Cetbang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
→‎Masa Majapahit (1300-an sampai 1478): Membuang kalimat tidak efektif: ing bahitra berarti pada kapal
Baris 16:
Teknologi senjata bubuk mesiu diperkirakan masuk ke Majapahit pada saat invasi tentara [[Kubilai Khan]] dari [[Tiongkok]] di bawah pimpinan [[Ike Mese]] yang bekerjasama dengan [[Raden Wijaya]] saat menggulingkan [[Jayakatwang|Kertanagara]] pada tahun 1293. Saat itu, tentara Mongol menggunakan meriam (Bahasa China: ''Pao'') ketika menyerang pasukan Daha.<ref>Song Lian. [[Sejarah Yuan]].</ref> Kerajaan Majapahit diperkirakan mendominasi nusantara karena keahlian & teknologi unik menempa perunggu serta keahlian produksi massal melalui industri rumahan yang digabungkan ke gudang persenjataan utama. Kerajaan Majapahit juga mempelopori pembuatan dan penggunaan senjata berbasis bubuk mesiu secara massal sehingga menjadi bagian umum dari peperangan. [[Stamford Raffles]] menulis dalam bukunya ''The History of Java'' bahwa pada tahun 1247 [[Tahun Saka|saka]] (1325 M), meriam telah banyak digunakan di Jawa terutama oleh Majapahit. Tercatat bahwa kerajaan-kerajaan kecil di Jawa yang meminta perlindungan pada Majapahit harus menyerahkan meriam mereka kepada Majapahit.<ref>{{Cite book|url=https://archive.org/details/historyofjava02raff/page/n115/mode/2up?q=|title=The History of Java|last=Raffles|first=Thomas Stamford|publisher=John Murray, Albemarle Street|year=1830|isbn=|location=London|pages=}}</ref>{{Rp|106}}<ref>{{Cite journal|last=Yusof|first=Hasanuddin|date=September 2019|title=Kedah Cannons Kept in Wat Phra Mahathat Woramahawihan, Nakhon Si Thammarat|url=|journal=Jurnal Arkeologi Malaysia|volume=32|pages=59-75|via=}}</ref> Majapahit di bawah ''Mahapatih'' (perdana menteri) [[Gajah Mada]] (bertugas tahun 1329-1364) memanfaatkan teknologi senjata bubuk mesiu yang diperoleh dari [[dinasti Yuan]] untuk digunakan dalam armada laut.<ref>{{Cite book|title=Budaya Bahari|last=Pramono|first=Djoko|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2005|isbn=9789792213768|location=|pages=}}</ref>{{Rp|57}} Salah satu catatan paling awal tentang adanya meriam dan penembak [[artileri]] di Jawa adalah dari tahun 1346.<ref>{{Cite book|title=Voyage autour du monde: Australie, Java, Siam, Canton, Pekin, Yeddo, San Francisco|last=Beauvoir|first=Ludovic|publisher=E. Plon|year=1875|isbn=|location=|pages=}}</ref> Penggunaan meriam umum digunakan oleh armada laut kerajaan Majapahit dan juga bajak laut serta kerajaan pesaing di Nusantara.<ref name=":2">Apoorv shelke, Kalpesh Khatavkar, Nikhil Rane & Paresh Patil. ''The Bullet'': ''Contains all basic Information''. PediaPress.</ref><ref name="Thomas Stamford Raffles 1965">Thomas Stamford Raffles, ''The History of Java'', Oxford University Press, 1965, {{ISBN|0-19-580347-7}}, 1088 pages.</ref>
 
Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam cetbang pada armada Majapahit adalah [[Mpu Nala]]. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan [[Kakawin Nagarakretagama|Kakawin Negarakretagama]] yang menyebutnya sebagai Rakryan Tumenggung (panglima perang). Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasan wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa Tenggara Barat).<ref>{{Cite web|url=http://penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id/2014/10/prasasti-sekar.html|title=PRASASTI SEKAR|website=penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id|access-date=2017-01-17}}</ref> Kerajaan tetangga Majapahit, [[Kerajaan Sunda|Sunda]], dicatat menggunakan bedil selama [[pertempuran Bubat]] tahun 1357. Kidung Sunda pupuh 2 bait 87-95 menyebutkan bahwa orang Sunda memiliki ''juru-modya ning bedil besar ing bahitra'' (pembidik / operator meriam besar) pada kapal-kapal di sungai dekat alun-alun Bubat. Pasukan Majapahit yang berada di dekat sungai itu tidak beruntung: Mayat-mayat mereka hampir tidak bisa disebut mayat, mereka cacat, tercabik-cabik dengan cara yang paling mengerikan, lengan dan kepala terlempar. Bola meriam dikatakan dilepaskan seperti hujan, yang memaksa pasukan Majapahit mundur di bagian pertama pertempuran.<ref>Berg, C. C., 1927, ''Kidung Sunda''. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen, ''BKI'' LXXXIII : 1-161.</ref>
 
[[Ma Huan]] (penerjemah [[Cheng Ho]]) mengunjungi Jawa pada 1413 dan membuat catatan tentang adat setempat. Bukunya, [[Yingya Shenglan|Yingya Shenlan]], menjelaskan bahwa meriam ditembakan dalam upacara pernikahan Jawa ketika sang suami mengawal istri barunya ke rumah perkawinan bersamaan dengan suara gong, drum, dan petasan.<ref name=":7" />{{Rp|245}}