Perjanjian Giyanti: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 140.213.56.104 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rayhan6726
Tag: Pengembalian
AnsyahF (bicara | kontrib)
Strukturisasi
Baris 1:
[[Berkas:msGiyanti{{Infobox treaty|name=Perjanjian Giyanti|image=MsGiyanti.jpg|jmpldate_signed=13 Februari 1755|200pxlocation_signed=Dukuh Kerten, [[Jantiharjo, Karanganyar, Karanganyar|Desa Jantiharjo]], [[Karanganyar]], [[Jawa Tengah]]|caption=Naskah Perjanjian Giyanti yang ditandatangani dan dibubuhi stempel oleh pihak-pihak yang terlibat.]]|signatories={{flagcountry|Kesultanan Mataram}}
----
'''Perjanjian Giyanti''' adalah kesepakatan antara [[VOC]], pihak [[Kesultanan Mataram]] yang diwakili oleh [[Sunan Pakubuwana III]], dan kelompok [[Pangeran Mangkubumi]]. Kelompok [[Pangeran Sambernyawa]] tidak ikut dalam perjanjian ini. Demi keuntungan pribadi, Pangeran Mangkubumi memutar haluan dengan menyeberang dari kelompok pemberontak ke kelompok pemegang legitimasi kekuasaan untuk memerangi pemberontak, yaitu Pangeran Sambernyawa. Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal [[13 Februari]] [[1755]] tersebut secara ''de facto'' dan ''de jure'' menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang sepenuhnya independen. Nama ''Giyanti'' diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian tersebut, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda) yang sekarang terletak di Dukuh Kerten, [[Jantiharjo, Karanganyar, Karanganyar|Desa Jantiharjo]], sebelah tenggara [[Karanganyar, Karanganyar|Karanganyar]], [[Jawa Tengah]].
Kelompok [[Pangeran Mangkubumi]]
----
{{flagcountry|Belanda|VOC}}|long_name=Perjanjian di Giyanti/Gianti|languages=[[Bahasa Jawa]] dan [[Bahasa Belanda]]}}
 
'''Perjanjian Giyanti''' adalah sebuah perjanjian antara [[VOC]], pihak [[Kesultanan Mataram]] yang diwakili oleh [[Sunan Pakubuwana III]], dan kelompok [[Pangeran Mangkubumi]]. Kelompok [[Pangeran Sambernyawa]] tidak ikut dalam perjanjian ini. Demi keuntungan pribadi, Pangeran Mangkubumi memutar haluan dengan menyeberang dari kelompok pemberontak ke kelompok pemegang legitimasi kekuasaan untuk memerangi pemberontak, yaitu Pangeran Sambernyawa.
[[Berkas:Ringin Jantiharjo.jpg|jmpl|200px|Lokasi penandatanganan Perjanjian Giyanti di Karanganyar, Jawa Tengah.]]
 
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi menjadi dua. Wilayah di sebelah timur [[Sungai Opak]] (yang melintasi daerah [[Prambanan]] sekarang) dikuasai oleh pewaris takhta Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III, dan tetap berkedudukan di [[Surakarta]]. Adapun wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada [[Pangeran Mangkubumi]] yang sekaligus diangkat menjadi [[Sultan Hamengkubuwana I]] yang berkedudukan di [[Yogyakarta]]. Di dalamnya juga terdapat klausul bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.
'''Perjanjian Giyanti''' adalah kesepakatan antara [[VOC]], pihak [[Kesultanan Mataram]] yang diwakili oleh [[Sunan Pakubuwana III]], dan kelompok [[Pangeran Mangkubumi]]. Kelompok [[Pangeran Sambernyawa]] tidak ikut dalam perjanjian ini. Demi keuntungan pribadi, Pangeran Mangkubumi memutar haluan dengan menyeberang dari kelompok pemberontak ke kelompok pemegang legitimasi kekuasaan untuk memerangi pemberontak, yaitu Pangeran Sambernyawa. Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal [[13 Februari]] [[1755]] tersebut secara ''de facto'' dan ''de jure'' menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang sepenuhnya independen. Nama ''Giyanti'' diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian tersebut, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda) yang sekarang terletak di Dukuh Kerten, [[Jantiharjo, Karanganyar, Karanganyar|Desa Jantiharjo]], sebelah tenggara [[Karanganyar, Karanganyar|Karanganyar]], [[Jawa Tengah]].
 
