Nafsul Radhiyah adalah jiwa yang telah menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.[1] Rasa keikhlasan akan mampu meliputi dirinya dalam segala hal.[1] Sang pemilik nafsu inipun akan melakukan sesuatu tanpa pamrih.[1] Nafsu Radhiyah berada setelah tingkatan nafsul Mutmainnah, yakni dapat diartikan sebagai nafsu yang ridho atau senang ketika berada di dekat Tuhan, termasuk mencintai, atau merasa puas jika bersama-Nya.[2] Nafsu ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu atau khusus (Arab: khawasul khawas).[2] Biasanya mereka adalah hamba-hamba Tuhan yang telah mencapai derajat waliyullah ( yang berarti kekasih Tuhan), hal ini disebabkan karena mereka mncintai Tuhannya.[2]

Kedermawanan adalah salah satu karakter yang dimiliki oleh orang yang bernafsu Radhiyah

Semua hal diserahkan pada kekuasaan dan keagungan Tuhan semata. Dalam agama Islam, nafsu ini telah disebutkan dalam AlQur'an surat Yunus ayat 62-63, sebagai berikut:Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.[3]

Sifat-sifat yang mereka miliki ditandai dengan kedermawanan, zahid, ikhlas, wara', taat mengerjakan syar'iat-Nya, kemuliaan batinnya yang selalu mengingat Tuhan.[3][4]

Referensi sunting

  1. ^ a b c Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Indonesia.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325
  2. ^ a b c Mujieb, Abdul (2009).Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali.Jakarta:Mizan.Hal 327
  3. ^ a b Susetya, Wawan (2006).Cermin Hati.Solo:Tiga Serangkai.Hal 19
  4. ^ Yasid, Abu.Fiqh Today:Fatwa Traisional untuk Orang Modern.Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama. Hal 28