Konflik horizontal

istilah yang merujuk pada perseteruan perorangan atau kelompok yang memiliki kedudukan setara


Konflik horizontal merupakan terminologi konflik yang terjadi antar individu atau kelompok organisasi yang memiliki kedudukan yang sama atau setara.[1][2] Konflik ini dapat terjadi sebagai akibat dari kurangnya komunikasi dua pihak yang setara, benturan persepsi yang ada di antara dua pihak yang setara yang dapat berupa benturan pendapat, dan atau faktor yang paling penting yaitu perbedaan yang jelas atau mencolok.[2][3][4]

Definisi Konflik sunting

Pada dasarnya, konflik adalah hal yang normal di dalam kehidupan sosial masyarakat. Tidak ada masyarakat yang berdekatan yang tidak memilliki konflik dan tidak ada cara pamungkas untuk menyelesaikan konflik. Semakin bebas masyarakat, maka semakin besar peluang untuk terciptanya suatu konflik (Haris,2005).[2]

Penyebab Konflik Membesar sunting

Salah satu penyebab konflik membesar adalah seberapa besar kebebasan di masyarakat itu (Haris,2005).[2] Selain itu, sentimen SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) diyakini dapat membuat suatu konflik horizontal yang skalanya kecil berkembang menjadi konflik horizontal skala besar.[3] Hal ini juga diperkuat oleh faktor masyarakat yang cenderung mempunyai sifat "sumbu pendek" atau mudah terpancing emosinya.[4] Pendeknya sumbu ini mengalangi akal sehat dan kesabaran untuk berpikir menghargai perbedaan. Hal-hal kecil dengan cepat meledak jika pelakunya berbeda dari sisi SARA, sementara hal-hal yang lebih besar akan mudah diterima jika pelakunya dari kelompok yang sama (Riyanta, 2016).[4][5]

Selain faktor SARA, konflik dengan mudah membesar jika masalah dibumbui oleh kesenjangan-kesenjangan seperti ekonomi. Pihak yang merasa marjinal atau yang mempunyai banyak massa akan dengan mudah sakit hati, dan cepat tersulut sehingga kerusuhan meledak.[4][6][7]

Otonomi daerah dan ketidakcakapan pemimpin bisa menjadi salah satu pemicu konflik horizontal. Pemimpin daerah yang cenderung menjadi raja-raja kecil di daerah akan memunculkan rasa kedaerahan/kesukuan yang kuat dan kurang menghargai negara sebagai entitas utama yang harus dijunjung tinggi.[2][4]

Penyebab lain Konflik/kerusuhan membesar adalah lemahnya aparat keamanan untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan dini potensi konflik. Tidak berwibawanya aparat keamanan di lapangan membuat pelaku konflik merasa negara tidak hadir dan hukum tidak ada. Apapun akan mereka lakukan demi meluapkan amarah, emosi, dan sentimen perbedaan yang mereka miliki.[4][8]

Selain itu, terutama pada saat pemilihan umum, kampanye hitam diyakini dapat menjadi sumber konflik horizontal.[9][10] Sebagai contoh adalah konflik horizontal yang terjadi terutama di warganet ketika Pemilihan umum legislatif Indonesia tahun 2014, Pemilihan umum presiden Indonesia 2014 serta Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 di dalam negeri.[11][12] Di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, konflik horizontal yang dipicu pemilu terjadi setelah Pemilihan umum Presiden Amerika Serikat 2016.[13][14] Hal ini terlihat dari konflik yang terjadi di Charlottesville, Virginia pada Agustus 2017.[15]

Faktor adanya kelompok kepentingan atau vested interest juga diyakini dapat membuat konflik horizontal semakin membesar. Hal ini dapat terlihat ketika konflik yang terjadi di Maluku terutama di Kota Ambon pada akhir 1990-an.[16]

Contoh Konflik Horizontal sunting

Referensi sunting

  1. ^ Sosiologi 2. Yudhistira Ghalia Indonesia. ISBN 9789796768264. 
  2. ^ a b c d e f 1957-, Haris, Syamsuddin,; Indonesia., Asosiasi Ilmu Politik; Indonesia., Partnership for Governance Reform in; Diponegoro., Universitas (2005). Desentralisasi dan otonomi daerah : desentralisasi, demokratisasi & akuntabilitas pemerintahan daerah (edisi ke-Cet. 2). Jakarta: LIPI Press. ISBN 9789799801418. OCLC 70921065. 
  3. ^ a b "Mengapa Konflik Horizontal Mudah Terjadi di Indonesia?". www.neraca.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-05. 
  4. ^ a b c d e f g Tohamaksun, M. (2016-08-02). "Mengapa Konflik Horizontal Mudah Terjadi di Indonesia?". ANTARA News. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  5. ^ "Konflik Horizontal di Banggai Sulteng Berhasil Diatasi - Poskota News". Poskota News. 2017-08-28. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-06. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  6. ^ a b antaranews.com (2017-08-16). Marboen, Ade P, ed. "Kiara desak pemerintah selesaikan konflik horizontal nelayan". ANTARA News. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  7. ^ a b "Konflik Horizontal di Sektor Transportasi". Sindonews.com. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  8. ^ "Pemerintah Diminta Tangkal Penyebab Konflik Horizontal". BenarNews. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  9. ^ a b Zeky, Hikmah. Sari, Henny Rachma, ed. "Bawaslu sebut kampanye negatif picu konflik horizontal". Merdeka.com. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  10. ^ a b Siregar, Asmadi Pandapotan (2014-02-19). "Zuhri: Pemilu dan Konflik Horizontal Dua Hal yang Saling terkait". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  11. ^ a b Kuwado, Fabian Januarius (2017-07-10). Asril, Sabrina, ed. "Jokowi Minta Polri Antisipasi Konflik Horizontal dan Vertikal". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-05. 
  12. ^ a b Dinillah, Mukhlis (2017-06-20). "Kalaupun Ada, Isu Agama di Pilgub Jabar tak Akan Timbulkan Konflik Horizontal". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  13. ^ CNN, Nicole Gaouette,. "Can Donald Trump be a CEO and a president?". CNN. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  14. ^ CNN, Stephen Collinson,. "Donald Trump's GOP civil war". CNN. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  15. ^ Stolberg, Sheryl Gay; Rosenthal, Brian M. (2017-08-12). "Man Charged After White Nationalist Rally in Charlottesville Ends in Deadly Violence". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  16. ^ a b John., Pieris, (2004). Tragedi Maluku : sebuah krisis peradaban : analisis kritis aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan (edisi ke-Ed. 1). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9789794615133. OCLC 60193833.