Paremiologi adalah studi mengenai pepatah atau peribahasa (proverb), termasuk di dalamnya studi mengenai pengumpulan dan penulisannya (paremiografi).

Pepatah selalu dipelajari ilmuwan berbagai kalangan- ahli folklor, etnografer, ahli teori di bidang literatur, hingga ahli bahasa.[1] Meskipun pepatah atau peribahasa dalam linguistik Indonesia jumlahnya sangat banyak, paremiologi kurang mendapat perhatian di Indonesia. Hal ini ditandai dengan sedikitnya publikasi karya, kamus, atau buku-buku kumpulan pepatah atau peribahasa dalam bahasa Indonesia. Salah satu contoh negara dimana bidang paremiologi mendapat perhatian dan berkembang ialah Rusia. Aktivitas penulisan dan pengumpulan pepatah/peribahasa Rusia telah dilakukan sejak tiga ratus tahun yang lalu, dengan manuskrip peribahasa tertuanya terbit pada abad ke-17. Kamus peribahasa Rusia yang ada pun tidak hanya berupa kumpulan peribahasa (paremiograf) beserta artinya, tetapi ada pula yang menyertakan sejarah peribahasa tersebut beserta etimologinya.[2]

Ketertarikan/minat pada pepatah atau peribahasa ini telah ada serta dapat ditelusuri dari bukti catatan tertua yang ditulis dalam tulisan kuno berbentuk baji dari Sumeria, tulisan filosofis Aristoteles, hingga ke zaman Renaissance.[3] Pepatah atau peribahasa dijelaskan sebagai suatu frasa pendek, biasanya berasal dari folklor, mengandung kebijaksanaan, kebenaran, moralitas dan perspektif tradisional, yang diungkapkan dalam bentuk kiasan, bersifat stabil, dan dapat diajarkan/diteruskan dari generasi ke generasi. Pepatah populer seperti yang telah disepakati oleh para ahli, bersumber dari sepuluh inspirasi sebagai berikut: 1) kejadian penting atau kejadian yang sering terjadi; 2) hikayat, cerita dongeng, legenda, atau kisah tradisional; 3) kebiasaan orang-orang; 4) fabel/narasi fiksi; 5) perkataan orang bijaksana; 6) frasa yang banyak diucapkan; 7) fenomena yang tidak dapat dipahami; 8) sifat alami sesuatu hal; 9) sabda nabi; serta 10) potongan dalam sebuah pertunjukan.[4] Maksud dan tujuan diutarakannya pepatah akan tersampaikan dengan baik hanya bila digunakan pada situasi sosial yang tepat.[3] Banyak hal yang dapat dilakukan dalam membuat kajian pepatah. Jumlah minimal pepatah yang harus diketahui dan dikuasi dalam bahasa masing-masing atau disebut paremiological minimum, misalnya, yang telah diperkenalkan sejak tahun 70an. Contoh kajian lain yang dapat dilakukan ialah membuat daftar dan analisis perbandingan pepatah yang memiliki kesepadanan penuh (full equivalent) dari asal bahasa yang berbeda.[1] Contoh:

  • Lain negara, lain adat (Andere Länder, andere Sitten) - Bahasa Jerman
  • Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya - Bahasa Indonesia

Pendekatan serupa yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengumpulkan padanan relatif pepatah (relative equivalents) yang memiliki sedikit perbedaan dalam leksikal, gramatikal, maupun leksi-gramatikal, namun pada saat yang sama semua maknanya sama. Contohnya pepatah dalam bahasa Rusia dan bahasa Ceko yang memiliki kesamaan semantik ‘keputusanmu dan tindakanmu menentukan seperti apa kehidupanmu’, seperti berikut:

  • Každý (je) svého štěstí/osudu strůjcem - Bahasa Ceko
  • Всяк своего счастья кузнец - Bahasa Rusia
  • (Every man is the architect of his own fortune)

