Kupu, Dukuhturi, Tegal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: milyar → miliar
Tag: Penggantian VisualEditor
Baris 1:
{{referensi}}{{desa
{{naratif}}
{{rapikan}}
 
{{desa
|peta =
|nama =Kupu
Baris 11 ⟶ 7:
|kecamatan =Dukuhturi
|kode pos =52192
|nama pemimpin =SikhidiAchmad Sochidi
|luas =-
|penduduk =-
Baris 18 ⟶ 14:
'''Kupu''' adalah sebuah [[desa]] di kecamatan [[Dukuhturi, Tegal|Dukuhturi]], [[Kabupaten Tegal]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
 
== Demografi ==
== Sejarah Singkat Desa Kupu ==
[[S]]Mata pencaharian di Kupu, Dukuhturi, Tegal banyak bergerak di sektor [[agraris]] dan [[sektor ekonomi tersier]]. Mayoritas penduduk memeluk [[agama]] [[islam]]
 
Pada tahun 2011 jumlah penduduk masyarakat desa Kupu Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal berjumlah ± 6.000 (enam ribu) jiwa.
Selama ini, kita mengenal desa kupu hanya sebatas cerita-cerita dari tetua-tetua kita yang diperoleh secara turun-temurun. Karana diperoleh melalui cerita, maka terkadang memiliki banyak versi yang apabila digabungkan dengan cerita-cerita yang sudah ada seakan tidak sinkron bahkan justru mengaburkan.
 
Sampai saat ini, sejarah tentang desa kupu belum ada yang terurai secara tertulis, jadi susah untuk diceritakan kepada masyarakat khususnya generasi sekarang dan yang akan datang.
 
Memang, sejarah adalah bagian dari masa lalu. Keberadaan perkampungan desa dan masyarakat kupu sekarang ini tidak lepas dari adanya peran pendiri desa waktu itu. Melupakan sejarah adalah salah satu bentuk PENGINGKARAN terhadap hal-hal yang telah ada. Tempat kita ada sekarang ini (desa Kupu) tak pernah lepas dari masa lalu dan masa lalu itu adalah sejarah.
 
Untuk mengetahui kejadian di masa lalu itu kita dapat dipelajari dari bukti-bukti yang ditinggalkan, baik yang berupa bukti material (fisik) maupun non material (non fisik), ataupun melalui sumber tertulis maupun tak tertulis. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan manusia sebagai suatu sitem sosial di kelampuan dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan di tempat tertentu pula. Dengan demikian kejadian-kejadian di masa lampau itu menjadi sejarah suatu kisah dan selanjutnya menjadi sejarah sebagai tulisan ilmiah.
 
Desa Kupu saat ini hanya memiliki bukti berupa candi/Kuburan/Petilasan serta bukti cerita-cerita rakyat yang sampai saat ini masih banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Namun, apakah dengan hanya secuil bukti tersebut dapat mengurai sejarah desa Kupu? Itulah permasalahan yang dihadapi dalam membedah sebuah sejarah.
 
Informasi dari cerita-cerita rakyat memang bisa dijdikan rujukan pemula, tetapi untuk bukti kurang kuat karena tidak memiliki sumber yang pasti. Berbeda kalau ada sebuah prasasti, maka prasasti tersebut bisa diuji dengan metode carbon dating untuk menentukan umur dari prasasti tersebut. Lebih bagus lagi kalau prasasti tersebut bertuliskan huruf atau symbol-simbol, maka akan sangat mudah dianalisis oleh ahli sejarah yang kebenarannya minimal mendati kebenaran secara keilmuwan.
 
Masyarakat Desa Kupu meyakini bahwa Desa Kupu itu didirikan oleh Mbah Kupu beserta murid-muridnya seperti Mbah Larung, Mbah Hure, Mbah Reksa dan Mbah Dukuh Tengah. Konon, menurut Ta'izzoel Bashier jumlah masjid di Desa Kupu ada 4, yaitu Masjid Masjid Tengah, Masjid Lor, Masjid Kulon 2 (tidak untuk jumatan) dan yang ke 4 adalah Masjid Ghoib yang letaknya di Selatan Balai Desa Kupu.
 
Mengenai masjid Ghoib, memang sampai saat ini belum ada bahasan atau perbincangan yang intens dari pelaku yang mengetahui adanya masjid Ghoib. Entah melalui metode penerawangan apa, yang jelas pihak yang bersangkutan telah menyatakan bahwa di Desa Kupu ada sebuah Masjid Ghoib. Ini sebenarnya menarik untuk dikaji untuk sesi berikutnya dengan mengundang para pakar spiritual desa Kupu dan ahli-ahli metafisika lain yang mungkin bisa membedah tentang Masjid Ghoib itu.
Selain masjid Ghoib, ada juga pesantren ghoib yang letaknya tidak jauh dari lingkungan Candi/Makam/Petilasan. Melihat pola yang ada saat ini khususnya pesantren-pesantren yang ada di nusantara memang selalu berdekatan dengan masjid. Meskipun dalam perkembangannya, ada pesantren-pesantren modern tidak lagi selalu berdampingan masjid, tetapi pada umumnya diusahakan berdekatan dengan masjid sebagai pusat peribadatan. Berdasarkan hal tersebut ada kesamaan pola antara pesantren ghaib dan pesantren nyata yang selalu berdekatan dengan masjid. Pesantren sebagai lembaga pembelajaran tempat menimba ilmu sedangkan masjid sebagai tempat ibadah untuk mendekatkan diri kepada sang khalik.
Adanya masjid dan pesantren ghoib, mari kita tengok tempat sebelah selatan Balai Desa. Dari dahulu sampai sekarang memang tidak ada perubahan, masih banyak tanah pekarangan masyarakat setempat ditumbuhi tanaman-tamaman besar yang cukup rindang, semak dan perdu. Mungkin disitulah keberadaan masjid dan pesantren Ghoib seperti yang diungkapkan oleh Ta’izul Bashier.
 
Dulu, di atas candi/makam/petilasan terdapat pohon kamboja besar berbunga putih yang diperkirakan berumur ratusan tahun. Namun sayangnya, pohon kamboja besar tersebut kini telah tiada karena tumbang akibat diterpa hujan angin yang hebat. Tumbangnya pohon kamboja tersebut membuat geger masyarakat setempat dan ada yang menyangkut pautkan dengan kondisi desa pada waktu itu.
 
