Larasati adalah nama tokoh dalam tradisi pewayangan Jawa. Tokoh pewayangan ini disisipkan ke dalam kisah Mahabharata, suatu wiracarita karya Krishna Dwaipayana Wyasa dari India. Tokoh ini merupakan ciptaan pujangga Jawa, dan tidak ditemukan dalam naskah asli Mahabharata yang berbahasa Sanskerta.[2]

Larasati
Tokoh pewayangan
Karakteristik
  • Rarasati (nama kecil Dewi Larasati) bermata jaitan, hidung mancung, muka agak mendongak.[1]
  • Bersanggul gede (besar) dengan sebagian rambut terurai.[1]
  • Berjamang dan sunting waderan, berkalung bulan sabit, bergelang dan berpontoh.[1]
  • Berselendang dan menggunakan Kain dodot putren.[1]
KediamanKademangan Widarakandang
Keluarga
  • Ken Sayuda (ibu)
  • Prabu Rukma (ayah)
  • Arjuna (suami)
  • Bambang Sumitra dan Brantalaras (anak)

Dalam pewayangan, Larasati sering dipanggil dengan nama Dewi Rarasati, dan dikisahkan sebagai salah satu istri Arjuna (berbeda dengan naskah kitab Mahabharata).[3] Dalam pewayangan, walaupun seorang wanita, Larasati mempunyai keahlian dalam keprajuritan, terutama memanah.[4]

Riwayat sunting

Kisah Larasati hanya tersedia dalam cerita pewayangan, karena tidak tercatat dalam kitab Mahabharata dari India. Menurut pewayangan, Larasati merupakan putri dari Harya Prabu Rukma, kakak dari Dewi Kunti yang merupakan ibu Arjuna, sehingga sebenarnya Larasati dan Arjuna masih saudara sepupu.[4] Ibu Larasati bernama Ken Sayuda, yang merupakan seorang wanita penghibur di Istana Madura.[2] Sebuah hubungan di luar nikah terjadi antara Harya Prabu yang waktu itu masih remaja dengan Ken Sayuda (dikisahkan bahwa Ken Sayuda terlebih dahulu yang mendekati Harya Prabu Rukmana) sehingga wanita penghibur itu hamil.[2] Bayi yang lahir dari skandal tersebut bernama Larasati.[2] Untuk memelihara nama baik keraton, Ken Sayuda yang sedang hamil dikawinkan dengan Demang Antagopa.[4] Mereka lalu tinggal di Kademangan Widarakandang.[4] Ken Sayuda setelah menjadi istri Demang Antagopa bernama Nyai Sagopi.[4]

Beberapa tahun setelah Larasati lahir, Prabu Basudewa Raja Mandura, mengungsikan tiga orang anaknya ke Widarakandang.[2] Mereka adalah Kakrasana, Narayana dan Lara Ireng alias Bratajaya (Subadra).[2] Oleh sebab itu, Larasati dan Bratajaya bersahabat sejak mereka masih kanak-kanak.[2] Persahabatan ini tetap akrab setelah keduanya menjadi istri Arjuna.[2]

Dewi Larasati mempunyai tiga saudara laki-laki yang juga lahir dari peristiwa skandal yang melibatkan ibunya;[5] ketiganya menjadi patih di negara yang berbeda.[5] Saudara pertamanya bernama Pratayoga yang merupakan anak gelap Prabu Kuntibojo yang kemudian menjadi patih di Kerajaan Mandura.[5] Saudaranya yang kedua bernama Udawa yang merupakan anak gelap Prabu Basudewa yang kemudian menjadi patih di Kerajaan Dwarawati, dan saudara yang ketiga bernama Adi Manggala yang merupakan anak gelap Ugrasena yang menjadi patih di Kadipaten Awangga.[5]

Dari pernikahan Larasati dengan Arjuna, lahir dua anak, yaitu Bambang Sumitra dan Branatalaras.[5] Seperti keakraban Larasti dengan Dewi Subadra, kedua anaknya itu juga akrab dengan Abimanyu putra Subadra yang juga merupakan istri dari Arjuna.[5] Dalam Baratayuda, Bambang Sumitra dan Brantalaras gugur, beberapa saat sebelum Abimanyu gugur dalam peperangan.[5]

Kepribadian sunting

Dalam cerita pewayangan, adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh Dewi Larasati adalah sebagai berikut:[6]

  • memiliki pendirian yang kuat.
  • memiliki kelembutan pada dirinya.
  • memesona ketika berbicara.
  • mampu untuk meredakan emosi kemarahan.[6]
  • berkepribadian yang menarik hati.[6]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d "Larasai Dewi, Dewi Rarasati". Diakses tanggal 5 mei 2014. 
  2. ^ a b c d e f g h Tim Penulis Sena Wangi (1999). Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta: Sekretariat Nasional Pewayangan indonesia (SENA WANGI). hlm. 837. ISBN 9799240034. 
  3. ^ R. Rio Sudibyoprono (1991). Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 135. ISBN 9799240034. 
  4. ^ a b c d e Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono (2010). Rupa & Karakter Wayang Purwa Dewa, Ramayana, Mahabarata. Jakarta: Kakilangit Kencana. hlm. 848. ISBN 9786028556262. 
  5. ^ a b c d e f g Tim Penulis Sena Wangi (1999). Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta: Sekretariat Nasional Pewayangan indonesia (SENA WANGI). hlm. 838. ISBN 9799240034. 
  6. ^ a b c M. Nasruddin Anshoriy Ch (2008). Neo Patriotisme: Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Lkis. hlm. 206. ISBN 9791283672.