Pan-Islamisme
Pan-Islamisme (اتحاد الاسلام) awalnya adalah paham politik yang lahir pada saat Perang Dunia II (April 1936)[1]
[2] mengikuti paham yang tertulis dalam al-A'mal al-Kamilah dari Jamal-al-Din Afghani[3] Kemudian berkembang menjadi gerakan memperjuangkan untuk mempersatukan umat Islam di bawah satu negara Islam yang umumnya disebut kekhalifahan.[4]

Latar Belakang
suntingKemunculan ideologi Pan-Islamisme tidak dapat terlepas dari kondisi sosio-historis umat Islam yang mengalami kemunduran pada abad 18 hingga 19 Masehi. Secara lebih detail, berikut merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi kemunculan Pan-Islamisme, yaitu:
- Adanya ekspansi militer, ekonomi dan kebudayaan bangsa-bangsa Barat di negara Islam Timur Tengah dan seluruh negara dunia yang terdapat umat muslim di dalamnya atau akibat globalisasi yang tidak terdapat filter(furqon) sistem syariah yang benar agar mampu menyaring perkara atau hal yang hak dan bathil sehingga dapat mengambil maslahat(manfaat) perkara yang hak(halal) menangkal perkara yang bathil(haram/syubhat) mudhorot(sia-sia/tidak bermanfaat)
- Adanya perpecahan dari umat Islam yang disebabkan oleh konflik antar madzhab atau sekte dalam Islam, seperti antara Islam Sunni(Ahlu sunah wal jamaah) dengan Islam Syi'ah(pembela Ali bin Abi Thalib) atau antara pecahan Syi'ah tersendiri diluar Suni yaitu Syiah(pembela Ali bin Abi Thalib) dengan Khawarij(penentang Ali bin Abi Thalib dari kalangan Syiah yang juga menentang Suni). Semua perpecahan itu merupakan fitnah yang disebabkan makar seorang Yahudi Yaman bernama Abdullah bin Saba pada masa itu yang memberikan informasi palsu mengenai wasiat nabi Muhamad sholallohu 'alaihi wassalam bahwa khalifah adalah Ali namun sesungguhnya nabi tidak pernah sama sekali memberikan wasiat tersebut sedangkan penunjukan Khalifah pertama hingga keempat adalah melalui Majelis Syuro yang berisikan para sahabat radhiallohu' anhu melalui musyawarah dan mufakat yang telah dibai'at bersama untuk meneruskan memimpin umat setelah peninggalan rosulullah nabi Muhamad sholallohu 'alaihi wassalam selain itu diduga ada efek dari kabar palsu Abdullah bin Saba tersebut menjadi penyebab makar dari pihak Kaum Munafik yang digembongi Abdullah bin Ubay atau pihak Yahudi yang berkhianat terhadap perjanjian Piagam Madinah yang melanggar isi perjanjian ataupun pihak bekas orang-orang Persia yang menjadi pekerja di Madinah yang melakukan pembunuhan terhadap khalifah atau orang-orang munafik bekas Persia di Kegubernuran Kufah yang melakukan makar bersama orang-orang munafik bekas Bizantium di Kegubernuran Mesir terhadap kekhalifahan di Madinah dengan memberikan isu berita hoax(kabar palsu) mengenai kebijakan Khalifah ketiga serta surat palsu yang bukan ditulis oleh sahabat melainkan orang-orang munafik sehingga menyebabkan pembunuhan kembali Khalifah ketiga dan terakhir isu hoax(berita dusta) mengenai info penyebab pembunuhan khlifah ketiga dari kalangan sahabat padahal penyebabnya bukan dari kalangan sahabat melainkan orang-orang munafik yang terpengaruh hasutan Abdullah bin Saba sehingga menjadikan sahabat terpecah belah atau dalam kata lain para sahabat telah dipecah menjadi Suni dan Syiah dan di adu domba melalui perang shifin oleh pihak tertentu yang hasad/dengki terhadap kekhalifahan sahabat(khulafaur rasyidin) yaitu orang-orang munafik pendusta hingga Hasan bin Ali cucu Nabi Muhmad sholallohu 'alaihi wassalam sebagai pewaris setelah Khalifah keempat membuat keputusan yang sangat baik(hasan) sebagimana riwayat nabi yang mengatakan bahwa "kelak anak ini(Hasan) akan menjadi juru damai umat muslim" yaitu menyerahkan mandat kekhalifahan kepada gubernur damaskus dari Bani Umayyah keluarga Khalifah ketiga sebagai bentuk kebijaksanaan dan keadilan yang diambil Hasan bin Ali ditandai dengan tahun persatuan umat saat itu kemudian berubah menjadi Kekhalifahan dinasti monarki sesuai riwayat rosulullah sholallohu 'alaihi wassalam bahwa "setelah 100 tahun masa sahabat kepemimpinan akan menjadi kerajaan(kekhalifahan dinasti monarki)" hingga Kekhalifahan Umayyah selesai kemudian dikembalikan kepada Bani Abasiyah keluarga Hasan bin Ali