Segaris lurus ke arah timur Candi/makam/Petilasan, tepat di sebelah sisi timur jalan kira-kira 300 meter dari Balai Desa Kupu, dahulu terdapat sebuah bangunan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Di sekeliling bangunan TK masih terhampar luas kebun-kebun yang ditumbuhi berbagai macam pohon sehingga menambah suasana kesejukan di siang hari. Bangunan sekolah menghadap ke barat dengan halaman yang cukup luas dan didepannya terdapat sepasang ayunan dan perosotan yang tertata rapi seperti halnya fasilitas sekolah TK pada umumnya. Namun entah kenapa, bangunan itu ditinggalkan dan tidak dikelola oleh pemiliknya.
 
Berdasarkan informasi, dahulu banyak masyarakat yang menyekolahkan anaknya di TK tersebut, tetapi seiring dengan adanya kejadian-kejadian ganjil seperti siswa kesurupan dan banyaknya gangguan-gangguan makhluk ghaib, orang tua tidak lagi menyekolahkan anak-anaknya. Sekolah TK itu pun akhirnya ditutup dan dibiarkan begitu saja. Sekitar Tahun 1990an sekolah dibongkar atas persetujuan dari pihak pengelola (pemerintah desa).
 
Di daerah sekitar candi/makam/petilasan dan TK sudah dikenal “kewingitan”nya. Belum banyak rumah-rumah yang dibangun di sekitar situ, meskipun ada kini bangunan tersebut terbengkalai bahkan rumah yang sudah jadi pun ditinggalkan penghuninya seperti bangunan persis di belakang Balai Desa Kupu, meskipun informasinya sudah beralih ke tangan orang lain, rumah tersebut jarang terlihat penghuninya.
Biarlah masjid dan pesantren ghaib itu menjadi salah satu bagian dari kisah perjalanan desa, dan sebagai masyarakat, kita hanya bisa menjaga dan merawat peninggalan sejarah yang ada. Candi/Makam/Petilasan merupakan bentuk peninggalan yang memiliki nilai sejarah yang sekiranya dapat dijadikan sebagai bukti bahwa Desa Kupu telah dipimpin oleh seorang ulama yaitu santri dari Sunan Kali Jaga.
 
Menurut Ta’izul Bashier, berdasarkan ilmu cucokologi bahwa Kupu adalah kepanjangan dari Kumpulane Para Ulama. Sampai saat ini pun masyarakat di luar Kupu mengakui bahwa masyarakat Kupu terkenal sebagai tempatnya ulama dan santri.
 
Tanah Kupu juga dikenal sebagai tanah keputihan. Putih melambangkan kesucian dan keelokan budi. Seperti yang diajarkan Sunan Kali Jaga kepada murid-muridnya agar selalu menegakkan kebersihan (kesucian) dan kebenaran Agama Islam. Mbah Kupu merupakan salah satu Murid Sunan Kalijaga yang dalam menyebarkan agama Islam Mbah Kupu selalu mengedepankan kesucian dan kebenaran Agama Islam seperti yang diajarkan oleh gurunya.
 
Dari situlah maka muncul sebutan tanah Kupu sebagai tanah keputihan yang artinya perjuangan Mbah Kupu di saat menyebarkan agama Islam maupun membuka lahan di tanah kupu penuh dengan perjuangan yang tetap menjaga kesucian dari sikap-sikap yang tidak patut dan bertentangan dengan nilai-nilai agama.
 
Sebagai tanah keputihan, maka menurut M. Wayan Diana orang yang ingin hidup lama di desa Kupu tidak boleh bertingkah macam-macam. Masyarakat meyakini di tanah keputihan ini apabila sebagai warga desa kupu yang sifatnya mungkin tidak sejalan dengan para pendiri desa yang mengajarkan kesucian dan kebenaran, seperti selalu berbuat maksiat, onar dan lain-lain akan terjadi sesuatu hal di luar nalar, biasanya cepet dipanggil. Benar tidaknya mitos tersebut, kita kembalikan kepada masyarakat. (Imam Bukhori - 26-2-16)
 
== Demografi ==
[[S]]
Mata pencaharian di Kupu, Dukuhturi, Tegal banyak bergerak di sektor [[agraris]] dan [[sektor ekonomi tersier]]. Mayoritas penduduk memeluk [[agama]] [[islam]]
 
== Sarana Prasarana ==
Baris 78 ⟶ 38:
Transportasi Angkutan Desa Jurusan [[Tegal]] - [[Jatibarang, Brebes|Jatibarang]] yang rutenya dimulai dari Terminal Tegal - [[Tunon, Tegal Selatan, Tegal|Desa Tunon]] - [[Kalinyamat Kulon, Margadana, Tegal|Desa Kalinyamat]] - Desa Dukuhturi - Desa Kupu - Desa Ketanggungan - [[Gumalar, Adiwerna, Tegal|Desa Gumalar]] - Desa Besole - dan terakhir ke [[Jatibarang, Brebes|Jatibarang]].
 
== PertanianGeografi ==
Desa Kupu terbelah menjadi dua bagian oleh aliran sungai Kemiri. Di sebelah barat dikenal dengan sebutan Kupu Kulon dan di sebelah Timur dikenal dengan sebutan Kupu Wetan. Satu sebutan lagi adalah Kupu Dukuh karena letaknya dipisahkan oleh [[tegalan]] yang cukup luas dan berada paling timur yang berbatasan dengan Desa [[Pengarasan, Dukuhturi, Tegal|Pengarasan]].
 
{{Dukuhturi, Tegal}}{{Desa-stub}}
Pada tahun [[1980|80-an]], pertanian di Desa Kupu cukup maju. Dari hasil pertanian seperti bawang merah, cabai, padi telah meningkatkan taraf hidup masyarakat petani. Bahkan nilai jual atau sewa tanah pada waktu itu boleh dibilang tinggi karena banyak dari desa-desa lain seperti [[Sidakaton, Dukuhturi, Tegal|Sidakaton]] dan [[Sidapurna, Dukuhturi, Tegal|Sidapurna]] banyak yang menggarap lahan di Desa Kupu. Hal ini pula didukung oleh irigasi yang tertata rapi sehingga di saat musim kemarau tidak kekurangan air. Selain itu adanya kelompok tani dimana setiap hari ada mantri pertanian yang berkunjung ke sawah-sawah untuk memberikan penyuluhan.
 