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi menjadi dua2. Wilayah di sebelah timur [[Sungai Opak]] (yang melintasi daerah [[Prambanan]] sekarang) dikuasai oleh pewaris takhta Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III, dan tetap berkedudukan di [[Surakarta]]. Adapun wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada [[Pangeran Mangkubumi]] yang sekaligus diangkat menjadi [[Sultan Hamengkubuwana I]] yang berkedudukanmenetap di [[Yogyakarta]]. Di dalamnya juga terdapat klausul bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.
 
== Perundingan ==
Menurut dokumen register harian [[N. Hartingh]], [[Gubernur]] VOC untuk [[Jawa Utara]], pada tanggal [[10 September]] [[1754]] ia berangkat dari [[Semarang]] untuk menemui Pangeran Mangkubumi. Pertemuan dengan Pangeran Mangkubumi sendiri baru terlaksana pada tanggal [[22 September]] [[1754]]. Pada hari berikutnya, diadakan perundingan tertutup yang hanya dihadiri oleh beberapa orang. Pangeran Mangkubumi didampingi oleh [[Paku Alam I|Pangeran Natakusuma]] dan [[Tumenggung Ronggo]]. Hartingh sendiri didampingi oleh [[Breton]], [[C. Donkel|Kapten C. Donkel]], dan sekretarisnya, [[W. Fockens]]. Adapun yang menjadi juru bahasa adalah [[Pendeta Bastani]].
 
[[Berkas:Ringin Jantiharjo.jpg|jmpl|254x254px|Lokasi penandatanganan Perjanjian Giyanti di Karanganyar, Jawa Tengah.|al=|kiri]]Pada pembicaraan pertama mengenai pembagian Mataram, Hartingh menyatakan keberatan karena tidak mungkin ada dua pemimpin dalam satu kesultanan. Mangkubumi menyatakan bahwa di [[Cirebon]] ada lebih dari satu [[sultan]]. Hartingh pun menawarkan [[Mataram]] sebelah timur yang ditolak oleh Mangkubumi. Perundingan berjalan kurang lancar karena masih ada kecurigaan di antara mereka. Akhirnya, setelah bersumpah untuk tidak saling melanggar janji, maka pembicaraan bisa berjalan lancar. Hartingh kembali mengusulkan agar Mangkubumi tidak menggunakan gelar [[sunan]] dan menentukan daerah mana saja yang akan dikuasai olehnya. Mangkubumi keberatan melepas gelar sunan karena rakyat telah mengakuinya sebagai sunan sejak lima tahun sebelumnya. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sunan yang Dipertuan atas Kesultanan Mataram ketika [[Pakubuwana II]] wafat di daerah [[Kabanaran]], bersamaan saat VOC melantik Adipati Anom menjadi [[Pakubuwana III]].
 