- Perkembangan intelektual umat mengakibatkan Dinasti Kekhalifahan terjadi penyelewengan amanah ketika seharusnya setelah Kekhalifahan Dinasti Umayyah selesai dikembalikan kepada Dinasti Abasiyah dan apabila Kekhalifahan Dinasti Absiyah selesai akan diadakan musyawarah dan mufakat melalui Majelis Syuro diantara kalangan sahabat rodhiallohu 'anhum dan seterusnya jika selesai masa Kekhalifahan yaitu sampai Khalifah wafat kembali Majelis Syuro bermusyawarah dan mufakat untuk menentukan Khalifah penggantinya. Kekhalifan Dinasti yang turun-temurun berbeda dengan sistem Kekhalifahan asli (salafi/ortodoks) yang berdasarkan amanah dari musyawarah dan mufakat serta tujuanya ialah akhirat bukan dunia pada masa para sahabat radhiallohu 'anhu dengan berdasarkan suri tauladan rosulullah sholallohu 'alaihi wassalam yaitu sifat shidiq(benar), tabligh(menyampaikan), amanah(dapat dipercaya), dan fathonah(cerdas) dengan kriteria itu akan memimpin umat dengan pedoman dua bughul Al.Qu'an dan Hadis(Sunah) atau syariah
- Perkembangan syariah umat Islam yang lambat karena anggapan bahwa pintu ijtihad dalam Islam telah tertutup akibat pengaruh idialisme-ideialisme barat yang kebanyakan bertentangan dengan syariat seperti liberalisme(kebebasan yang melampaui batas), komunisme(keadilan bukan sama rata sama rasa akan tetapi menempatkan sesuatu pada tempatnya), demokrasi(menimbulkan pemberontakan yang melampaui batas karena tidak taat terhadap pemimpin yang telah dibai'at), fasisme(penguasaan dunia untuk kepentingan duniawi semata dengan kejam bukan untuk akhirat dan keadilan), sekulerisme(yang memisahkan atauran syariat(Al. Qur'an dan Sunah) dengan aturan dunia mengikuti hawa nafsu manusia sehingga menyebabkan kerusakan adat-istiadat dan norma-norma tatanan sosial), feminisme(gerakan melampaui batas dari kebodohan terhadap syariat islam yang bermaksud memuliakan wanita bukan menjadikan barang yang murah untuk eksploitasi pihak tertentu demi keuntungan duniawi semata yang rendah dibanding akhirat), dan lainya
- Berdasarkan Sunah Sahabat dengan cara pertama, mengirimkan surat delegasi berisi keterangan mengenai kebenaran islam tentang ketuhanan yang maha esa yang hakiki menyampaikan pesan yang dibawa utusan tuhan(rosulullah shallohu 'alaihi wassalam) nabi akhir zaman berupa Al.Qur'an yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya(Tauret, Zabur, & Injil) berisi kabar gembira bagi umat manusia yang mau menerima kebenaran(beriman) berupa surga yang berisi kenikmatan di akhirat dan peringatan bagi yang menolak kebenaran(kafir) akan azab neraka yang pedih di akhirat serta konsekuensi bagi pemimpin negri yang dituju delegasi tersebut apabila menolak akan menanggung dosa seluruh rakyatnya. Kedua, memberikan opsi membayar pajak(Jizyah) sebagai pengganti dari menunaikan zakat(mensucikan harta) bagi penduduk selain Islam (Non. Muslim) kemudian akan diberikan jaminan hak tinggal dan keamanan serta hak memeluk agama selain islam. Ketiga, opsi terakhir apabila opsi pertama dan kedua ditolak maka jalan terakhir untuk mencapai perdamaian adalah perang.