Pada waktu itu juga banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian seperti obat-obatan, pupuk sampai alat-alat pertanian yang mengadakan pertemuan dengan para kelompok tani dalam rangka promosi/uji coba seperti penggunaan pestisida untuk hama ulet, penyubur tanaman salah stau produknya adalah N-Fix, benih padi dll banyak yang diujicobakan di persawahan desa Kupu. Bukan hanya itu saja, pernah dari siswa SMA dari [[Kalimantan]] pernah mengadakan PKL mengenai bercocok tanam bawang. Kurang lebih selama sebulan terjun mencari solusi untuk diterapkan di tanah Kalimantan yang katanya kondisi tanahnya berpasir.
 
Kemudian pada pertengahan tahun [[1990]]-an, pernah ada tim peneliti dari PBB yaitu WHO yang diketuai/ anggotanya pada waktu, salah satunya yaitu Ir. Misha Kishi dari [[Jepang]] yang mengadakan penelitian terkait penggunaan pestisida bagi para petani. Perlu diketahui bahwa sejak adanya pestisida dalam produk pertanian Indonesia, ekspor hasil pertanian keluar negeri menurun drastis dikarenakan banyak negara tujuan eskpor menolak produk pertanian Indonesia yang mengandung pestisida. Pestisida sendiri adalah bahan kimia yang apabila dikonsumsi secara terus menerus akan membahayakan kesehatan dan mengakibatkan kanker.
 
Dengan dasar itulah WHO mengadakan penelitian di berbagai daerah di Seluruh Indonesia termasuk di Desa Kupu. Beberapa orang petani diwawancarai mengenai akibat bersentuhan langsung dengan pestisida. Ditemukan kasus yang pernah di liput oleh RCTI yaitu kasus Bapak Wajad yang mengalami kelumpuhan yang diakibatkan oleh pestisida. Selain itu beberapa petani yang lain ada juga yang merasakan penglihatannya mulai berkurang akibat seringnya terkena semprotan pestisida. Umumnya, keluhan yang sering dirasakan oleh para petani akibat penggunaan pestisida adalah pusing-pusing, mual-mual dan ada juga yang mengalami muntah-muntah.
 
Sejak adanya penelitian dari WHO, kondisi pertanian di Desa Kupu mengalami penurunan hasil panen. Banyak faktor yang menyebabkan menurunnya hasil pertanian di antaranya adalah dikuranginya zat-zat yang ada dalam pestisida dan pupuk serta kondisi tanah yang telah tercemar oleh racun pestisida sehingga unsur hara yang terkandung dalam tanah menjadi kurang subur. Hal ini tentu mengakibatkan tingkat kesuburan tanah dan tentunya berakibat pada tanaman yang ditanam. Selain itu tidak teraturnya musim tanam, artinya bahwa yang seharusnya musim tanam padi, masih ada saja petani yang menanam palawija, bawang dan lain-lain sehingga memudahkan hama untuk berkembang biak.
 
Ditambah lagi kondisi pengarian yang rusak akibat tidak dirawat dan telah dimakan usia sehingga di saat musim hujan banyak limpahan air yang sering menggenangi sawah dan sebaliknya di saat musim kemarau terjadi kekurangan air. Perlu diketahui pula bahwa di saat musim kemarau banyak warga khususnya para petani di desa Ketanggungan dan desa Kupu serta mungkin desa-desa lain merasakan susahnya mendapatkan suplai pengairan untuk mengairi ladang/sawah mereka.
 
Kondisi saluran air dari Desa Gumalar, Ketanggungan sampai ke Kupu mengalami kerusakan dan pendangkalan karena banyak tumpukan sampah bercampur lumpur sempanjang aliran. Bahkan kondisi ini diperparah dengan tidak terawatnya pintu air karena hilang dicuri orang. Suplai air yang diperoleh dari pintu air Desa Lumingser tidak dapat memenuhi kebutuhan pengairan sawah yang ada di desa Ketanggungan dan desa Kupu sehingga di saat kemarau banyak petani yang menggunakan Diesel untuk menyedot air tanah sebagai solusi pengairan sawah mereka.
 
Dahulu pernah ada proyek pemerintah yaitu menyediakan mesin diesel untuk mengatasi masalah pengairan, tetapi proyek tersebut tidak berjalan dengan semestinya karena kondisi mesin yang tidak bisa tertahan lama dan akhirnya rusak. Sampai sekarang diesel beserta bangunannya sudah tidak ada lagi, hanya menyisakan pipa sumur air yang masih tertanam dalam tanah.
 
Memprihatinkan memang kondisi pertanian masyarakat desa Kupu. Petani selalu dirugikan dan tidak pernah untung. Disaat panen, hasil panen mereka harganya rendah bahkan untuk balik modal saja tidak cukup. “Gemah ripah loh jinawi” apakah pantas disandang oleh bangsa ini jika kondisi pertanian kita begini? Bagaimana hasil pertanian kita bisa bersaing dengan negara lain kalau sistem pengairannya juga amburadul? Penduduk di desa banyak pemuda yang enggan terjun ke dunia pertanian, mereka lebih memilih bekerja di Jakarta. Mungkin kondisi yang sama juga melanda desa-desa yang lain. Diperkirakan 15-20 tahun mendatang banyak tanah sawah yang menganggur tidak bisa ditanami karena tiadanya sumber air. Sekarang saja banyak pemilik sawah yang sengaja menelantarkan sawahnya karena tidak adanya modal untuk mengolah, ditambah lagi kondisi pengairan yang sangat memprihatinkan.
 
Saat ini, hamparan sawah di Desa Kupu seakan-akan hidup segan mati tak mau. Kondisi jalan sawah sudah mulai rusak, sarana jembatan yang menghubungkan dengan Kapubaten Brebes (desa Lembarawa) juga rusak ditambah para pemilik sawah yang tidak lagi mampu mengelola sawahnya.
 
Pada tahun 2008 ada kabar bahwa akan ada mega proyek jalan Tol Pejagan-Pemalang (Bakrie Group) yang dalam site plannya pintu masuk melalui Desa Kupu tepatnya di perbatasan sawah antara Desa Sidakaton Dukuh, Lembarawa dan Desa Kupu. Namun sampai saat ini proyek yang sempat santer terdengar kini nyaris tidak terdengar lagi padahal tahap pemetaan/ pematokan sudah dimulai. Namun kini patok-patok yang sudah dilakukan oleh pemerintah/ Bakrie Grup kini telah hilang dicabut oleh masyarakat setempat karena sampai saat ini belum ada kejelasan penggantian tanah yang terkena proyek jalan tol tersebut.
 
