Partai Kebangsaan Indonesia Wanita

Partai Kebangsaan Indonesia Wanita, atau disingkat Parkiwa adalah salah satu partai politik yang pernah ada di Indonesia sebagai seksi partai khusus perempuan yang merupakan afiliasi Partai Kebangsaan Indonesia. Parkiwa hadir sebagai bentuk emansipasi perempuan dalam ranah politik dengan regulasi dan komite otonom dengan mengkhususkan diri pada lini edukasi, keterampilan, dan pemberdayaan kaum perempuan.[1]

Sejarah sunting

Partai Kebangsaan Indonesia Wanita atau Parkiwa tidak bisa dilepas dari nama Partai Kebangsaan Indonesia dan Paguyuban Pasundan. Sejarahnya, setelah pendudukan Jepang berakhir, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Maklumat 3 November 1945[2] Nomor X tentang pembentukan partai-partai politik. Berdirinya partai-partai politik oleh Pemerintah Republik Indonesia dipandang sebagai partisipasi aktif dari kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara serta dapat memperkuat perjuangan bangsa mempertahankan kemerdekaan.

Keluarnya maklumat tersebut menyebabkan partai-partai di Indonesia hidup kembali seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam Masyumi, Partai Buruh Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, dan sebagainya. Putera-puteri Tanah Pasundan atau ParaHyang di Jawa Barat berusaha merespon ini dengan upaya untuk berpartisipasi, organisasi yang popular saat itu, Paguyuban Pasundan, tidak langsung aktif kembali disebabkan figur Raden Oto Iskandar di Nata yang aktif berkontribusi di era revolusi dan dianggap sebagai figur yang dapat memimpin kembali Paguyuban Pasundan hilang secara misterius bersama beberapa tokoh kemerdekaan lainnya.

Namun kemudian muncul sebuah partai yang konon didalangi Belanda dengan nama Partai Rakyat Pasundan (PRP) yang mempunyai visi yang tidak sejalan dengan Paguyuban Pasundan. Hal tersebut memicu para anggota Paguyuban Pasundan untuk menghidupkan kembali organisasinya. Maka berdirilah kembali Paguyuban Pasundan di Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta dalam waktu hampir bersamaan. Selanjutnya Bandung ditetapkan sebagai pusat Pengurus Besar Paguyuban Pasundan dengan ketuanya R. S. Suradiradja.

Dalam kongres Paguyuban Pasundan tanggal 29-31 Januari 1949 di Bandung, diputuskan untuk mengubah nama Paguyuban Pasundan menjadi Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI) dengan maksud untuk memperluas perjuangan di bidang politik. Partai tersebut kemudian mengikuti pemilihan umum pertama Republik Indonesia pada tahun 1955. Namun suara yang didapat dalam pemilu tersebut sangat minim. Kekalahan tersebut menimbulkan perpecahan di tubuh PARKI. Akhirnya melalui referendum dalam kongres luar biasa PARKI tanggal 29 November 1959, partai tersebut memutuskan untuk mengubah namanya kembali menjadi Paguyuban Pasundan.

Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI) adalah partai politik yang pernah ada di Indonesia dan berpartisipasi sebagai peserta Pemilu 1955.[1][3][4][5] Parki juga mempunyai seksi partai khusus perempuan bernama Partai Kebangsaan Indonesia Wanita atau disingkat Parkiwa sebagai bentuk emansipasi perempuan dalam ranah politik dengan regulasi dan komite otonom.[1]

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c Elizabeth Martyn (2005). "The Women's Movement in Postcolonial Indonesia: Gender and Nation in a New Democracy.". RoutledgeCurzon - Taylor & Francis Group, London & NewYork. ISBN 978-0-415-30838-0, ISBN 0-415-30838-0. 
  2. ^ Panitia Pemilihan Luar Negeri Den Haag. "Sejarah Pemilu: Maklumat Hatta Nomor X Tahun 1945". Ppln.nl. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-29. Diakses tanggal 26 Juli 2015. 
  3. ^ Pringgodigdo, A. G. & Shadily, Hassan. (1973). Ensiklopedi Umum. Kanisius & Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta. ISBN 978-979-413-522-8.
  4. ^ (ed.) Freek Colombijn and Joost Coté. (2014). Cars, Conduits, and Kampongs: The Modernization of the Indonesian City, 1920-1960. KITLV. e- ISBN 978-90-04-28072-4.
  5. ^ Andrias Darmayadi, "Materi V Pancasila & UUD 45"[pranala nonaktif permanen]; Elib Universitas Ilmu Komputer. Diakses 26 Juli 2015

Bacaan lanjutan sunting

  • Kementrian Penerangan. (1951).Kepartaian di Indonesia. Djakarta.
  • Pringgodigdo, A. G. & Shadily, Hassan. (1973). Ensiklopedi Umum. Kanisius & Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta. ISBN 978-979-413-522-8.
  • Martyn, Elizabeth. (2005).The Women's Movement in Postcolonial Indonesia: Gender and Nation in a New Democracy. RoutledgeCurzon - Taylor & Francis Group, London & NewYork. ISBN 978-0-415-30838-0, ISBN 0-415-30838-0.
  • (ed.) Freek Colombijn and Joost Coté. (2014). Cars, Conduits, and Kampongs: The Modernization of the Indonesian City, 1920-1960. KITLV. e- ISBN 978-90-04-28072-4.
  • Ekajati, E. S. (2004). Kebangkitan Kembali Orang Sunda: Kasus Paguyuban Pasundan, 1913-1918. Bandung: Pusat Studi Sunda bekerja sama dengan Kiblat.
  • Suharto. (2002). Pagoejoeban Pasoendan 1927-1942: Profil Pergerakan Etno-Nasionalis. Bandung: Satya Historika.
  • Peran Intelektual di Paguyuban Pasundan. Harian Kompas Selasa, 13 Maret 2007.
  • Bertrand, Jacques. (2004). Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Cambridge Asia-Pacific studies. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Pranala luar sunting