Musik Yaeyama
Musik Yaeyama adalah genre musik tradisional yang berkembang di Kepulauan Yaeyama di Prefektur Okinawa, Jepang.[1] Musik Yaeyama memiliki keunikan tersendiri dari kawasan lain di wilayah Prefektur Okinawa. Ia memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari.
Musik Yaeyama | |
---|---|
Sumber aliran | Koyō (lagu kuna) |
Sumber kebudayaan | Kepulauan Yaeyama, Prefektur Okinawa |
Alat musik yang biasa digunakan | Sanshin, taiko, tepukan tangan, gong |
Subgenre | |
Yunta, jiraba, ayō, fushiuta, kōten, minyō |
Sejarah
suntingPenciptaan musik tradisional di Yaeyama modern sebagian besar didasarkan pada repertoar yang dibentuk pada tahun-tahun sistem nintōzei.[1] Divisi musik tradisional ke dalam sub-genre mencerminkan struktur sosial di Yaeyama sebelum abad ke-20. Genre yang berkaitan dengann kelas petani tua, sebagian besar ditampilkan tanpa alat musik, melainkan dengan pemukul genderang (taiko/teeku) dan gong (kane) dalam nyanyian ritual, sering dideskripsikan dengan istilah koyō (harfiah "lagu kuno").[1] Istilah koyō pertama kali digunakan oleh ahli bahasa Miyara Tōsō dalam buku berjudul Yaeyama Koyō (1928).[1]
Jenis-jenis
suntingPemakaian istilah koyō juga diaplikasikan untuk musik kontemporer di kawasan lain di Jepang. Namun, koyō khas Yaeyama memiliki konotasi lagu-lagu yang tak diiringi alat musik yang tidak pernah diadaptasikan untuk pertunjukkan panggung. Salah satu sub-genre terpenting dari koyō adalah yunta atau jiraba.[1] Yunta / jiraba dinyanyikan oleh para petani saat sedang melakukan pekerjaan bersama dan sering menceritakan tentang kehidupan sehari-hari di bawah sistem nintōzei. Juga terdapat banyak lagu ritual yang serupa (ayō) yang masih menjadi bagian penting upacara di permukiman dan pertanian Yaeyama. Genre koyō mengandung lagu-lagu yang jarang ditampilkan seperti sub-genre pengulangan "yungutu". Selain itu terdapat juga lagu-lagu berulang yang dikenal dengan nama kanfutsii.[1]
Selain genre koyō dari kelas petani, terdapat genre musik yang berasal dari kalangan bangsawan bernama fushiuta, minyō, dan koten minyō yang selalu ditampilkan bersama alat musik dawai sanshin.[1] Pemakaian sanshin di Yaeyama dulu merupakan penanda status kekayaan. Hanya kalangan bangsawan yang punya waktu luang yang mampu mempelajari sanshin.[1] Kontras dengan gaya koyō, yang banyak berkisar dalam ritual dan pertanian, fushiuta diciptakan sebagai sarana hiburan dan pembelajaran untuk kalangan yang lebih punya banyak waktu senggang. Fushiuta telah dinotasikan menggunakan kunkunshi sejak akhir abad ke-19.[1]