Pan-Islamisme bertujuan untuk menegaskan kembali landasan-landasan umat Islam dalam membangun nasionalisme demi kemajuan peradaban Islam. Tujuan yang ingin dicapai Pan-Islamisme, yakni:
- Menghapuskan penjajahan bangsa Barat terhadap umat Islam
- Menghilangkan sifat kesukuan dan golongan untuk mempersatukan umat Islam serta membentengi dari pengaruh blok golongan modern yaitu blok barat(liberal), blok timur(komunis), ataupun blok poros(fasis) ataupun pemberontak yang melanggar perjanjian atau bai'at penduduk suatu negri untuk taat terhadap Allah, rosulnya, dan ulil amri(pemimpinya) sesuai pedoman Al.Qur'an dan Sunah atau syariah
- Membangkitkan solidaritas antar umat Islam yang bernasib sengsara karena dominasi kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat(Penjajah)
- Membangun sebuah sistem pemerintahan Khilafah untuk memajukan peradaban Islam yang syariah dan maju untuk tujuan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat
Pengaruh
suntingPada perkembangannya, Pan-Islamisme mampu menarik perhatian dari masyarakat Islam. Mereka menerapkan gagasan Pan-Islamisme dalam aspek agama, politik, pendidikan, sosial dan budaya. Dalam buku Gerakan Islam Abad XX (1986) karya Murtadha Muthahhari, pengaruh Pan-Islamisme mampu membangkitkan kesadaran umat Islam untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat. Selain itu, ideologi Pan-Islamisme juga dijadikan dasar dalam melawan absolutisme dari penguasa dunia Islam. Beberapa tokoh nasionalis dunia Islam menggunakan Pan-Islamisme sebagai dasar perlawanan kolonialisme dan imperialisme. Berikut tokoh-tokoh gerakan nasionalis dunia Islam yang menggunakan Pan-Islamisme sebagai ideologi perlawanan :
- Arabi Pasha dari Mesir memimpin gerakan perlawanan terhadap Inggris
- Reza Shah Pahlavi yang berusaha menyatukan nasionalisme Mesir dengan ajaran Syiah
- Houari Boumedine dari Aljazair yang menggagas sosialis-nasionalis Islam di Aljazair
- HOS Tjokroaminoto dari Indonesia mendirikan Sarekat Islam untuk menggalang persatuan umat Islam dalam melawan kolonialisme Belanda[5]
Lihat pula
suntingPranala luar
sunting- Azmi Özcan. Pan-Islamism: Indian Muslims, the Ottomans and Britain (1877-1924), Brill Academic Publishers, 1997, ISBN 90-04-10632-4 ISBN 978-90-04-10632-1
- Nazir Ahmad Khan Chaudri, Commonwealth of Muslim States: a plea for Pan-Islamism, al-Ahibba (Friends of the Muslim World Muhibban-e-Alam-e-Islami), 1972.
- M. Naeem Qureshi. Pan-Islam in British Indian Politics: A Study of the Khilafat Movement, 1918-1924, Brill Academic Publishers, 1999, ISBN 90-04-10214-0
Pustaka
suntingReferensi
sunting- ^ Davis Thomas Schiller, Paldstinenser zwischen Terrorismus und Diplomatie (Munich: Bernard & Graefe Verlag, 1982), p. 123. (German).
- ^ According to Klaus Gensicke in his important study, Der Mufti, pp. 233. The most detailed accounts of the uprising are to be found in Schiller, Paldstinenser, and Porath, Palestinian Arab National Movement
- ^ Jamal al-Din Afghani, Jamal al-Din al-Afghani: al-amal al-kamilah ; dirasah wa-tahqiq Muhammad Immarah, al-Muassasah al-Arabiyah lil-Dirasat wa-al-Nashr, 1979
- ^ Ottomanism, Pan-Islamism, and the Caliphate; Discourse at the Turn of the 20th Century, American University in Cairo, The Middle East Studies Program [1] Diarsipkan 2008-08-20 di Wayback Machine.
- ^ Prabowo, Gama (2020-12-10). "Sejarah Pan-Islamisme: Tujuan dan Pengaruhnya". Kompas. Diakses tanggal 2023-07-27.