Studi lain yang sangat melekat pada paremiologi yaitu penelitian sejarah yang meliputi penggunaan kamus dengan variabel pendukung dan bila dimungkinkan menentukan asal pepatah, persebaran, kebertahanan, dan perkembangannya.[4][5] Sebagai objek kajian, pepatah juga dapat diteliti berdasarkan struktur, fungsi, dan gayanya. Karena kandungan kearifan yang terdapat di dalamnya, pepatah dapat diteliti dari kandungan isi, baik yang menyangkut karakter individu, masyarakat, maupun kebangsaan, di samping yang berkaitan dengan adat kebiasaan atau budaya yang berlaku. Demikian pula karena sifatnya yang klasik atau produk bahasa masa lalu, pepatah dapat dikaji dari segi makna dan mencari model pemahamannya, baik dalam konteks komunikasi lisan maupun dalam teks.[5]

Aspek Struktural sunting

Pepatah dipelajari dari perspektif karakteristik folklor, linguistik, serta perkamusan (lexicography) dengan menggunakan metode yang berbeda, sehingga menghasilkan terminologi yang berbeda-beda pula.[6] Pepatah tidak harus selalu dalam tampilan didaktik (bersifat mengajari) dan preskriptif (memberi petuah). Pepatah dapat tampil dengan penuh sindiran, ejekan (bersifat ironi), maupun kejenakaan/humor.[3] Kekhasan pepatah yang umumnya berupa percakapan, menyebabkannya mudah dipahami bahwa pepatah dapat tampil dalam struktur yang tidak sesuai tatabahasa dalam standar normal, sebagaimana struktur idiomatik yang tampil dalam anomali paradigma linguistik. Namun demikian, pepatah selalu tampil dalam sintaksis yang menarik.[6] Sebagai contoh:

  • Tidak ada mawar yang tanpa duri (No rose without a thorn)
  • Cepat matang, cepat busuk (Soon ripe, soon rotten)
  • Perlahan dan konstan memenangkan balapan (Slow and steady wins the race)
  • Seperti ayah, seperti anak (Like father, like son)
  • Semakin “besar” seseorang, semakin keras "jatuh" mereka (The bigger they come, the harder they fall)

Pepatah tampil dalam semua tipe utama struktur sintaksis. Beberapa pepatah tampil dalam tipe standar Subyek-Predikat-Objek (tipe SPO), seperti:

  • Batu yang bergulir tidak berlumut (A rolling stone gathers no moss)

Terdapat juga pepatah dalam bentuk pasif atau mengikuti formula Subyek-Predikat-Objek tak langsung-Objek langsung dalam bahasa asalnya. Contoh:

  • Anjing tua tidak dapat diajari permainan baru (You can’t teach an old dog new tricks)

Mengikuti pola Subyek-Kopula-Predikat nominal, seperti:

  • Waktu adalah uang (Time is money)

Dan tidak hanya tampil dalam kalimat sederhana dengan satu klausa, pepatah dapat pula tampil dalam kalimat kompleks yang mengandung lebih dari satu subklausa, dengan subklausa tersebut dapat berupa kata sifat; kata keterangan; maupun nominal, atau bahkan tampil dalam kalimat kompleks dengan klausa yang berdiri sendiri.[7] Contoh:

  • Kepalsuan bertahan satu jam dan kebenaran bertahan hingga akhir waktu (ةعاسلا مايق ىلإ قحلا ةلوجو ةعاس لطابلا ةلوج )
  • Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak (هزاران دوست کم‌اند و یک دشمن زیاد)

Berbagai pola pengulangan juga ditampilkan di samping formula struktur yang telah disebutkan. Pola pengulangan atau repetisi pada pepatah berguna untuk fokus pada istilah utama yang dibicarakan dan menekankan perbedaan yang jelas di antara elemen ulangan tersebut. Contoh:

  • Dimana ada asap disitu ada api (Where there’s smoke there’s fire)
  • Laki-laki tetaplah laki-laki (Boys will be boys)
  • Mata dibalas mata (An eye for an eye)

