Max Timisela (lahir 7 Juni 1944) adalah pemain sepak bola Indonesia dari Persib Bandung yang terkenal pada tahun 1960-an.[1] Ia berposisi sebagai penyerang. Dia pernah mengantarkan Persib ke tangga juara pada era Perserikatan serta pernah memperkuat tim nasional sepak bola Indonesia tahun 1963 sampai 1970.

Max Timisela
Tanggal lahir 7 Juni 1944 (umur 79)
Tempat lahir Kota Bandung, Jawa Barat,
Karier senior*
Tahun Tim Tampil (Gol)
1962-1979 Persib Bandung
Tim nasional
1963-1970 Indonesia
* Penampilan dan gol di klub senior hanya dihitung dari liga domestik

Profil sunting

Awal karier sunting

Karier bola Maxi diawali di Bandung, tepatnya di Cimahi. Saat duduk di bangku SMP PGRI Cimahi tahun 50-an, ia masuk ke klub UNI mengikuti kakak-kakaknya. Di klub peninggalan Belanda inilah bakat Max tergosok dengan maksimal. Dari sanalah pintu karier di Persib mulai terkuak. Maklum, saat itu nama UNI tengah harum-harumnya.

Akhirnya Maxi berkesempatan membela Persib pada tahun 1962. Namun seperti kebanyakan pemain muda lainnya, ia harus menghangatkan bangku cadangan dulu sebelum dipercaya mengisi posisi 11 pemain inti. Maxi pun melakukannya tanpa banyak protes. Akhirnya, setelah 3 tahun menyaksikan pertandingan dari bangku cadangan, Maxi terpilih menjadi salah satu pemain inti Persib.

Karier di tim nasional sepak bola Indonesia sunting

Bakat dan ketajaman Maxi mencetak gol membuat dirinya terpanggil membela timnas Indonesia-yang kala itu masih bernama PSSI, pada tahun 1963. Era sepak bola Maxi adalah yang terbaik setelah era Ramang. Nama besar Indonesia masih bergaung di seantero jagat sepak bola. Bahkan pada tahun 1965, Maxi bersama tim PSSI berkesempatan menjajal kemampuan di luar negeri dengan melakukan tur keliling Eropa, menyinggahi beberapa negara sepak bola antara lain Belanda, Jerman Barat, Bulgaria dan Yugoslavia.

Maxi menunjukkan kecanggihan olah bola serta naluri mencetak gol yang superior selama tur tersebut. Bahkan dirinya ditaksir untuk bermain di salah satu klub terkuat Eropa kala itu, SV Werder Bremen, yang dilatih pelatih legendaris asal jerman, Uwe Seeler. Bremen yang kala menjadi juara Bundesliga dan beberapa kompetisi tingkat Eropa, hanya berhasil menang tipis 6-5 melawan timnas Indonesia. Maxi mencetak dua gol pada laga tersebut, sedangkan 3 lainnya merupakan hattrick tandemnya, Soetjipto Soentoro.

Uwe Seeler yang terkesan dengan kemampuan Maxi dan Soetjipto, tanpa basa basi mengajak mereka berdua untuk tinggal di Jerman dan bergabung memperkuat klub tersebut. Namun akhirnya ‘transfer’ ini batal. Presiden Indonesia kala itu, Sukarno, mengatakan bahwa kemampuan mereka berdua masih dibutuhkan timnas PSSI. Maxi menerima keputusan tersebut dengan legowo. Apalah artinya pindah dan bermain di klub elite Eropa dibanding harus menanggalkan baju Garuda? Begitu katanya.

Maxi menjadi langganan tim nasional hingga tahun 1966. Ia berturut-turut tampil di kejuaraan Aga Khan Cup, King’s Cup, dan Merdeka Games. Selama bermain, Maxi dikenal sebagai pebola dengan bakat alami. Gaya permainannya bak pemain berdarah latin. Kecil, gesit, lincah, dan alot mengolah bola. Kemampuan liukan tubuhnya menggocek bola bahkan kini dibandingkan oleh beberapa orang dengan Lionel Messi.

Akhir karier sunting

Namun karier Maxi sebagai pebola tidak begitu panjang. Pada tahun 1970, cahayanya mulai pudar. Maxi adalah satu dari segelintir pemain bola Indonesia yang selama kariernya hanya bermain untuk satu klub. Ia memulai karier di Persib pada tahun 1962, dan gantung sepatu dari Persib dan sepak bola pada tahun 1979. Namanya pun kini sejajar dengan legenda Persib lainnya seperti Daman Suryatman, Vence Sumendap dan R.E Soehendar.

Setelah pensiun, Max Timisela pernah menjadi asisten pelatih dalam rentang waktu tahun 1986–1990. Prestasi yang dia dapat ketika menjadi asisten pelatih ialah saat dia menjadi asisten pelatih dari Nandar Iskandar, ketika itu PERSIB berhasil meraih juara di Kompetisi Perserikatan 1986. [https://web.archive.org/web/20200809141901/http://persibhistory.com/ Diarsipkan 2020-08-09 di Wayback Machine. [1]]

Kini Maxi hidup sederhana dan mencari nafkah dengan menjadi tukang dokumentasi Persib Bandung. Dirinya memang tak bisa dilepaskan dari klub berjuluk Pendekar Biru tersebut. Sesaat setelah pensiun, Max juga pernah menjabat sebagai pemandu bakat untuk Persib.

Maxi mengaku hidup untuk sepak bola. Meskipun amat sederhana, tetapi ia mengaku puas dan bangga, karena pernah tampil membela Indonesia di tingkat nasional. Kita harapkan dedikasi tanpa pamrih para legenda seperti Max Timisela dapat menginspirasi generasi garuda muda untuk terus membela bangsa!

Pranala luar sunting

Rujukan sunting

  1. ^ "2014 FIFA World Cup Brazil: Indonesia". FIFA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-24. Diakses tanggal 31 December 2012. 

Templat:Kuartet Tercepat Asia Dari Indonesia Era 60an