Kebebasan Akademis di Uni Eropa


Kebebasan akademik merupakan salah satu unsur kebebasan yang memilihi hubungan dengan kebebasan berbicara. Pada dasarnya, Uni Eropa telah menjamin kebebasan akademis di dalam Piagam Hak Asasi Uni Eropa (Charter of Fundamental Rights of European Union)[1] yang dirilis pada tahun 2000 serta di dalam Konvensi Eropa terkait Hak Asasi Manusia (European Convention of Human Rights).[2] Kebebasan akademik bersifat penting ketika pengetahuan telah tercipta melaui pertentangan terhadap kepercayaan dan pemahaman ortodoks (kaku), sehingga karena sifat pekerjaannya tersebut kaum akademisi akan berhadapan dengan pemerintah dan pihak terkait.[3]

Pada dasarnya, akademisi akan bertanggung jawab terhadap penemuan ilmiah yang sangat penting sehingga tanpa pekerjaan mereka, dunia akademik tidak akan berkembang dan juga keuntungan yang dinikmati pada saat ini tidak akan mungkin dirasakan oleh orang kebanyakan. Sehingga untuk memungkinkan kaum akademik mengembangkan ide baru serta mempertentangkan pemahaman yang sudah ada, perlu adanya jaminan kebebasan akademik untuk melakukan suatu penelitian serta mendiskusikan ide-ide dan masalah-masalah yang terkait bidang ilmu yang dipelajari serta menyatakan apa yang mereka simpulkan baik melalui publikasi di depan para siswa tanpa adanya intervensi dari pihak berwenang atau politisi dan atau pihak administrasi lembaga akademik yang berwenang, terkecuali hasil penelitian yang mereka sampaikan menyalahi kaidah-kaidah akademik yang telah disepakati.[3]

Definisi sunting

Kebebasan akademis merupakan puncak tertinggi dari demokrasi dan masyarakat yang bebas.[4] Sifat kebebasan akademis adalah sine qua non (sesuatu yang bersifat dasar) [5] di dalam fungsi universitas modern. Menurut Karran (2009),[3] kebebasan akademis merupakan kebutuhan dasar yang diciptakan dari ilmu pengetahuan yang mempertanyakan kepercayaan dan pemahaman yang bersifat ortodoks. Hal tersebut juga dijelaskan pada Magna Charta Universitatum (EUA,1988) yang berbunyi "Freedom in research and training is the fundamental principle of university life, and government and universities, each as far as in them lies, must ensure respect for this fundamental requirement" (Kebebasan di dalam penelitian dan pelatihan adalah prinsip dasar dari kehidupan universitas, serta pemerintah dan universitas, masing-masing sejauh apa yang mereka ketahui, harus meyakinkan penghormatan atas kebutuhan dasar tersebut).

Vrielink, et. al (2011)[2] menyatakan bahwa kebebasan akademis merupakan hasil kompromi dari ketiga macam hal di bawah ini:

  1. Untuk mencapai kebebasan individu di dalam setiap anggota akademik dalam menyatakan pendapat baik pelajar maupun staf akademik termasuk di antaranya kebebasan belajar, kebebasan mengajar, kebebasan meneliti dan mencari informasi, kebebasan menyatakan pendapat serta publikasi (termasuk kebebasan dalam berbuat salah), dan juga termasuk kebebasan di dalam mengambil lapangan pekerjaan di luar bidang akademik.
  2. Otonomi institusi atau kolektif secara umum dan atau per bagian-bagiannya (fakultas, unit penelitian, laboratorium, dan sebagainya). Otonomi mengimplementasikan bahwa departemen (jurusan), fakultas, dan universitas secara keseluruhan memiliki hak dan kewajiban untuk menyiapkan dan menampilkan prinsip-prinsip kebebasan akademik di dalam urusan dalam dan luar negeri (rumah tangga) tersebut.
  3. Kewajiban dari lembaga publik untuk menghargai serta menghormati kebebasan akademik serta mengukur secara teratur sebagai upaya efektif meyakinkan kebebasan ini telah berjalan serta untuk menyebarluaskannya

Ketiga elemen ini, menurut Vrielink, et. al (2011), bersifat tidak eksklusif tetapi saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain. Selain itu, terdapat beberapa aspek yang dibutuhkan untuk menunjang kebebasan akademik terutama yang termaktub di dalam konsitusi masing-masing negara. Aspek-aspek yang dibutuhkan di dalam kebebasan akademik (Vrielink, et.al (2011)) antara lain kebebasan untuk belajar dan mengambil program studi, kebebasan untuk mengajar, kebebasan untuk meneliti dan menyebarkan hasil penelitiannya tanpa ada halangan awal, kepemilikan hak kekayaan intelektual atas hasil penelitias (vis-a-vis).