Tiga sungai terbesar di Wilayah Tegal adalah Kali Gung, Kali Ketiwon dan Kali Kemiri. Apabila ditelusuri sumber air dari Kali Kemiri berasal dari cabang kali-kali kecil yang kemudian menyatu dengan Kali Kemiri. Anak sungai Kemiri dapat dilihat dari pertigaan sungai yang disebut Sarajiwa/Surajiwa (perbatasan Sidapurna, Sidakaton, Kupu) dan di Desa Gumalar berlanjut sampai Desa Lumingser masih terlihat jelas melalui googlemap. Dari Desa Gumalar genangan air sungai belum mulai tampak, hanya terlihat aliran kecil dan masih terlihat batu kali dan cadas/wadas. Genangan air mulai terlihat di perbatasan antara Desa Gumalar dan Ketanggungan sampai ke Pintu Air Sidapurna atau masaraka sekiar menyebutnya dengan nama Pintu Seng.
 
Di Desa Kupu terdapat sebuah jembatan yang melintasi Kali Kemiri. Jembatan tersebut dulu waktu zaman penjajahan Belanda dikenal dengan sebutan “Brug Ireng”. Penamaan “Brug Ireng” konon menurut cerita orang-orang dahulu jembatan itu berwarna hitam (di cat hitam) dan informasi mengenai penamaan “brug ireng” penulis sendiri belum pernah mendengar versi lain selain sebutan itu. Bila melihat pondasi yang ada, dahulu jembatan tersebut terbuat dari kayu jati. Sampai saat ini di bawah jembatan masih terlihat (orang tegal bilang) “jongos”, yaitu glondongan kayu jati yang masih tertanam kokoh seperti berbentuk pondasi jembatan.
 
Sekitar Tahun 1980-an jembatan mulai rusak dan bertepatan juga dengan masuknya Sutet (Saluran Udara Ekstra Tinggi) yaitu aliran listrik Jawa-Bali yang melintasi di Kupu, maka sekitar tahun 1982 dibangunlah jembatan yang sampai sekarang kita lewati bersama. Dengan wajah yang baru, jembatan ini tidak berwarna hitam lagi sehingga tidak ada penamaan yang jelas. Meskipun demikian, orang-orang masih ada yang menyebutkan “Brug Ireng” meskipun warnanya sudah tak hitam lagi dan orang-orang mulai mengganti dengan nama sebutan “Brug Santo”.
 
Sejak pertama kali berdiri, jembatan di cat berwarna kuning. Maklumlah waktu itu Soeharto yang lagi berkuasa dan waktu itu pula seluruh perangkat desa di bawah naungan kuningnya beringin maka tak heran segala yang berbau pembangunan di cat berwarna kuning. Pernah juga di cat berwarna hitam, hal ini mungkin untuk mengingatkan identitas bahwa sebenarnya jembatan ini yang dulu dikenal oleh banyak orang adalah “brug ireng”, tetapi tak berlangsung lama kemudian di cat lagi berwarna kuning. Sebutan warna “Brug Ireng” kini sudah tidak populer dulu lagi, kini masyarakat khususnya bagi generasi sekarang lebih memilih menyebut dengan nama “Brug Santo”.
 
Mengapa dinamakan “Brug Santo”? Bagi msyarakat Desa Kupu, pasti banyak yang mengenal Bapak Santo. Dia adalah “sang penunggu” jembatan. Tingalnya persis di sebelah kanan (dari timur) perempatan dengan membuka kios dagangan sembako (dulu) dan sekarang kiosnya dijadikan bengkel. Dahulu kios tokonya Bapak Santo paling rame dan sering dijadikan “tongkrongan” dan boleh dibilang perempatan tak pernah ada sepinya.
 
Saking seringnya orang menyebut nama “Brug Santo” sebagai tempat nongkrong, tempat menunggu angkutan atau tempat bermain, maka lama-kelamaan nama yang dulu dikenal dengan sebutan “Brug Ireng” perlahan-lahan mulai menghilang bahkan jarang terdengar lagi. Kini bila orang jauh menanyakan tentang Desa Kupu atau alamat orang Kupu, maka “Brug Santo” sering dijadikan patokan atau ancer-ancer dan tentunya hal ini sangat memudahkan pencarian alamat atau orang yang dimaksud.
 
Inilah secuil cerita tentang penamaan “Brug Santo” yang merupakan jembatan yang ada di Desa Kupu yang menghubungkan antara Kupu Kulon dan Kupu Wetan. Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa sejarah penamaan suatu tempat tentu ada sesuatu yang melatarbelakanginya baik itu berasal dari orang atau peristiwa-peristiwa tertentu sebagaimana cerita tentang penamaan “Brug Ireng” yang berubah menjadi “Brug Santo”. Kira-kira pada tahun 2007, salah satu pondasi penyangga "Brug Santo" roboh akibat diterjang derasnya arus air pada waktu musim penghujan.
 
