindungi Katolisisme.[4]

Pada 18 Mei 1833, para pemberontak berhasil menguasai Kubu Kota Saigon (Thanh Phien-an).[4] Lê Văn Khôi mampu menaklukkan enam provinsi Gia Dinh dalam waktu satu bulan.[2] Para pelaku utama pemberontakan tersebut adalah umat Kristen Vietnam dan para pemukim Tionghoa yang telah lama menderita di bawah kekuasaan Minh Mạng.[3]

Dukungan Siam

sunting

Sebagaimana Minh Mạng membentuk sepasukan tentara untuk menumpas pemberontakan, Lê Văn Khôi membentengi dirinya dalam benteng Saigon, dan meminta bantuan orang-orang Siam.[2] Rama III, Raja Siam, menerima tawaran tersebut dan mengirimkan pasukan untuk menyerang provinsi An Giang dan Hà Tiên, serta pasukan kekaisaran Vietnam di Laos dan Kamboja.[4] Pasukan Siam disertai oleh 2.000 pasukan Katolik Vietnam di bawah komando Pastor Nguyen Van Tam.[5] Pasukan gabungan Vietnam-Siam ini dipukul mundur pada musim panas tahun 1834 oleh Jenderal Truong Minh Giang.[6] Lê Văn Khôi meninggal pada tahun 1834 selama pengepungan tersebut dan digantikan oleh Le Van Cu, putranya yang berumur 8 tahun.[2]

Kekalahan dan penindasan

sunting
 
Penyiksaan dan eksekusi Pastor Joseph Marchand pada tanggal 5 November 1835.
 
Eksekusi Jean-Charles Cornay pada 20 September 1837.

Butuh waktu tiga tahun bagi Minh Mạng untuk menumpas pemberontakan ini dan juga serangan Siam. Ketika benteng Phien An selesai dibangun pada bulan September 1835,[4] 1.831 orang dieksekusi dan dimakamkan dalam kuburan massal (sekarang terletak di Distrik Ketiga, Saigon).[2] Hanya 6 orang yang dibiarkan hidup untuk sementara waktu pada saat itu,[7] di antaranya adalah Le Van Cu dan Pastor Joseph Marchand, seorang misionaris Prancis dari Serikat Misi Luar Negeri Paris. Marchand tampaknya mendukung rencana Lê Văn Khôi untuk melakukan pemberontakan, dan meminta bantuan pasukan Siam, melalui komunikasi dengan rekannya di Siam, Pastor Jean-Louis Taberd. Hal ini mengungkapkan keterlibatan yang kuat dari kalangan Katolik dalam pemberontakan tersebut; Pastor Marchand disiksa dan dieksekusi pada tanggal 5 November 1835 beserta anak tersebut, Le Van Cu.[2]

Kegagalan pemberontakan ini membawa pengaruh buruk bagi komunitas Kristen di Vietnam.[3] Berbagai gelombang baru penganiayaan terhadap umat Kristen segera menyusul, dan ada tuntutan untuk menemukan dan mengeksekusi para misionaris yang tersisa.[5] Maklumat Anti-Katolik dikeluarkan oleh Minh Mạng pada tahun 1836 dan 1838. Sepanjang tahun 1836–1837 ada enam misionaris yang dieksekusi: Ignacio Delgado, Dominico Henares, Jean-Charles Cornay, José Fernández, François Jaccard, dan Uskup Pierre Dumoulin-Borie.[8][9]

Catatan

sunting
  1. ^ Chapuis, p.191
  2. ^ a b c d e f g Chapuis, p.192
  3. ^ a b c Wook, p.95
  4. ^ a b c d e f McLeod, p.30
  5. ^ a b McLeod, p.31
  6. ^ McLeod, pp.30–31
  7. ^ Nghia M. Vo - Saigon: A History - Page 53 2011 "The six principal leaders were sent to Huế to be executed. Among them were the French missionary Marchand, accused of being the leader of the Catholic rebel group; Nguyễn Văn Trấm, the leader of the hồi lương who took the command of the revolt after Lê Văn Khôi's death in 1834; and Lưu Tín, the Chinese leader."
  8. ^ McLeod, p.32
  9. ^ The Cambridge History of Christianity, p.517

Referensi

sunting