Dubalang adalah suatu lembaga (limbago) tradisional dalam sistem sosial masyarakat Minangkabau yang berfungsi sebagai penegak dan penjaga keamanan dan ketenteraman kaum/klan serta nagari di Minangkabau yang sudah ada sejak zaman kerajaan.[1] Dalam menjalankan tugasnya, ia dapat bersikap layaknya seperti seorang polisi.

Dubalang
Tanggal pendirianZaman Kerajaan Minangkabau
TipeLembaga Adat dan Budaya
TujuanKetenteraman masyarakat
Lokasi

Dubalang merupakan urang bagak (pemberani) yang menjadi salah satu elemen pada sistem adat dalam sebuah keluarga besar/kaum/klan di bawah Datuk/Penghulu yang berfungsi sebagai pimpinan utama dan Imam/Katib yang berfungsi di bidang keagamaan serta Manti yang membantu Penghulu/Datuk dalam hal pemerintahan.Salah satu gelar Dubalang Nagari adalah "Lintau Dubalang" (Dubalang datuk nan sapuluah (Dubalang Datuk yang sepuluh) empat orang di Sungai Dareh dan enam orang dari Sikabau. Dalam aspek yang lebih luas, dubalang juga berfungsi sebagai penegak dan penjaga keamanan dan ketenteraman nagari (desa) yang disebut Dubalang Parik Paga (Dubalang Parit Pagar).

Dubalang melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan adat Minangkabau. Untuk melaksanakan tugasnya, dubalang punya prinsip: Kareh ditakiak, lunak disudu, yang berarti apa pun akan mereka lakukan untuk mencapai hasil optimal dari tugas dan tanggung jawab yang diamanatkan kepada mereka demi ketenteraman dan kesejahteran kaum dan nagarinya.[2]

Karena keberaniannya, para dubalang banyak terlibat dalam persoalan-persoalan yang dianggap mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat sejak zaman kerajaan Minangkabau dan berlanjut pada zaman perjuangan melawan penjajahan. Mereka berjasa besar dalam menjaga dan menegakkan aturan adat dalam kaum dan nagarinya. Pada masa perang kemerdekaan, dubalang merupakan ujung tombak di beberapa nagari karena mereka adalah kelompok yang tidak mengenal takut, dan berani mati dalam melaksanakan tugas-tugasnya.[3]

Barisan Dubalang Paga Nagari sunting

Sebagai sebuah lembaga tradisional, dubalang sebenarnya hampir tidak berperan lagi dalam sistem sosial kemasyarakatan Minangkabau. Hal ini disebabkan telah adanya lembaga pengamanan/keamanan negara yang berbentuk kepolisian dan Satpol PP. Namun akhir-akhir ini sejumlah tokoh masyarakat Minang merasa sangat khawatir dengan kondisi masyarakat yang dianggap telah berada dalam situasi dan kondisi yang sangat merisaukan. Narkoba, prostitusi dan berbagai penyakit masyarakat lainnya telah merambah sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Bertolak dari keadaan yang dianggap sudah tidak bisa ditolerir lagi, beberapa orang tokoh masyarakat Minang, seperti Dasrul Lamsudin, Mochtar Naim dan lainnya, serta didukung oleh berbagai lembaga adat dan organisasi kemasyarakatan, kembali mengaktifkan lembaga dubalang yang mati suri dengan nama Barisan Dubalang Paga Nagari (Barisan Dubalang Pagar Negeri) atau BDPN.[4]

Rujukan sunting

  1. ^ Dubalang Nagari . Mochtarnaim.wordpress.com, 11 Juli 2009. Diakses 11 Agustus 2013.
  2. ^ Asal usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX Elizabeth E. Graves, Yayasan Obor Indonesia. Diakses 11 Agustus 2013.
  3. ^ Nagari Tanpa Dubalang, Bak Sup Kurang Garam Haluan.com, 21 Oktober 2012. Diakses 11 Agustus 2013.
  4. ^ Mantan Kapolda Motori Gasak Warung Remang-remang[pranala nonaktif permanen] JPNN.com, 20 Januari 2012. Diakses 11 Agustus 2013.

Pranala luar sunting