KONDISI DESA KUPU DISAAT DITINGGALKAN SEPARUH WARGANYA
 
Pada tahun 2011 jumlah penduduk masyarakat desa Kupu Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal berjumlah ± 6.000 (enam ribu) jiwa. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mata pencaharian masyarakat Desa Kupu salah satunya adalah para pedagang Wartegan yang merantau di Jabodetabek. Kini masyarakat yang berprofesi menjadi petani sudah dapat dihitung dengan jari, mereka telah meninggalkan profesi sebagai petani lantaran sudah banyak yang jatuh bangkrut karena selalu merugi dan merugi bahkan lahan sawahpun banyak yang sudah berpindah tangan. Kalaupun masih memiliki, sawahnya disewakan ke orang lain dengan nilai sewanya hanya kisaran ratusan ribu per tahun.
Hampir 40 persennya masyarakat desa Kupu adalah perantau, maka tidak heran banyak rumah-rumah yang “suwung” (rumah yang tidak berpenghuni) dan akan ada penghuninya lagi pada saat-saat mudik lebaran. Itupun tidak semua anggota keluarganya mudik. Kalaupun ada penghuninya, paling-paling dihuni oleh 2 atau tiga orang dan umumnya adalah orang tua (nenek-kakek) dan cucunya yang tinggal bersamanya. Boleh dipilang penduduk desa Kupu dalam satu keluarga inti (dalam satu rumah) pasti ada yang merantau.
Meskipun banyak masyarakat yang merantau, kondisi Desa Kupu masih tertinggal jauh dengan desa-desa di sekitarnya. Kurangnya fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung kemajuan sebuah desa terutama perputaran ekonomi masyarakat desa. Jika melihat desa-desa lain seperti Sidakaton, Sidapurna, Dukuhturi, Ketanggungan dll meskipun masyarakatnya sama-sama perantau, tetapi kondisi desa-desa tersebut telah lebih maju dalam hal penyediaan fasilitas-fasilitas yang memacu perkembangan sebuah desa (selain Puskesmas Kupu dan Pasar Kupu).
Di desa-desa tetangga sudah ada fasilitas tenaga medis seperti bidan, dokter umum, fasilitas internet, bengkel motor, pom bensin mini, pengisian air isi ulang, penyewaan CD/Komik/rental PS, dan pusat-pusat perbelanjaan skala kecil (pasar dan toko-toko) sebagai sarana perputaran ekonomi di desa dan tersedianya sarana transportasi (angkutan desa) dalam menunjang perpindahan barang dan jasa.
Coba tengok saja kondisi desa Kupu sekarang, fasilitas yang dikelola swasta (pribadi) dari mulai fasilitas internet belum tersedia, bidan praktik belum ada, praktik dokter umum (baru ada tapi belum menunjukkan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan masyarakat setempat), pom bensin mini belum tersedia, tempat penyewaan CD/Komik/rental PS juga belum tersedia, dan pusat-pusat perbelanjaan juga masih sedikit sehingga para pembeli sering dikenakan harga yang tinggi karena merasa tidak ada saingan. Harga Aqua gallon yang umumnya dipasaran seharga Rp.13.000 dijual menjadi Rp.15.000 ribu.
Sebelumnya pernah ada di beberapa blok terdapat toko kelontongan yang boleh dibilang cukup komplet untuk menyediakan berbagai kebutuhan, tetapi karena daya beli masyarakat yang menurun maka banyak toko kelontongan yang tutup karena tidak adanya perputaran uang dari masyarakat setempat. Faktor utamanya pada waktu itu adalah karena kondisi pertanian yang terpuruk. Hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap kondisi perekonomian di wilayah desa Kupu. Pada tahun 80-90 an kondisi pertanian di desa Kupu boleh dibilang mengalami kemajuan yang cukup pesat dari hasil pertanian bawang merahnya, yang kemudian di susul dengan hasil panen cabe merah, kedelai dan padi. Waktu itu harga bawang bisa disetarakan dengan harga emas. Harga bawang merah pernah mencapai harga tertinggi Rp. 15 ribu rupiah per kilo. Lumayan bukan? Dan pada saat harga bawang merah anjlok pernah mencapai harga terendah Rp. 50 rupiah per kilo. Melihat kondisi pertanian yang dari tahun ke tahun baik dari segi produksi maupun harga jual selalu menurun dan petani selalu merugi, berpengaruh terhadap perekonomian karena daya beli masyarakat desa Kupu juga ikut menurun. Hal demikian telah banyak warga desa Kupu yang beralih profesi dari petani mencoba menjadi pedagang Warteg di Jakarta. Melakoni usaha ini juga ada juga yang berhasil dan banyak pula yang bangkrut.
Salah satu ciri desa/daerah yang maju adalah tersedianya berbagai fasilitas dan banyaknya aktivitas sebagai dampak dari banyak munculnya fasilitas-fasilitas yang mampu secara mandiri memenuhi kebutuhannya sendiri. Berkembangnya sebuah desa tidak terlepas dari tingkat perekonomian masyarakat di suatu wilayah. Tingkat kemajuan yang dicapai setiap desa tidaklah sama. Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat kemajuan yang dicapai oleh suatu desa, yaitu:
1.Potensi desa, yang mencakup potensi sumber daya alam, potensi penduduk warga desa beserta apartat desanya.
2.Adanya interaksi antara desa dengan kota atau rural interaction, mencakup di dalamnya perkembangan komunikasi dan lalu lintas.
3.Lokasi desa terhadap daerah-daerah disekitarnya.
Suatu desa dapat dikatakan sebagai desa yang maju yaitu ketika desa tersebut sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnya untuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdagangan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik.
Desa Kupu yang secara administratif merupakan wilayah yang masuk dalam Kabupaten Tegal dan merupakan daerah agraris (pertanian), tetapi hampir semua penduduknya telah meninggalkan profesi sebagai petani. Dengan ditinggalkannya sawah sebagai tempat bercocok tanam, maka banyak sawah yang telantar.
Beralihnya profesi sebagai pedagang Warteg tentu akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian desa. Disaat mudik lebaran, terasa ada aktivitas penduduk karena adanya transaksi-transaksi ekonomi. Coba bayangkan apabila dalam satu orang membawa uang dari Jakarta minimal 2 juta, maka dari separuhnya jumlah penduduk desa Kupu minimal setengahnya dari uang yang didapat dari hasil merantau untuk dibelanjakan di daerah. Maka jika melihat hal demikian, tentu kondisi di desa terasa hidup karena adanya perputaran ekonomi yang sangat cepat dan hal ini tentu akan sangat perpengaruh terhadap kemajuan suatu desa. Namun sayangnya hal ini tidak berlangsung lama, setelah itu desa kembali sepi bagaikan desa mati yang tak ada aktivitasnya karena ditinggalkan separuh dari warganya untuk mengadu nasib di Jakarta.
Kondisi seperti ini mungkin juga sama dengan kondisi desa-desa di Indonesia yang warganya perantau. Meminjam konsep “Balik Ndeso Mbangun Ndeso” apabila dapat diterapkan pada setiap masing-masing daerah, niscaya kemajuan desa akan diperoleh dan predikat desa tertinggal akan ditinggalkan.
 
(Imam Bukhori, 8-4-11 / 7-9-11)
 
'''Acungan Jempol Buat Pak Kepala Desa Achmad Sochidi '''
 
'''Sebuah Gebrakan Membangun Desa Kupu Menuju Desa Yang Berbenah'''
 
Desa Kupu adalah salah satu
desa yang dapat dikatakan sebagai desa yang tertinggal khususnya dalam hal
pembangunan. Hal ini dikarenakan faktor geografis yang tidak mendukung karena
letaknya jauh dari perkotaan dan jauh dari
pusat-pusat keramaian. Ditambah lagi terbelahnya desa Kupu oleh Sungai Kemiri
yang membentang dari Selatan ke Utara dan Sungai yang membentang dari Timur ke
Barat yang bertemu dengan kali Kemiri (orang menyebut dengan kali pertigaan
Surajiwa).
 
