KRI Badau (841) merupakan kapal patroli milik TNI AL yang telah berjasa dalam kasus penyanderaan WNI di perairan perbatasan Malaysia dengan Filipina pada tahun 2016.[1] Sebelum jatuh ke tangan TNI AL, Kri Badau (841) merupakan kapal milik Angkatan Bersenjata Kerajaan Brunei, lebih spesifiknya Angkatan Laut Kerajaan Brunei, yang dinamai P03 Pejuang. Selama masih dibawah kepemilikan AL Kerajaan Brunei, P03 Pejuang termasuk golongan kapal patroli yang dilengkapi oleh misil.

Sejarah
Indonesia
Nama Pejuang (P03)
Pembangun Vosper Thornycroft, Singapore
Ganti nama KRI Badau 841
Identifikasi

P03 (Brunei)

841 (Indonesia)

Perpindahan Kepemilikan

sunting

Di bawah kepemilikan Angkatan Laut Kerajaan Brunei, P03 Pejuang diklasifikasikan ke dalam kelas Waspada, sebagai salah satu tipe kapal patroli yang dilengkapi misil, dan merupakan salah satu dari tiga kapal yang dipesan kepada Vosper Thornycroft di Singapura, yaitu perusahaan pembuat kapal-kapal tersebut. Kapal tersebut dipekerjakan sejak 1978 - 1979. Pada saat kapal-kapal kelas Darussalam dalam pelayanan, dua kapal dari kelas Waspada, yaitu P02 Waspada dan P03 Pejuang didonasikan ke Indonesia sebagai kapal pelatihan. P02 Waspada dinamai KRI Salawaku 642 dan P03 Pejuang dinamai KRI Badau 643, pada akhirnya nama KRI Badau 643 diubah menjadi KRI Badau 841.[2]

KRI Badau 841, kapal ini merupakan hibah dari Kerajaan Brunei pada 15 April 2011.[3] dari perubahan nomor lambung kapal ialah karena KRI Badau tidak dapat tampil maksimal dari sisi kesenjataan. Kapal tersebut direorganisasi menjadi kelas kapal di satuan kapal patrol, sehingga nomor lambung 643 berubah menjadi 841. Mengikuti aturan pemberian nomor lambung pada kapal perang TNI AL, armada patroli diidentifikasi dengan nomor 8xx.[4]

Pada tahun 2017, komandan KRI Badau 841 diserahkan kepada Mayor Laut (P) Pulung Nugroho.[5]

Spesifikasi

sunting
 
KRI Badau 841

Berikut ini merupakan spesifikasi dari KRI Badau 841[3]

  • Perusahaan pembuat kapal: Vosper Thornycroft, Singapura
  • Pengguna : TNI AL
  • Panjang : 37 meter
  • Daya muat : 1,8 meter
  • Berat : 206 ton (penuh)
  • Mesin : 2 MTU 20V 538 TB91 9000 ph (Diesel)
  • Kecepatan (maksimum) : 32 Knot (59 km/h)
  • Jarak jelajah : 200 Mil Laut (2,200 km), pada kecepatan 14 Knot (26 km/jam)
  • Kapasitas bahan bakar : 16 ton
  • Sensor dan sistem : Kelvin Hughes Tipe 1007 NAV (pencarian permukaan)
  • Peperangan elektronik : Decca RDL-2 Intercept dan E/O Rademac 2500 Tracking
  • Persenjataan:[4] 1 x Oerlikon twin cannon CGM-B01 kaliber 30 mm dan 2 x SMS (senapan mesin sedang) kaliber 7,62 mm

Pelayanan di Indonesia

sunting

Pada hari Jumat, 15 April 2016, terjadi aksi penyanderaan enam WNI di perairan perbatasan antara Malaysia dengan Filipina. Dalam menghadapi kasus tersebut, TNI AL mengerahkan dua kapal perang, salah satunya KRI Badau 841 untuk menjaga area perairan tersebut.[1] Kapal tersebut digunakan untuk patroli di daerah tertentu sampai batas perbatasan terluar Zona Ekonomi Esklusif (ZEE).

Referensi

sunting
  1. ^ a b Oleh (2016-04-16). "TNI Kerahkan Dua Kapal Perang ke Perbatasan Filipina". JakartaGreater. Diakses tanggal 2020-01-06. 
  2. ^ Inc., International Business Publication (2009). Brunei A "Spy" Guide Volume 1 Strategic Information and Developments. Inc. IBP. hlm. 127. 
  3. ^ a b Deano 31/03/2015 (2013-07-21). "KRI Badau 841: Kapal Perang Tercanggih Armada Satrol TNI AL". Indomiliter.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-06. 
  4. ^ a b "KRI Badau 841 - Kapal Perang TNI Angkatan Laut". KRI Badau 841 - Kapal Perang TNI Angkatan Laut. Diakses tanggal 2020-01-06. 
  5. ^ 53788620694; Friederich (2017-03-11). "Kolonel Haris Pimpin Sertijab Komandan 5 Kapal Patroli". JPNN.com. Diakses tanggal 2020-01-08.