Kimia nano adalah suatu cabang ilmu yang merupakan kombinasi antara kimia dan nanosains. Kimia nano berhubungan dengan sintesis dari blok pembangun yang bergantung pada sifat ukuran, permukaan, bentuk dan kecacatan. Kimia nano digunakan dalam ilmu kimia, material dan fisik, serta teknik, biologi dan aplikasi medis. Kimia nano dan bidang nanosains lainnya memiliki konsep inti yang sama tetapi penggunaan konsep tersebut berbeda.

Citra SEM (1,2,3) dari 1: seekor semut 'melihat' pada microchip, 2: kantilever pada microchip menyentuh substrat karbon nanotube 3: tampak dekat dari deposisi berkas elektron karbon nanotube dilas pada microscantilevers; dan citra TEM dari 4: karbon nanotube multiwalled sebenarnya digantung antara dua microcantilevers 5: tampak dekat dari struktur kulit dari karbon nanotube.

Awalan nano- (pada nanochemistry) diberikan pada kimia nano ketika para ilmuwan mengamati perubahan yang aneh pada material ketika mereka berada dalam ukuran skala nanometer. Beberapa modifikasi kimia dilakukan pada struktur berskala nanometer, menyetujui dampak dari ketergantungan terhadap ukuran.

Kimia nano dapat ditandai dengan konsep ukuran, bentuk, perakitan diri, cacat dan bio-nano; Maka sintesis setiap konstruksi nano yang baru berhubungan dengan semua konsep-konsep ini. Sintesis konstruksi nano bergantung pada bagaimana permukaan, ukuran dan bentuk akan mengarah pada perakitan diri dari blok pembangun menjadi sebuah struktur fungsional; mereka mungkin memiliki cacat fungsional dan mungkin akan berguna bagi permasalahan elektronik, fotonik, medis atau bioanalitik.

Struktur kerangka fullerene, C60

Silika, emas, polidimetilsiloksana, kadmium selenida, besi oksida dan karbon adalah material yang menunjukkan kekuatan transformatif kimia nano. Kimia nano dapat membuat agen pengontras paling efektif untuk MRI dari besi oksida (karat) yang memiliki kemampuan mendeteksi kanker dan bahkan membunuh mereka pada tahap awal mereka. Silika (kaca) dapat digunakan untuk membelokkan atau menghentikan cahaya di jalurnya. Negara-negara berkembang juga menggunakan silikon untuk membuat sirkuit bagi fluida untuk mencapai kemampuan deteksi patogen yang dikembangkan dunia. Karbon telah digunakan dalam berbagai bentuk dan akan menjadi pilihan yang lebih baik untuk material elektronik.

Secara keseluruhan kimia nano tidak berhubungan dengan struktur atom senyawa namun hal tersebut mengenai cara-cara yang berbeda dari transformasi material menjadi solusi bagi permasalahan. Kimia terutama berkaitan dengan derajat kebebasan atom dalam tabel periodik namun kimia nano membawa derajat lain dari kebebasan yang mengontrol perilaku material.[1]

Metode kimia nano dapat digunakan untuk membuat nanomaterial karbon seperti karbon nanotube (CNT), graphene dan fullerene yang telah mendapatkan perhatian dalam beberapa tahun terakhir karena sifat mekanik dan listrik mereka yang luar biasa.

Aplikasi

sunting

Kedokteran

sunting

Salah satu aplikasi yang sangat diteliti dari kimia nano adalah obat. Sebuah produk perawatan kulit sederhana dengan menggunakan teknologi kimia nano adalah tabir surya. Tabir surya mengandung nanopartikel dari seng oksida dan titanium dioksida.[2] Zat kimia nano ini melindungi kulit terhadap sinar UV yang berbahaya dengan menyerap atau memantulkan cahaya dan mencegah kulit dari mempertahankan kerusakan penuh akibat fotoeksitasi dari elektron dalam nanopartikel. Secara efektif, eksitasi partikel akan menghalangi sel-sel kulit dari kerusakan DNA.

Listrik

sunting

Komposisi Kawat nano

sunting
 
Nanopartikel kadmium selenida (CdSe)

Ilmuwan juga menemukan sejumlah besar komposisi kawat nano dengan panjang, diameter, doping, dan struktur permukaan yang dikendalikan dengan menggunakan strategi fasa uap dan larutan. Kristal-kristal tunggal yang berorientasi telah digunakan dalam perangkat kawat nano semikonduktor seperti dioda, transistor, sirkuit logika, laser dan sensor. Karena kawat nano memiliki satu struktur dimensi yang berarti permukaan yang luas untuk rasio volume, resistensi difusi berkurang. Selain itu, efisiensi mereka dalam transpor elektron yang disebabkan oleh efek penahanan kuantum, membuat sifat kelistrikan mereka dipengaruhi oleh gangguan minor.[3] Oleh karena itu, penggunaan kawat nano ini dalam elemen nanosensor meningkatkan sensitivitas respon elektrode. Seperti disebutkan di atas, salah satu dimensi dan fleksibilitas kimia dari semikonduktor kawat nano membuat mereka dapat diterapkan dalam nanolaser. Peidong Yang dan rekan-rekan kerjanya telah melakukan beberapa penelitian tentang nanolaser kawat nano ultraviolet pada suhu ruang di mana sifat signifikan nanolaser ini telah disebutkan. Mereka telah menyimpulkan bahwa menggunakan panjang gelombang pendek dari nanolaser memiliki aplikasi dalam berbagai bidang seperti komputasi optik, penyimpanan informasi, dan mikroanalisis.[4]