Akses jalan menuju ke dan dari desa Kupu pun sangat
terbatas karena di bagian barat terhampar luas sawah yang membentang sampai ke
barat yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Brebes. Di sebelah
utara hanya terdapat jalan inspeksi menghubungkan desa Sidakaton (Kemuren) yang
jarang dilalui karena sempitnya jalan. Demikian pula di sebelah selatan desa
yang berbatasan dengan desa Ketanggungan yang merupakan satu-satunya jalan
alternatif yang ada dan sudah menjadi jalan yang dilalui Angkutan Desa Jurusan
Tegal – Jatibarang.
 
Untuk menghubungkan desa yang terbelah, hanya
mengandalkan 1 (satu) jembatan yang menghubungkan Kupu Timur dan Kupu Barat sehingga
banyak sudut-sudut desa yang boleh dibilang tidak tersentuh oleh kaki-kaki
manusia. Kondisi tersebut boleh dikatakan '''“matinya
sebuah desa”''' karena tidak adanya akses yang saling terintegrasi untuk
menghubunghkan antar sudut desa yang ada. Hal tersebut berakibat banyak masyarakat
mengurungkan niatnya membeli tanah atau membangun rumah yang tidak memiliki
akses jalan yang memadai.
 
Sudah hampir 35 tahun saya
melihat kondisi Desa Kupu tidak ada kemajuan dalam hal infrastruktur jalan, saluran
air maupun jembatan. Tengok saja jembatan Kali Pilang, pada tahun 1990-an masih
menggunakan kayu dan kemudian di akhir kepemimpinan Lurah Drs Sayidi Ihsan (Alm) berinisiatif
membangun jembatan dengan beton. Namun karena konstruksi jembatannya tidak
kuat, jembatan belum jadi sudah rusak dan pembangunan terbengkalai karena kehabisan
anggaran.
 
Masuk ke wilayah perkampungan
desa, tidak tertatanya saluran air / got. Tengok saja di sepanjang jalan dari
Pasar Kupu sampai Kupu Kulon (Jl. Sumber Bawang) tidak ada saluran air,
kalaupun ada hanya di sebelah kanan atau kiri saja dan itupun tidak
terintegrasi bahkan lebih parahnya lagi mengambil badan jalan seperti di depan
SD Kupu I sehingga mempersempit luas jalan utama. Masuk ke dalam lagi di
gang-gang jalan tidak adanya saluran air sehingga disaaat musim penghujan air menggenang
dan mengikis jalan-jalan sehingga merusak jalan yang konon sudah beraspal.
 
Menengok pembangunan rumah
warga, ditemukan kepadatan rumah-rumah warga sebagai contoh di Blok Kupu Kidul
yang jumlah pembangunan rumah warga cukup pesat, tetapi jarang yang
mempertimbangkan akses jalan, saluran air dan tempat pembuangan sampah. Tradisi
masyarakat desa Kupu, pada umumnya menyarankan kepada anak-anaknya membangun
di tempat pakarangan yang ditunjuk oleh orang tua. Pada umumnya, rumah inti
(rumah lugu) memiliki halaman baik samping, depan dan belakang cukup luas, maka
tempat yang kosong tersebut akan dibangun oleh anak-anaknya sesuai petunjuk
orangtuanya. Apabila halaman kanan, kiri, depan dan belakang sudah terisi oleh
rumah-rumah, maka yang sebelumnya ada akses jalan yang dilalaui oleh umum, maka
menjadi hilang. Terkadang tidak ada toleransi untuk memberikan akses jalan
karena lahan yang ada dihabiskan semua untuk dibangun.
 
Sebagai tetangga yang merasa
aksesnya ditutup pun akan melakukan protes yang sama. Sebagai contoh, setiap
rumah pasti memiliki saluran pembuangan air kotoran yang seharusnya selalu
mengalir. Kebetulan saluran air itu harus melewati tetangga sebelah. Apabila si
tetangga tidak boleh membuang saluran air yang melewati pekarangan tetangga,
maka mau tidak mau harus membuat saluran air di pekarangan sendiri atau mengalirkan
ke tempat lain. Permasalahan-permasalahan seperti itulah yang saat ini sedang
terjadi di Desa Kupu yang perlu segera diselesaikan bersama.
 
Di sisi lain, misalnya di
Blok Kupu Tengah bagian Utara yang wilayahnya masih banyak pekarangan
(kebon-kebon) kosong, karena tidak adanya akses sehingga jarang sekali
pembangunan rumah warga. Pada zaman lurah Drs. Sayidi Ihsan dan Masroni, pernah digagas
oleh Bapak Zainal Arifin membicarakan untuk membangun jalan tembus, tetapi
karena ada salah satu warga yang menolak akhirnya rencana tersebut tidak
terlaksana.
 
Namun, kabarnya saat ini
pembangunan jalan tembus beserta saluran air sudah dilaksanakan. Melalui '''Kepala Desa Achmad Sochidi''' telah melakukan
gebrakan untuk membangun desa Kupu menuju desa yang berbenah dengan melakukan pendekatan-pendekatan
terhadap warga yang tanahnya terkena proyek jalan tembus dan
pertimbangan-pertimbangan ke depan akan pentingnya jalan sehingga akhirnya
merealisasikan pembangunan jalan tembus tersebut. Adapun tanah-tanah warga yang
terkena pembuatan jalan adalah tanah milik:
 
<!--[if !supportLists]-->1.
<!--[endif]-->Ibu Hj.
Sawi/Bapak Nawari
 
<!--[if !supportLists]-->2.
<!--[endif]-->Ibu Capi
 
<!--[if !supportLists]-->3.
<!--[endif]-->Bapak
Ratno/Ibu Walik
 
<!--[if !supportLists]-->4.
<!--[endif]-->Bapak H.
Umar Said
 
<!--[if !supportLists]-->5.
<!--[endif]-->Ibu
Mujenah/Sayidi
 
<!--[if !supportLists]-->6.
<!--[endif]-->Bapak
Kamilah
 
<!--[if !supportLists]-->7.
<!--[endif]-->Bapak
Sakri
 
<!--[if !supportLists]-->8.
<!--[endif]-->Bapak H.
Alamin
 
<!--[if !supportLists]-->9.
<!--[endif]-->Bapak
Sodik
 
<!--[if !supportLists]-->10.
<!--[endif]-->Bapak
Soli
 
Semoga dengan adanya jalan tembus tersebut, akan menjadikan desa Kupu lebih terintegrasi dengan
jalan-jalan desa yang sudah ada. Hal yang perlu dipertimbangkan lagi ke depan
adalah menyambut apabila terealisasi jalan tol Pejagan - Pemalang di mana menurut
site plan pintu tol ada di desa Kupu, maka akan membuka peluang desa kupu untuk
mudah diakses. Selain itu, nilai [http://www.jualsewatanah.com jual tanah] akan tinggi dan tentunya akan
meningkatkan perekonomian masyarakat desa Kupu.
 
