Kerajaan Wajo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HaEr48 (bicara | kontrib)
→‎Struktur politik: tidak perlu lagi karena sudah disebut di atas
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 51:
Selama [[Perang Makassar]] (1666–1669), Wajo memberi dukungan penuh bagi Gowa untuk menghadapi VOC serta pasukan pimpinan Arung Palakka dari Bone dan sekutu-sekutunya. Bahkan ketika istana Gowa di Somba Opu jatuh ke tangan musuh dan Gowa-Tallo menyerah secara resmi, ''Arung Matoa'' La Tenrilai To Sengngeng tetap menolak untuk tunduk kepada [[Perjanjian Bungaya]] dan terus memberikan perlawanan kepada pasukan Belanda dan Bone.{{sfnp|Wellen|2014|pp=31–32}}{{sfnp|Andaya|1981|pp=37, 124–126, 138}} Pada pertengahan tahun 1670, Arung Palakka pun melancarkan invasi besar-besaran ke tanah Wajo.<!-- Along the way, several Wajoq's vassals deserted and joined Boné forces, bringing the total number of invading forces to around 40,000 people when it arrived to besiege Tosora, the walled capital city of Wajoq.{{sfnp|Andaya|1981|pp=138–139}}--> Meski pasukan Arung Palakka mendapati perlawanan yang gigih dari orang-orang Wajo, benteng ibu kota Wajo di Tosora akhirnya [[Pengepungan Tosora|jatuh ke pihak Bone]] pada Desember 1670. La Tenrilai [[gugur dalam tugas]], dan penerusnya La Paliliʼ To Malu (menjabat 1670–1679) terpaksa menandatangani perjanjian yang membatasi kekuatan politik, niaga, serta militer Wajo, ditambah dengan Perjanjian Bungaya.{{sfnp|Wellen|2014|pp=33–35}}{{sfnp|Andaya|1981|pp=140–141}} Terlepas dari kekalahannya, Wajo masih mendapati pembalasan yang keras dari Arung Palakka dan orang-orang Bone. Banyak orang Wajo yang diculik, dirampas barangnya, atau dilecehkan; seorang Wajo dapat ditampar atau bahkan dibunuh jika tidak menuruti keinginan orang-orang Bone.{{sfnp|Wellen|2014|pp=36}} Bone juga mencaplok wilayah pesisir di muara Sungai Cenrana, yang merupakan satu-satunya jalur sungai yang menghubungkan pusat Wajo ke laut.{{sfnp|Andaya|1981|p=143}} Pengaduan Wajo kepada VOC di Makassar mengenai perlakuan semena-mena Bone juga tidak digubris.{{sfnp|Wellen|2014|pp=37–38}}{{sfnp|Andaya|1981|pp=142–143}}{{efn|Ketika itu, VOC menghindari untuk berselisih dengan Arung Palakka, sebab ia merupakan sekutu yang terlalu penting. Apalagi, VOC juga memerlukan bantuan militernya dalam [[Pemberontakan Trunajaya]] (1678–1680) yang melibatkan VOC di Jawa.{{sfnp|Wellen|2014|pp=37–38}}{{sfnp|Andaya|1981|pp=142–143, 190–192, 205}}}}
 
Kesulitan yang dihadapi rakyat Wajo di tanah air menjadi pemicu migrasi keluar.{{sfnp|Andaya|1981|p=143}} Walaupun tradisi merantau telah menjadi bagian utama dari budaya Wajo sejak masa pendiriannya, tradisi ini semakin menonjol setelah Perang Makassar, ketika sejumlah besar orang Wajo bermigrasi ke luar negeri dan menetap di berbagai wilayah seperti Makassar, [[Kalimantan]] bagian timur, [[Nusa Tenggara]], dan kawasan sekitar [[Selat Malaka]].{{sfnp|Andaya|1981|p=143}}{{sfnp|Wellen|2009|pp=38, 82}}{{sfnp|Lineton|1975b|p=178}} Komunitas-komunitas rantau ini terhubung baik dengan tanah air mereka maupun kepada sesama komunitas melalui ikatan kekerabatan, niaga, dan hukum.{{sfnp|Wellen|2009|p=82}} Memasuki abad ke-18, penguasa-penguasa Wajo secara berturut-turut mulai memanfaatkan jaringan ini untuk membangkitkan negeri mereka kembali. Beberapa penguasa, misalnya, memerintahkan rakyat-rakyat Wajo di perantauan untuk membeli senjata demi memperkuat pertahanan Wajo.{{sfnp|Wellen|2009|p=82}}{{sfnp|Duli|2010|pp=144–145}} Perhatian yang signifikan juga diberikan kepada perniagaan; ''Arung Matoa'' La Tenriwerrung Puanna Sangngaji (menjabat 1711–1713) bahkan menyatakan bahwa hanya dengan mengejar kekayaan-lah orang-orang Wajo "tidak dapat '"berdiri tegak' kecuali jika mereka mencari kekayaaan".{{sfnp|Wellen|2009|p=82}} Penerusnya, [[La Saléwangeng To Tenrirua]] (menjabat 1713–1736), mendukung perdagangan internasional dengan cara-cara yang lebih praktis.{{sfnp|Wellen|2009|pp=82–83}} Ia mengeduk[[pengerukan|mengeruk]] aliran sungai yang menuju ibu kota Tosora untuk memperlancar akses bagi kapal-kapal besar, memperkuat industri setempatpertanian dan perikanan dengan meminta mereka menunjuk wakil dalam pemerintahan yang disebut sebagai ''akkajenangngeng'', mengadakan jabatan birokrasi baru yang bertugas secara khusus untuk mempromosikan perdagangan, serta mendirikan sebuah institusi yang berperan sebagai bank peminjam modal untuk perniagaan dan pertanian sekaligus sebagai badan jaminan sosial.{{sfnp|Duli|2010|pp=144–145}}{{sfnp|Wellen|2009|pp=82–83}}{{sfnp|Noorduyn|1955|p=126}}
 
=== La Maddukelleng dan kemelut di Wajo (1730–1795) ===