Katalisis

sunting

Nanoenzim

sunting

Material dengan struktur nano terutama digunakan dalam enzim berbasis nanopartikel telah menarik perhatian karena sifat-sifat khusus yang mereka tunjukkan. Ukuran yang sangat kecil dari nanoenzim ini (1-100 nm) telah memberi mereka sifat unik dari optik, magnetik, elektronik, dan katalitik. Selain itu, kontrol dari fungsi permukaan partikel nano dan struktur nano enzim berukuran kecil ini yang dapat diprediksi telah membuat mereka untuk menciptakan struktur yang kompleks pada permukaan mereka yang pada gilirannya memenuhi kebutuhan aplikasi khusus[5]

Penelitian

sunting
 
Sebuah serat optik membungkus seberkas cahaya pada sehelai rambut manusia. Kawat nano tersebut berukuran sekitar seperseribu lebar rambut.

Terdapat berbagai peneliti dalam kimia nano yang telah dikreditkan dengan perkembangan bidang ini. Geoffrey A. Ozin, dari University of Toronto, dikenal sebagai salah satu "bapak pendiri Kimia nano" karena nya empat setengah dekade penelitian mengenai topik ini. Penelitian ini meliputi studi tentang Isolasi Matriks Laser spektroskopi Raman, kimia serta fotokimia cluster logam, material nanopori, nanomaterial hibrid, material mesoskopik, dan kawat nano anorganik ultra tipis.[6]

Kimiawan lain yang juga dipandang sebagai salah satu pelopor kimia nano adalah Charles M. Lieber dari Harvard University. Dia dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan teknologi skala nano, khususnya di bidang biologi dan kedokteran. Teknologi tersebut termasuk kawat nano, kelas material baru kuasi satu dimensi yang telah menunjukkan sifat listrik, optik, mekanik, dan termal yang tinggi dan dapat digunakan secara potensial sebagai sensor biologis.[7] Penelitian di bawah arahan Lieber telah menyelidiki penggunaan kawat nano untuk tujuan pemetaan aktivitas otak.

Di Indonesia, salah satu peneliti yang dianggap sebagai "Bapak Nano Indonesia" adalah Nurul Taufiqu Rochman. Ia adalah peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sekaligus sebagai Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia LIPI, dikenal sebagai pakar nanoteknologi terkemuka Indonesia. Ia berhasil menciptakan nanosilika tahun 2004;[8] mesin penggiling nanopartikel High Milling 3D Motion pada 2005.[9] Dengan mesin penggiling tersebut, ia menciptakan tinta spidol berbahan dasar arang kelapa.[10] Dari hasil temuannya ia memiliki 12 paten (dua diantaranya terpilih dalam buku 100 Inovasi Indonesia) dan hak cipta (di antaranya 1 Paten Jepang yang telah dikabulkan dan diterapkan di Perusahaan Kyushu Tabuchi sejak 2003).[11]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Cademartiri, Ludovico; Ozin, Geoffrey (2009). Concepts of Nanochemistry. Germany: Wiley VCH. hlm. 4–7. ISBN 978-3527325979. 
  2. ^ "Uses of nanoparticles of titanium(IV) oxide (titanium dioxide, TiO2)". Doc Brown's Chemistry Revision Notes NANOCHEMISTRY. 
  3. ^ Liu, Junqiu (2012). Selenoprotein and Mimics. hlm. 289–302. ISBN 978-3-642-22236-8. 
  4. ^ Huang, Michael (2001). "Room Temperature Ultraviolet Nanowire Nanolasers". Science. 
  5. ^ Aravamudhan, Shyam. "Development of Micro/Nanosensor elements and packaging techniques for oceanography". 
  6. ^ Ozin, Geoffrey (2014). Nanochemistry Views. Toronto. hlm. 3. 
  7. ^ Lin Wang, Zhong (2003). Nanowires and Nanobelts: Materials, Properties, and Devices: Volume 2: Nanowires and Nanobelts of Functional Materials. Spring Street, New York, NY 10013, USA: Springer. hlm. ix. 
  8. ^ Rochman, Nurul T. (2007). "Research and Development of Nanotechnology in Indonesia". Proceedings International Conference on Advanced Materials and Practical Nanotechnology, Indonesian Nanoletter. 1 (1): 1–7. 
  9. ^ Rochman, Nurul T. (28–31 Oktober 2007). "Development of Instrumentation for Producing Nanoparticle (New Design of High Energy Ball Mill)". Proceedings of Seminar on Advanced Materials Research Group. Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia (B5-01~016). 
  10. ^ "Dunia Nano Nurul Taufiqu Rochman..." Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 6 Juli 2007. 
  11. ^ Rochman, Nurul T. (2009). Nano di Alam, Lebih Dekat dengan Nanoteknologi. Jakarta: Nanotech Indonesia Press. 

Bacaan lebih lanjut

sunting