Pepatah yang ada dalam setiap kebudayaan, meskipun seluruhnya tidak dapat diterapkan secara universal dan berlaku dimana saja, melainkan harus disesuaikan dengan latar, merupakan alat pragmatis yang sangat berguna.[3]

Arti Penting Pepatah/Peribahasa sunting

Kebijaksanaan dalam pepatah/peribahasa merupakan sebuah fakta tidak terbantahkan, yang terdokumentasi secara baik, dari hasil pengumpulan, penulisan, serta pengklasifikasian pepatah yang dilakukan paremiografer.[4] Salah satu tujuan utama dipelajarinya pepatah, mengutip catatan pada pendahuluan dalam kamus besar pepatah Rusia, adalah untuk mengetahui semangat suatu bangsa atau semangat yang mendasari suatu bangsa.[1] Mempertimbangkannya sebagai entitas kebahasaan, pepatah dapat dilihat sebagai bentuk penggunaan bahasa yang menarik dan bernilai penting bagi masyarakat pemiliknya. Pepatah juga merupakan media linguistik dalam menyimpan memori kearifan, dimana potongan sejarah peradaban dan kebudayaan suatu masyarakat termuat di dalamnya. Selain sebagai bentuk kebahasaan figuratif, pepatah merupakan sarana untuk menjelaskan fenomena kehidupan, sebagai pernyataan, pengungkap, ilustrator, serta alat penasihat yang berharga. Kemampuan menguasai pepatah yang tidak secara mudah dapat dikuasai semua orang, menyebabkan orang yang pandai menggunakan pepatah mendapat posisi terhormat di dalam masyarakat.[5] Pepatah yang baru akan menjadi jelas maknanya apabila dilihat dari keseluruhan hubungan dalam kalimat, menjadikan pepatah itu berfungsi efektif sebagai strategi sosial bila digunakan secara tepat sesuai konteks. Seseorang tidak akan mengatakan suatu pepatah, kecuali menggunakannya untuk “bertanding” secara verbal. Dan pada akhirnya arti penting mempelajari pepatah dalam paremiologi modern yang merupakan fenomena tanpa batas tersebut, dapat membantu mengatasi kompleksitas dalam komunikasi keseharian di era kehidupan modern.[3]

Fasilitator Internasional sunting

Meningkatnya universalitas publikasi dan tingkat konektivitas di antara paremiolog secara internasional memungkinkan terjadinya perpindahan pepatah/peribahasa di seluruh dunia, dan mempelajarinya dalam studi komparatif. Muncul dari keterbutuhan akan fasilitator dalam pertukaran dan difusi studi paremiologi serta area lain yang berkaitan, dibentuklah asosiasi paremiologi internasional bernama The Associação Internacional de Paremiologia / International Association of Paremiology (AIP-IAP). Melalui pendirian sistem informasi berbasis jaringan internasional, AIP-IAP mendorong kerjasama internasional di antara pihak akademisi serta memotivasi peneliti muda dalam melakukan studi paremiologi untuk melindungi dan melestarikan kekayaan budaya yang diturunkan para sesepuh dan orang-orang yang lebih tua di antara mereka. Aktivitas utama yang dilakukan AIP-IAP sebagai wujud kontribusi terhadap pertukaran pengalaman di antara paremiografer, paremiolog, atau siapa saja yang memiliki minat dalam kajian tematik pepatah/peribahasa ialah realisasi rapat pertemuan yang diadakan setiap tahun di Tavira, Portugal (Interdisciplinary Colloquia on Proverbs (ICPs), http://www.colloquium-proverbs.org). Informasi lebih lanjut mengenai organisasi dan keterangan tentang kegiatan yang dilakukan lainnya dapat diketahui dari situs resmi AIP-IAP, http://www.aip-iap.org.[4] Paremiologi teoretis dan paremiologi empiris modern membawa wawasan baru tentang perilaku manusia dan cara berkomunikasi. Dengan memperbandingkan hasil penelitian secara internasional, paremiolog dapat menambah pencerahan berdasarkan wawasan kebijaksanaan pada dunia dan kemanusiaan.[3]

Referensi sunting