Maryana Marrasy

penyair dan penulis Suriah

Maryana Marrasy (Arab: مريانا بنت فتح الله بن نصر الله مراش, transliterasi: Maryānā bint Fatḥ Allāh bin Naṣr Allāh Marrāsy, lahir di Aleppo, Agustus 1848 – meninggal di Aleppo, 1919 pada umur 70 atau 71 tahun) adalah seorang penulis dan sastrawati Arab.[1] Ia dikenal sebagai sastrawati yang menghidupkan kembali tradisi majelis sastra Arab pada abad ke-19. Marrasy merupakan penulis pada periode kebangkitan sastra Arab abad ke-19 dan 20 yang disebut An-Nahdah. Ia juga merupakan perempuan Suriah pertama yang menerbitkan antologi puisi.[2] Dua kakaknya, Fransis Marrasy dan Abdallah Marrasy juga merupakan sastrawan Arab.[3]

Maryana Marrasy
Lahir1848
Aleppo, Suriah Utsmaniyah
Meninggal1919 – 1848; umur -72–-71 tahun
Aleppo, Suriah
PekerjaanPenulis, penyair
BahasaArab
PeriodeAn-Nahdah
PasanganHabib Al-Ghadban
KerabatKakak laki-laki:
Fransis Marrasy (1836-1874)
Abdallah Marrasy (1839-1900)

Kehidupan awal sunting

Marrasy lahir di Aleppo, Suriah yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah, dari keluarga saudagar Katolik Yunani Melkit. Selama abad ke-16 hingga abad ke-18, saudagar Suriah beragama Kristen menjadi mitra perdagangan utama pedagang-pedagang dari Eropa dengan adanya perjanjian antara Utsmaniyah dan beberapa negara Eropa. Kondisi ini membuat tumbuh dan berkembangnya keluarga-keluarga saudagar di Suriah termasuk pula di Aleppo yang menjadi salah satu pusat perdagangan di wilayah Asy-Syam.[4]

Kekuasaan Utsmaniyah yang meredup pada abad ke-19 membuat masyarakat di daerah kekuasaan Utsmaniyah beralih ke agama dan para pemuka agama sebagai simbol otoritas. Hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan beragama di Aleppo yang salah satunya mengarah ke pertikaian Katolik-Ortodoks di Aleppo tahun 1818 saat pasukan pemerintah Utsmaniyah lokal yang mendukung masyarakat Ortodoks membunuh 9 orang Katolik Melkit, 1 orang Katolik Suriah, dan 1 orang Maronit. Salah satu korban adalah anggota keluarga Marrasy bernama Butrus Marrasy. Orang tua Marrasy, Fathallah Marrasy, berusaha mendamaikan keluarganya dengan pertikaian tersebut dengan menulis pernyataan penolakan terhadap Filioque Katolik pada tahun 1849.[4][5]

Keluarga Fathallah memiliki ketertarikan terhadap sastra dan Fathallah sendiri mendirikan sebuah perpustakaan keluarga yang besar yang menjadi tempat tiga anak-anaknya mempelajari bahasa dan sastra Arab.[2] Marrasy juga belajar di sebuah sekolah Maronit kemudian pindah ke sebuah sekolah Evangelis.[1] Ia juga sempat belajar di Katedral Santo Yusuf Aleppo dan sekolah misionaris Prancis. Ia fasih berbicara dalam bahasa Arab, Prancis, dan Inggris.[6][7] Dididik di sekolah-sekolah keagamaan mempengaruhi Marrasy yang pada awalnya tidak menginginkan dirinya untuk menikah. Akan tetapi, pada akhirnya ia menikahi seorang pria bernama Habib Al-Ghadban.[8]

Karier sunting

Marrasy memulai karier kepenulisannya dengan menulis untuk majalah-majalah bahasa Arab di Beirut yaitu Lisan An-Hal dan Al-Jinan pada tahun 1870. Salah satu tulisannya untuk majalah Al-Jinan berisi protes terhadap kondisi perempuan Arab saat itu. Marrasy mengkritik penceritaan perempuan di dalam karya-karya sastra saat itu yang memandang perempuan sebagai makhluk pengecut dan penggila harta. Marrasy menulis bahwa justru karena posisi perempuan yang ditempatkan lebih rendah di dalam masyarakatlah yang menghalangi perempuan untuk memiliki sifat-sifat mulia. Ia kemudian menulis bahwa dalam melawan anggapan-anggapan demikian, perempuan sebaiknya mengembangkan nilai-nilai mereka sendiri seperti dalam hal adab dan pengetahuan. Marrasy menyerukan perempuan-perempuan Arab untuk menuntut ilmu serta berbicara dan menulis pikiran mereka tentang hal-hal yang penting bagi mereka.[2][7]

