Lembaga Sensor Film: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 48:
== Sejarah ==
=== Masa penjajahan dan awal kemerdekaan ===
Sensor film di Indonesia hampir sama tuanya dengan keberadaan [[Perfilman Indonesia|film di Indonesia]] yang dimulai pada tahun 1900-an. Berbagai konten yang dianggap tidak layak disaksikan oleh penonton kaum pribumi yang dikhawatirkan merugikan pemerintahan kolonial [[Belanda]] mulai meningkatkan kepentingan sensor film. Sejak mulai beroperasinya ''Nederlandsche Bioscope Maatschappij'' (Perusahaan Bioskop Belanda), peraturan sensor film dibuat enam tahun kemudian. Sejalan dengan perkembangan tonil, bioskop makin menancapkan jejaknya dan membawa pengaruh dalam kehidupan masyarakat [[Hindia Belanda]]. Peraturan yang dibuat dan diterapkan secara longgar oleh pemerintah kolonial, mengakibatkan banyak orang yang menganggap bioskop telah membawa pengaruh buruk bagi rakyat pribumi, termasuk mengubah pandangan ''inlander'' terhadap tuan-tuan kulit putih yang berkuasa.
Baris 60 ⟶ 61:
Melalui Instruksi Presiden No. 012/ 1964, urusan film dialihkan dari Kementerian PP dan K kepada Kementerian Penerangan. Sejauh menyangkut PPF, pada tanggal 21 Mei 1965 ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 46/SK/M/1965 yang mengatur penyelenggaraan penyensoran film di Indonesia melalui suatu lembaga yang bernama Badan Sensor Film (BSF). Adapun fungsi dan tugas BSF tetap menitikberatkan pada upaya menghindarkan masyarakat dari pengaruh buruk film, dan memperjelas eksistensi dan fungsi film untuk turut memantapkan ''program nation'' and ''character building''.
=== Masa Orde Baru ===
=== Pasca-Reformasi>===
Memasuki era teknologi informasi, teknologi di bidang film turut berubah seiring dengan perkembangan zaman. Film yang sebelumnya hanya dapat direkam pada pita seluloid melalui kamera mekanik, kini sudah dapat direkam dengan sangat efektif dan efisien melalui kamera digital. Stasiun televisi pun tumbuh subur (beberapa di antaranya berkembang menjadi jaringan televisi), berlomba menampilkan aneka acara yang menarik perhatian pemiarsa di tanah air. Sebagai respon atas dinamika masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada tahun 2009 pemerintah memperbarui undang-undang perfilman dengan melahirkan Undang-undang No. 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman. Sesuai dengan amanat UU Perfilman 2009, LSF senantiasa mengedepankan prinsip dialog dalam menjalankan penyensoran. Bahkan LSF sangat membuka ruang konsultasi pra-sensor bagi kreator yang hendak mendiskusikan filmnya. Dialog pra-sensor sudah berjalan secara efektif, yang pada akhirnya ketika film disensorkan sudah bersih dari konten yang tidak diperkenankan oleh undang-undang.
|