Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 22:
| border = 0
}}
|caption = Dari kiri atas : [[Masjid Raya Baiturrahman]], [[Danau Laut Tawar]], [[Sabang]], [[Taman Nasional Gunung Leuser]], [[Gunung Seulawah Agam]], [[Museum Tsunami Aceh]], Taman Sari Gunongan, Pesawat RI 001 Seulawah
 
|motto = "Pancacita"{{br}}<small>(dari [[bahasa Sanskerta]] yang artinya "Lima cita-cita")</small>
|peta = Locator_Aceh_final.png
Baris 43 ⟶ 42:
|nama gubernur = [[Nova Iriansyah]] (Plt.)<ref>http://aceh.tribunnews.com/2018/07/05/resmi-mendagri-tunjuk-nova-iriansyah-jadi-plt-gubernur-aceh-tgk-syarkawi-plt-bupati-bener-meriah</ref>
|nama wakil gubernur = ''Lowong''
|DPRD = [[Pemerintahan Aceh]]
|nama ketua DPRD = [[Dahlan Jamaluddin|H. Dahlan Jamaluddin, S.IP]]
<ref>{{cite news|url=https://aceh.tribunnews.com/2019/09/25/dahlan-jamaluddin-ketua-dpra|title=Dahlan Jamaluddin Ketua DPRA|author=|access-date=}}</ref>
Baris 52 ⟶ 51:
|kecamatan = 289<ref name="ACEH2019"/>
|kelurahan = 26<ref name="GIS Dukcapil"/>
|desa = 6.514<ref name="ACEH2019"/>
|total APBD = Rp.15.084.003.946.127,00- <ref name="APBA 2018">{{cite web|url=[https://www1-media.acehprov.go.id/uploads/Ringkasan_APBA_2018.pdf Lampiran I Peraturan Gubernur Aceh Nomor 9 Tahun 20018]</ref>
|tahun APBD = 2018
Baris 700 ⟶ 699:
* [[Semen]]
 
=== Pertanian dan perikananPerikanan ===
 
* [[Kerapu]]
* [[Kayu]]
* [[Kopi]] <ref>{{Cite web|url=https://republika.co.id/share/pmsq5v370|title=Ekspor Kopi Aceh Tumbuh 540 Persen|date=2019-02-12|website=Republika Online|access-date=2019-09-23}}</ref>
* [[Lobster]] <ref>{{Cite web|url=https://foto.kompas.com/photo/read/2018/01/28/1517117756e02/Budidaya-Lobster-Kualitas-Ekspor|title=Budidaya Lobster Kualitas Ekspor|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-09-23}}</ref>
* [[Udang]] <ref>{{Cite web|url=https://aceh.antaranews.com/berita/85636/udang-vaname-di-aceh-barat-tembus-pasar-internasional|title=Udang Vaname di Aceh Barat tembus pasar internasional - ANTARA News Aceh|last=Agency|first=ANTARA News|website=Antara News|access-date=2019-09-23}}</ref>
* [[Tuna]] <ref>{{Cite web|url=https://kumparan.com/acehkini/foto-melihat-tuna-tangkapan-nelayan-aceh-yang-tembus-pasar-dunia-1rZguDadNZ9|title=Foto: Melihat Tuna Tangkapan Nelayan Aceh yang Tembus Pasar Dunia|website=kumparan|language=id-ID|access-date=2019-09-23}}</ref>
 
*[[Kepiting]]
=== Pra-[[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|tsunami 2004]] ===
* [[Ikan]]
Sebelum bencana tsunami [[26 Desember]] [[2004]], perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di [[Samudra India|Samudra Hindia]] maupun [[Selat Malaka]].
 
Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di [[Aceh Utara]], [[Aceh Timur]], [[Bireuen]], [[Aceh Barat]] dan [[Aceh Selatan]].
 
Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (''hook and line''). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.
 
Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di [[Banda Aceh]], 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 [[kabupaten]]/[[kota]] dan sejumlah tempat pelelangan ikan ([[TPI]]) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektare tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di [[Aceh Utara]], [[Pidie]], [[Bireuen]] dan [[Aceh Timur]].
 
[[Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia|Departemen Kelautan dan Perikanan]] (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap [[kabupaten]]/[[kota]], terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
 
=== Pasca-tsunami [[2004]] ===
[[Berkas:US Navy 050102-N-9593M-040 A village near the coast of Sumatra lays in ruin after the Tsunami that struck South East Asia.jpg|jmpl|ka|250px|Kerusakan akibat tsunami di Banda Aceh]]
 
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 [[ton]]). Selain itu, 38 unit [[TPI]] rusak berat dan 14.523 [[hektar]] tambak di 11 [[kabupaten]]/[[kota]] rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 miliar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.
 
[[Berkas:PLTD Apong Ie Beuna.JPG|jmpl|kiri|250px|Kapal [[PLTD Apung]] yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat]]
 
Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di [[Aceh Selatan]]), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 miliar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
 
Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
 
== Pertanian ==
* [[KerapuKayu]]
* [[Kopi]] <ref>{{Cite web|url=https://republika.co.id/share/pmsq5v370|title=Ekspor Kopi Aceh Tumbuh 540 Persen|date=2019-02-12|website=Republika Online|access-date=2019-09-23}}</ref>
* [[Rempah-rempah]]
* [[Buah-buahan]] <ref>{{Cite web|url=https://aceh.antaranews.com/berita/44069/buah-buahan-jadi-andalan-ekspor-aceh|title=Buah-buahan jadi andalan ekspor Aceh - ANTARA News Aceh|last=Agency|first=ANTARA News|website=Antara News|access-date=2019-09-23}}</ref>
Baris 846 ⟶ 865:
# ('''GRU''') - [[Stasiun Geurugok]]
# ('''KKG''') - [[Stasiun Kutablang]]
 
=== Pra-[[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|tsunami 2004]] ===
Sebelum bencana tsunami [[26 Desember]] [[2004]], perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di [[Samudra India|Samudra Hindia]] maupun [[Selat Malaka]].
 
Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di [[Aceh Utara]], [[Aceh Timur]], [[Bireuen]], [[Aceh Barat]] dan [[Aceh Selatan]].
 
Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (''hook and line''). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.
 
Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di [[Banda Aceh]], 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 [[kabupaten]]/[[kota]] dan sejumlah tempat pelelangan ikan ([[TPI]]) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektare tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di [[Aceh Utara]], [[Pidie]], [[Bireuen]] dan [[Aceh Timur]].
 
[[Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia|Departemen Kelautan dan Perikanan]] (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap [[kabupaten]]/[[kota]], terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
 
=== Pasca-tsunami [[2004]] ===
[[Berkas:US Navy 050102-N-9593M-040 A village near the coast of Sumatra lays in ruin after the Tsunami that struck South East Asia.jpg|jmpl|ka|250px|Kerusakan akibat tsunami di Banda Aceh]]
 
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 [[ton]]). Selain itu, 38 unit [[TPI]] rusak berat dan 14.523 [[hektar]] tambak di 11 [[kabupaten]]/[[kota]] rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 miliar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.
 
[[Berkas:PLTD Apong Ie Beuna.JPG|jmpl|kiri|250px|Kapal [[PLTD Apung]] yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat]]
 
Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di [[Aceh Selatan]]), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 miliar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
 
Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
 
== Tokoh dari Aceh ==