Marrasy juga dikenal sebagai penyair yang pada abad ke-19 menghidupkan kembali tradisi majelis sastra Arab. Majelis sastra di Dunia Arab dalam sejarahnya dahulu dirintis oleh penyair perempuan seperti Sukainah binti Al-Husain dan Walladah binti Al-Mustakfi sebelum majelis-majelis serupa bermunculan di Eropa pada abad ke-16. Marrasy melihat majelis-majelis sastra tersebut pada perjalanannya ke Prancis. Ia pun membuat rumahnya di Aleppo menjadi sebuah majelis sastra sebagai tempat berkumpul bagi orang-orang untuk berbicara mengenai sastra, mendiskusikan karya-karya sastra seperti Mu'allaqat, membaca puisi, serta memainkan musik dari alat musik ataupun fonograf. Saat berkumpul, Marrasy biasanya mengenakan pakaian serba hitam atau serba putih yang dibeli di Paris. Majelis sastra Marrasy juga menjadi tempat pertemuan bagi sastrawan-sastrawan Arab di Utsmaniyah saat itu seperti Qustaki Al-Himsi, Gabriel Ad-Dallal, Kamil Al-Ghazzi, dan Rizqallah Hassun. Acara perkumpulan beberapa orang seperti ini merupakan hal biasa di Aleppo namun umumnya tamu dipisah antara laki-laki dan perempuan. Hal yang berbeda di majelis sastra Marrasy adalah berbaurnya laki-laki dan perempuan baik Kristen maupun Muslim. Sejarawan asal Amerika Serikat, Keith David Watenpaugh, menyebutkan bahwa perkumpulan di majelis sastra menjadi penggambaran dari identitas dan modernisasi orang-orang Arab kelas menengah saat itu.[2][6][9][10]

 
Halaman depan dari Binti Fikr.

Karya sunting

Antologi puisi Marrasy yang berjudul Binti Fikr (بنت فكر, 'Buah Pikiran Perempuan') diterbitkan pada tahun 1893 di Beirut dan menjadi antologi puisi bahasa Arab pertama yang diterbitkan oleh seorang perempuan. Marrasy diizinkan untuk menerbitkan antologinya tersebut oleh pemerintah Utsmaniyah setelah ia membuat puisi yang berisi pujian kepada Sultan Utsmaniyah saat itu, Abdul Hamid II.[2] Ia juga menulis Tarikh Suriya Al-Hadits yang berisi mengenai sejarah Suriah Utsmaniyah.[9]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Kahhalah, U. R. (1977). اعلام النساء: في عالمي العرب والاسلام. Volume 5. Beirut: Mu'assasah Ar-Risalah. hlm. 34–36. 
  2. ^ a b c d e Zeidan, J. T. (1995). Arab Women Novelists: The Formative Years and Beyond. Albany: State University of New York Press. hlm. 50, 284. ISBN 0791421716. OCLC 42854941. 
  3. ^ Moosa, M. (1991). The Origins of Modern Arabic Fiction (edisi ke-2). Boulder: Lynne Rienner Publisher. hlm. 185. ISBN 0894106848. 
  4. ^ a b Wielandt, R. (1992). "Fransîs Fatḥallâh Marrâshs Zugang zum Gedankengut der Aufklärung und der französischen Revolution". Dalam van Gelder, G. J.; de Moor, E. The Middle East and Europe: Encounters and Exchanges. Amsterdam: Rodopi Publishers. hlm. 116–146. ISBN 978-90-5183-397-3. 
  5. ^ Kuroki, H. (1993). "The Orthodox-Catholic Clash in Aleppo in 1818". Orient. 29: 1–18. doi:10.5356/orient1960.29.1. 
  6. ^ a b Watenpaugh, K. D. (2006). Being Modern in the Middle East: Revolution, Nationalism, Colonialism, and the Arab Middle Class. Princeton: Princeton University Press. hlm. 52–54. ISBN 978-0-691-15511-1. JSTOR j.ctt9qh0b1. 
  7. ^ a b Zachs, F.; Halevi, S. (2015). Gendering Culture in Greater Syria: Intellectuals and Ideology in the Late Ottoman Period. London: I.B. Tauris. hlm. 23–26. ISBN 9781780769363. 
  8. ^ Hill, P. (2020). Utopia and Civilization in the Arab Nahda. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 71. doi:10.1017/9781108491662. ISBN 9781108491662. 
  9. ^ a b Hadidi, S. (2008). "Syria - The short story and poetry". Dalam Ashour, R.; et al. Arab Women Writers: A Critical Reference Guide, 1873-1999. Kairo: American University in Cairo Press. hlm. 60–61, 440. ISBN 9789774161469. 
  10. ^ Watenpaugh, H. Z. (2010). "The Harem as Biography: Domestic Architecture, Gender and Nostalgia in Modern Syria". Dalam Booth, M. Harem Histories: Envisioning Places and Living Spaces. Durham: Duke University Press. hlm. 230. ISBN 978-0822348580. 

Pranala luar sunting