Dengan disahkannya Undang-Undang
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No. 43 Tahun 2014, maka tiap desa akan
mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN lebih kurang 1 miliar
per tahun. Melalui dana tersebut, mudah-mudahan dapat dimanfaatkan untuk
membangun Desa Kupu dengan segala infrastruktur untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, langkah baik dan bijak yang
dilakukan Bapak Kepala Desa Achmad Sochidi, saya mengacungkan jempol, karena
baru kali ini ada gebrakan membangun desa dengan sederetan
pembenahan-pembenahan (pengaspalan jalan dan pembuatan saluran air). Ke depan,
saya menyarankan dilakukan pembenahan atau penambahan tanah untuk pemakaman dan
pembenahan saluran irigasi di sawah. Terima kasih. (Imam Bukhori, 15/12/2014)
 
'''MENYATUKAN
PANDANGAN DALAM SATU WADAH “KUPU UNITY”'''
 
Sebagaimana diketahui
bersama bahwa wilayah Kupu terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Kupu Kulon dan
Kupu Wetan, tetapi masih dalam satu kesatuan ''(Kupu
unity)''. Meskipun masih dalam satu kesatuan desa, masalah ke”egoan” antara
Blok Kulon dan Blok Wetan sampai saat ini masih kita rasakan. Belum ada
penelitian lebih lanjut mengapa terjadi keegoan masyarakat di 2 blok tersebut.
 
Sebagai contoh,
kegiatan pemuda di kampung kita pernahkah melakukan kolaborasi kegiatan dalam
satu kesatuan Kupu unity? Apabila saya perhatikan, semua blok memiliki cara
masing-masing.<!--[if !supportLists]-->
 
'''1.
'''<!--[endif]-->'''Di
Bidang Kegiatan Keagamaan'''
 
Kita tengok '''Kupu Kulon Bagian Utara''' ada PRISKUBA.
Kegiatannya mengadakan pengajian-pengajian hari besar Islam yang lingkup wilayah
meliputi 3 Musholla. Kegiatan lain yaitu mengkoordinir warga pada hari raya Idul
Qurban melalui pelaksanaan hingga penyaluran Hewan Qurban. Kalo tidak salah
PRISKUBA saat ini masih eksis.
 
Untuk '''Kupu Barat Bagian Tengah''' dahulu ada
IRMB (Ikatan Remaja Baitul Muttaqin) yang lingkup wilayahnya di lingkungann
Mushola Baitul Mutaqin. Kegiatannya meliputi pengajian-pengajian bulan
Romadhon. Eksistensi IRMB saat ini saya sudah tidak mendengar lagi kabarnya.
Informasi sekarang, di Mushola ini sekarang sedang tumbuh kegiatan pendidikan
berbasis keagamaan (PAUD, TK, dan lembaga Diniyah Awaliyah serta
pengajian-pengajian) di bawah naungan Yayasan Al-Tafsiriyah. Mudah-mudahan
berjalan sesuai dengan tujuan mulia yaitu mencerdasakan anak bangsa melalui
pendidikan agama.
 
'''Kupu
Kulon Bagian Selatan''', untuk bagian ini saya kurang paham
betul ada tidaknya ikata remaja mushola. Tetapi yang saya ketahui di salah satu
Mushola (konon sekarang orang bilang masjid) sering diadakan acara pengajian akbar
bulanan berupa ISTIGHOSAH. Mudah-mudahan akan berlanjut syiarnya.
 
'''Kupu
Wetan Blok Masjid Lor. '''Dahulu, sejak zamannya Ki Soleh
masih, saya pernah mendengar adanya acara pengajian setelah Jumatan. Sekarang,
saya tidak mengetahuinya lagi setelah sepeninggalnya Almarhum Ki Soleh Markidi.
Mudah-mudahan ada penerusnya.
 
'''Kupu
Wetan Blok Masjid Al-Muawanah''' (Masjid Jami Kupu),
dahulu ada pengajian Reboan yang diselenggarakan setiap hari Rabu.
Alhamdulillah sampai saat ini masih berjalan. Secara lokasi, tempat ini berada
di tengah-tengah desa, maka sangat strategis untuk syiar.
 
Masalah peringatan hari
besar Islam, dahulu memang pernah ada panitia yang secara khusus
menyelenggarakan acara pengajian yang dilakukan secara bergilir (kurang lebih
ada 14 Musholah dan 2 Masjid). Panitia itu dikenal PHBI (Panitia Peringatan Hari
Besar Islam) yang ketua dan anggotanya dari pengurus Masjid dan Mushola. Namun,
entah kenapa akhir-akhir ini kegiatan PHBI tidak terdengar serutin dahulu. Ini
perlu dihidupkan kembali melalui penyatuan visi dan misi dengan melibatkan
ulama, tokoh masyarakat, pemuda dan pemerintah setempat.
 
Di bidang keagamaan,
untuk generasi sebelum kita (orang tua) boleh dibilang lebih solid.<!--[if !supportLists]-->
 
'''2.
'''<!--[endif]-->'''Di
bidang Kegiatan Sosial'''
 
Sebenarnya
banyak hal kegiatan di bidang sosial, salah satunya yaitu kegiatan Peringatan
17 Agustus. Pada kegiatan inilah sangat kentara keegoan masing-masing blok.
Selama ini, apakah dalam acara 17 Agustusan pernah ada kerja sama membuat acara
besar dalam memperingati HUT RI dalam satu kesatuan Kupu Unity? Itu hanya salah
satu contoh. Mungkin dalam hal lain yang sifatnya kepentingan bersama membasmi
tikus di sawah. Dahulu, petani-petani di kampung kita kompak mengadakan basmi
tikus karena waktu itu hama tikus menyerang lahan pertanian.<!--[if !supportLists]-->
 
'''3.
'''<!--[endif]-->'''Di
bidang lain'''
 
Sebenarnya
banyak warga Kupu yang memiliki organisasi-organisasi yang tujuannya adalah
mempererat tali silaturahmi. Yang santri memiliki ikatan Santrinya, yang
pedagang warteg memiliki ikatan pedagang wartegnya, yang perantau memiliki
ikatan Persatuan Perantauan Warga Kupu di Jakarta dan lain-lain.<!--[if !supportLists]-->
 
'''4.
'''<!--[endif]-->'''Peran
Pemerintah Desa '''
 
Keegoan
antar blok memang bukan menjadi isu baru. Isu tersebut memang sudah dirasakan oleh
kepala desa kita. Melalui pemerintah desa saat ini, Bapak Achmad Sochidi telah melakukan
beberapa pendekatan untuk menyatukan Pemuda/Pemudi Desa Kupu dengan menunjuk beberapa
pemuda/pemudi dan berencana mendirikan sebuah
KARANG TARUNA.
 
