Meboros adalah salah satu tradisi yang masih berlangsung di Desa Busungbiu, Kabupaten Buleleng. Awal mula munculnya tradisi meboros berawal dari keberhasilan desa Busungbiu membangun Pura Puseh desa. Diceritakan kedatangan Gusti Patih Cili Ularan yang diiringi oleh 200 pasukannya dan dua orang penasehat, dari Suweca Pura menuju Tabanan tepatnya di Wong Ayu lalu ke Pucak Kedaton Watukaru. Setelah sekian lama mengembara, Gusti Patih Cili Ularan sampai di sebuah tempat yang bernama Gedang Janur (Busungbiu saat ini).

Ia bertemu dengan pimpinan desa yang saat itu dipimpin oleh Gede Mariada dan seorang tokoh agama Ida Pranda Sakti Sinuhun. Kedatangannya sangat diterima di desa Gedang Janur, pada saat itu Gusti Cili Ularan Hanya di dampingi 66 prajuritnya saja.

Dari latar belakang itulah mulai tergugah untuk membangun Pura Puseh desa, yang saat itu masih kecil dan dihuni beberapa orang saja. Setelah Gusti Patih Cili Ularan menetap di Gedang Janur, mulailah beliau membangun pura puseh desa dimana tokoh agama pada saat itu Ida Pranda Sakti Sinuhun akan memberikan I Bulu Pangi (kijang) sebagai sarana upacara.

Pada saat hari "pernamaning kapat" penanggalan Bali tepatnya sekitar tahun 1500 Masehi, upacara piodalan pertama dilaksanakan dan menggunakan sarana kijang sebagai sesajen upacara. Semenjak saat itulah masyarakat selalu menggunakan kijang sebagai sarana upacara dan melaksanakan tradisi meboros untuk mendapatkan hewan kijang.

Banyak makna yang terkandung dalam cerita awal mula pelaksanaan tradisi meboros diantaranya sebagai penanggalan untuk memperingati awal mula berdirinya Pura Puseh desa Busungbiu serta pegangan masyarakat desa Busungbiu untuk mempertahankan keberadaan tradisi meboros.[1]

Pustaka sunting

  1. ^ "Tradisi Meboros Kidang di Desa Busungbiu, Buleleng Sudah Ada Sejak Tahun 1500-an, Bagaimana Sejarahnya ?". Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-19. Diakses tanggal 2019-10-19.