Meskipun demikian, sifat kebebasan akademik yang juga dianggap sebagai salah satu kebebasan individual tidaklah bersifat mutlak (absolut). Kebebasan akademik menurut Vrielink, et. al (2011) juga dibatasi terutama di dalam beberapa konsitutsi negara-negara Uni Eropa seperti Yunani, Jerman, dan Spanyol. Yunani sendiri menekankan di dalam konstitusinya bahwa kebebasan akademik sendiri tidak berarti untuk tidak taat terhadap kewajiban atas konstitusi Yunani. Sedangkan Jerman sendiri menyatakan di dalam konsitusinya bahwa " seni dan ilmu pengetahuan, penelitian dan pengajaran bersifat bebas" dan "kebebasan mengajar tidak akan melepaskan seseorang dari kewajiban untuk taat terhadap konstitusi negara". Konstitusi Spanyol sendiri menyatakan bahwa seluruh kebebasan akademik dibatasi terhadap ".

Penelitian sunting

Penelitian mengenai kebebasan akademis di Uni Eropa pernah dilakukan oleh Karran pada 2007,[6] 2009,[3] dan 2017.[7] Di dalam penelitian pertama (2007), Karran menganalisis 23 dari 25 negara anggota Uni Eropa di dalam menyediakan perlindungan akademik baik dari level tinggi, sedang, maupun rendah. Sederhananya, Karran meneliti apakah negara-negara tersebut mencapai parameter rekomendasi UNESCO terkait tenaga pengajar pendidikan tinggi yang ditetapkan sejak 1997 baik secara total (keseluruhan), sebagian, maupun tidak sama sekali. Parameter dari UNESCO digunakan karena Uni Eropa dianggap tidak memiliki parameter terkait yang dapat digunakan sebagai rujukan.

Parameter pertama yang diteliti di dalam penelitian tersebut adalah adanya kebebasan berbicara yang dianggap memiliki hubungan dekat dengan kebebasan akademik (Connolly, 2000).[8] Negara yang tidak diikutsertakan adalah Siprus dan Belgia karena Siprus dianggap memiliki bagian yang juga diakui oleh Turki, yang sampai sekarang belum menjadi anggota Uni Eropa, dan Belgia dianggap tidak memiliki informasi yang jelas untuk mendukung penelitian tersebut.[6] Di dalam hasil penelitian tersebut, Karran menemukan bahwa negara-negara Uni Eropa banyak yang mencapai tingkat kebebasan berbicara dan akademik yang memuaskan kecuali Britania Raya. Selain itu, hasil yang mengejutkan ditemukan di negara-negara yang dikenal maju (developed country) pada masa itu seperti Jerman, Belanda, Prancis, Denmark, dan Swedia yang tidak mencapai level tinggi.

Perlindungan Kebebasan Berbicara dan Akademik yang Dilindungi Konstitusi menurut Karran (2007) [6]
No Negara Level Perlindungan di Dalam Konstitusi
1 Austria Tinggi
2 Ceko Tinggi
3 Denmark Sedang
4 Estonia Tinggi
5 Finlandia Tinggi
6 Prancis Sedang
7 Jerman Sedang
8 Yunani Sedang
9 Hungaria Tinggi
10 Republik Irlandia Sedang
11 Italia Tinggi
12 Latvia Tinggi
13 Lituania Tinggi
14 Luksemburg Sedang
15 Malta Sedang
16 Belanda Rendah
17 Polandia Tinggi
18 Portugal Tinggi
19 Slowakia Tinggi
20 Slovenia Tinggi
21 Spanyol Tinggi
22 Swedia Sedang
23 Britania Raya Tidak Ada Data

Selain itu, Karran juga meneliti mengenai adanya undang-undang yang terkait kebebasan akademik. Hasilnya dijelaskan pada tabel di bawah ini

Undang-undang yang Menjamin Kebebasan Akademik (Karran, 2007)
No Negara Level Kekuatan Undang-undang yang Menjamin Kebebasan Akademik
1 Austria Sedang
2 Ceko Tinggi
3 Denmark Sedang
4 Estonia Sedang
5 Finlandia Tinggi
6 Prancis Tinggi
7 Jerman Tinggi
8 Yunani Tidak Ada Data
9 Hungaria Tinggi
10 Republik Irlandia Tinggi
11 Italia Rendah
12 Latvia Tinggi
13 Lituania Tinggi
14 Luksemburg Sedang
15 Malta Tidak Ada
16 Belanda Rendah
17 Polandia Sedang
18 Portugal Sedang
19 Slowakia Tinggi
20 Slovenia Tinggi
21 Spanyol Tinggi
22 Swedia Rendah
23 Britania Raya Rendah