Tidak
mudah memang menyatukan pandangan. Setidaknya sudah ada usaha yang telah
dilakukan. Dibutuhkan kesadaran masing-masing pihak dan menyampingkan keegoan
kita, Insya Allah warga kupu menjadi solid dalam satu wadah “KUPU UNITY” .
 
'''MIRISNYA
POTENSI PERTANIAN DESA KUPU, APA YANG HARUS DILAKUKAN PEMERINTAH?'''
 
'''Oleh:
Imam Bukhori'''
 
Sebagaimana
diketahui bahwa secara geografis Desa Kupu terbagi menjadi dua bagian yang
dipisahkan oleh aliran sungai Kemiri yang membentang dari selatan perbatasan
dengan Desa Ketanggungan dan ke utara yang berbatasan dengan Desa Sidakaton.
Tanah pertanian yang cukup luas berada di sebelah barat desa yang berbatasan
dengan Kabupaten Brebes.
 
Hamparan
tanah pertanian yang cukup luas, saat ini kondisinya cukup memprihatinkan
karena hanya mengandalkan pengairan di musim penghujan. Di saat kemarau,
saluran irigasi '''MATI''' total sehingga
hasil tanaman banyak yang gagal panen. Apabila mengandalkan air pompa, petani
merogoh kocek ekstra untuk biaya bahan bakar yang tentunya menambah biaya
operasional. Setelah dikalkulasi dari biaya pengolahan tanah, pembibitan,
pemupukan, pengobatan dan pemeliharaan lain-lain serta biaya ekstra bahan bakar
tidak sebanding dengan nilai jual hasil pertanian. Walhasil petani dalam kondisi
selalu merugi, merugi dan merugi.
 
Sumber
pengairan sawah Desa Kupu apabila ditelusuri berdasarkan saluran irigasi
bersumber dari bendungan kali di Desa Lumingser yang disalurkan melewati Desa Gumalar, Desa Ketanggungan sampai ke Desa Kupu yang
saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Banyak kerusakan dan
pendangkalan karena tumpukan sampah bercampur lumpur sempanjang aliran. Bahkan
kondisi ini diperparah dengan tidak terawatnya saluran irigasi yang telah
dimakan usia.
 
Sebelumnya penulis pernah menulis tentang kondisi pengairan di Desa
Kupu yang dimuat di Wikipedia Tahun 2011 yang lalu dan telah dimuat pula di
harian Radar Tegal Edisi Jumat 15 Februari 2013 yang berjudul '''“Pondok Indahya Tegal”''' yang sekiranya
dapat menjadi perhatian pemerintah, tetapi sampai saat ini kondisinya tidak
berubah bahkan boleh dikatakan makin parah. Saat penulis mudik lebaran Juli
2015 kemarin, pengakuan para petani sungguh memilukan. Tanaman yang sudah
hampir panen gagal total gara-gara kekeringan.
 
Pemerintah Jokowi pada pertengahan
Januari 2015 telah mencanangkan program swasembada pangan yang salah satu
programnya yaitu “'''pengoptimalan saluran
irigasi serentak di seluruh Indonesia”'''.
Menteri Pertanian Armain Sulaiman pun meminta
kepada seluruh daerah di Indonesia untuk dapat bekerja sama salah satunya
memperhatikan jaringan tersier yang mengalirkan air ke lahan persawahan. Melihat
adanya program tersebut, para petani menyambut baik program pemerintah karena
ada harapan ke depan akan ada peningkatan hasil panen karena didukung oleh
saluran irigasi yang baik.
 
Untuk di wilayah Desa Kupu melalui
pemerintah Kabupaten Tegal maupun pemerintah Desa setempat, meskipun program
pemerintah pusat telah mencanangkan pengoptimalan saluran irigasi serentak di
seluruh Indonesia, realisasi ke daerah belum terlihat. Pemerintah Desa Kupu
sejak dahulu sebenarnya pernah mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan
melakukan penyedotan air dari kali Kemiri, tetapi demikian ada kendala perizinan
dan adanya salah satu warga desa tetangga yang merasa keberatan apabila di
perbatasan Desa Ketanggungang dibuat pembangkit air dengan tenaga Diesel atau
membuat sodetan saluran air (sekarang saluran air sudah dibuat oleh pemerintah
desa tinggal membuat pintu air dari Kali Kemiri saja).
 
Di satu sisi masalah kewenangan, karena irigasi di Kali Kemiri termasuk
kewenangan pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian atau Pekerjaan Umum
ataukah kewenangan pemerintah Daerah Kapubaten Tegal Kendala-kendala seperti
itulah yang sampai saat ini dihadapi pemerintah Desa Kupu dalam menanggulangi
masalah kekeringan di lahan pertanian.
 
Sunguh ironis, desa yang dilewati
oleh aliran Sungai Kali Kemiri, tetapi tidak bisa memanfaatkan sumber air untuk
mengatasi lahan pertanian yang mengalami kekeringan di musim kemarau. Bagaimana
menjadi Negara yang swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah apabila hal
seperti ini saja tidak bisa diatasi.
 
Memprihatinkan memang kondisi pertanian
masyarakat desa Kupu. Petani selalu dirugikan dan tidak pernah untung. Disaat
panen, hasil panen mereka harganya rendah bahkan untuk balik modal saja tidak
cukup. “Gemah ripah loh jinawi” apakah pantas disandang oleh bangsa ini jika
kondisi pertanian kita begini? Bagaimana hasil pertanian kita bisa bersaing
dengan negara lain kalau sistem pengairannya juga amburadul? (Imam Bukhori, 24 Juli 2015).{{Dukuhturi, Tegal}}