Parameter lain yang juga diteliti adalah otonomi institusi akademik dan pengaturan internal (internal governance) di dalam setiap universitas. Parameter ini diangkat karena tercakup di dalam parameter rekomendasi yang dikeluarkan oleh UNESCO ([t]he proper enjoyment of academic freedom require(s) the autonomy of institutions of higher education. Autonomy is that degree of self-governance necessary for effective decision making by institutions of higher education regarding their academic work, standards, management and related activities and respect for academic freedom and human rights. Autonomy is the institutional form of academic freedom Higher education teaching personnel should have the right and opportunity, to take part in the governing bodies and y they should also have the right to elect a majority of representatives to academic bodies within the higher education institution (UNESCO, 1997, 28)).

Tingkat Otonomi Institusi Akademik dan Pengaturan Internal
No Negara Tingkat
1 Austria Tinggi
2 Ceko Tinggi
3 Denmark Rendah
4 Estonia Tinggi
5 Finlandia Tinggi
6 Prancis Sedang
7 Jerman Tinggi
8 Yunani Medium
9 Hungaria Tinggi
10 Republik Irlandia Rendah
11 Italia Tinggi
12 Latvia Tinggi
13 Lituania Tinggi
14 Luksemburg Sedang
15 Malta Sedang
16 Belanda Rendah
17 Polandia
18 Portugal
19 Slowakia
20 Slovenia
21 Spanyol
22 Swedia
23 Britania Raya

Tantangan sunting

Salah satu tantangan terkini yang dihadapi Uni Eropa di dalam kebebasan akademis terjadi di Hungaria.[4][9] Di Universitas Eropa Tengah (Central European University). Pada tahun 2018, terjadi peristiwa penutupan kampus tersebut oleh pihak berwenang.

Selain itu, Karran (2007) menyebut bahwa di masa depan, salah satu tantangan terbesar dari kebebasan akademis adalah adanya kemungkinan kuliah jarak jauh yang menembus batas lintas negara dan lintas benua sehingga memungkinkan adanya pengajaran di negara yang memiliki kebebasan akademik yang tinggi yang akan diterima oleh siswa dari negara yang mengekang kebebasan akademik.[6]

Referensi sunting

  1. ^ "EUR-Lex - CELEX:12012P/TXT - EN - EUR-Lex". eur-lex.europa.eu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-12. 
  2. ^ a b Vrielink, Jogchum; Lemmens, Paul; Parmentier, Stephan (2011). "Academic Freedom as a Fundamental Right". Procedia - Social and Behavioral Sciences. 13: 117–141. doi:10.1016/j.sbspro.2011.03.009. ISSN 1877-0428. 
  3. ^ a b c d Karran, Terence (2009-06-01). "Academic freedom in Europe: reviewing UNESCO'S recommendation". http://lst-iiep.iiep-unesco.org/cgi-bin/wwwi32.exe/[in=epidoc1.in]/?t2000=027027/(100). 57. doi:10.1111/j.1467-8527.2009.00430.x.  Hapus pranala luar di parameter |journal= (bantuan)
  4. ^ a b "Opinion | Academic Freedom, Under Threat in Europe". The New York Times (dalam bahasa Inggris). 2017-04-02. ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2018-05-08. 
  5. ^ "Definition of SINE QUA NON". www.merriam-webster.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-12. 
  6. ^ a b c d Karran, Terence (2007-09-01). "Academic Freedom in Europe: A Preliminary Comparative Analysis". Higher Education Policy (dalam bahasa Inggris). 20 (3): 289–313. doi:10.1057/palgrave.hep.8300159. ISSN 0952-8733. 
  7. ^ Terence Karran, Klaus Beiter & Kwadwo Appiagyei-Atua (2017) Measuring academic freedom in Europe: a criterion referenced approach, Policy Reviews in Higher Education, 1:2, 209-239, DOI: 10.1080/23322969.2017.1307093
  8. ^ M., Connolly, John (2000/00/00). "The Academy's Freedom, The Academy's Burden". Thought & Action (dalam bahasa Inggris). 16 (1). ISSN 0748-8475. 
  9. ^ "Can Europe stand up for academic freedom? The Bologna Process, Hungary, and the Central European University". EUROPP (dalam bahasa Inggris). 2017-04-18. Diakses tanggal 2018-05-08.