Mangkubumi keberatan melepas gelar sunan karena rakyat telah mengakuinya sebagai sunan sejak lima tahun sebelumnya. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sunan yang Dipertuan atas Kesultanan Mataram ketika [[Pakubuwana II]] wafat di daerah [[Kabanaran]], bersamaan saat VOC melantik Adipati Anom menjadi [[Pakubuwana III]].[[Berkas:Jawa Setelah Perjanjian Giyanti.png|jmpl|Peta pembagian Matarampada tahun 1757]]Perundingan terpaksa dihentikan dan diteruskan keesokan harinya. Pada tanggal [[23 September]] [[1754]] akhirnya tercapai nota kesepahaman bahwa Pangeran Mangkubumi akan memakai gelar sultan dan mendapatkan setengah bagian kesultanan. Daerah pantai utara Jawa atau ''daerah pesisiran'' yang telah diserahkan pada VOC tetap dikuasai oleh VOC dan setengah bagian ganti rugi atas penguasaan tersebut akan diberikan kepada Mangkubumi. Selain itu, Mangkubumi juga akan memperoleh setengah pusaka-pusaka istana. Nota kesepahaman tersebut kemudian disampaikan kepada [[Pakubuwana III]]. Pada tanggal [[4 November]] [[1754]], [[Pakubuwana III]] menyampaikan surat kepada [[Gubernur Jenderal]] VOC, [[Mossel]], mengenai persetujuannya tehadap hasil perundingan antara Gubernur Jawa Utara, N. Hartingh, dan Pangeran Mangkubumi.
 
Berdasarkan perundingan yang dilakukan pada tanggal [[22 September|22]]-[[23 September]] [[1754]] dan surat persetujuan [[Pakubuwana III]], maka pada tanggal [[13 Februari]] [[1755]] ditandatanganilah ''Perjanjian di Giyanti''.
 
== Isi perjanjian ==
[[Soedarisman Poerwokoesoemo]] dalam bukunya, ''Kadipaten Pakualaman'', mengemukakan isinya sebagai berikut:
[[Berkas:Jawa Setelah Perjanjian Giyanti.png|jmpl|Peta pembagian Mataram setelah Perjanjian Giyanti dan didirikannya Mangkunagaran pada tahun 1757.]]
Poin-poin perjanjian tersebut seperti yang dikemukakan oleh [[Soedarisman Poerwokoesoemo]] adalah sebagai berikut.
 
=== Pasal 1 ===
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai '''Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah''' di atas separo dari Kesultanan Mataram yang diberikan kepada beliau dengan hak turun-temurun pada pewarisnya, dalam hal ini '''Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro'''.
 
=== Pasal 2 ===
Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.
 
=== Pasal 3 ===
Sebelum Pepatih Dalem (''Rijks-Bestuurder'') dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari [[residen]] atau [[gubernur]].
 
=== Pasal 4 ===
Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.
 
=== Pasal 5 ===
Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.
 
=== Pasal 6 ===
Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas [[Pulau Madura]] dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh [[Pakubuwana II|Sri Sunan Pakubuwana II]] kepada VOC dalam kontraknya tertanggal [[18 Mei]] [[1746]]. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.
 
=== Pasal 7 ===
Sri Sultan akan memberi bantuan kepada [[Pakubuwana III|Sri Sunan Pakubuwana III]] sewaktu-waktu jika diperlukan.
 
=== Pasal 8 ===
Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.
 
=== Pasal 9 ===
Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun [[1705]], [[1733]], [[1743]], [[1746]], dan [[1749]].
 
# '''Pasal 1''' Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai '''Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah''' di atas separo dari Kesultanan Mataram yang diberikan kepada beliau dengan hak turun-temurun pada pewarisnya, dalam hal ini '''Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro'''.
=== Penutup ===
# '''Pasal 2''' Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.
Perjanjian ini dari ditandatangani oleh N. Hartingh, [[W. van Ossenberch]], [[J.J. Steenmulder]], C. Donkel, dan W. Fockens dari pihak VOC.
# '''Pasal 3''' Sebelum Pepatih Dalem (''Rijks-Bestuurder'') dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari [[residen]] atau [[gubernur]].
# '''Pasal 4''' Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.
# '''Pasal 5''' Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.
# '''Pasal 6''' Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas [[Pulau Madura]] dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh [[Pakubuwana II|Sri Sunan Pakubuwana II]] kepada VOC dalam kontraknya tertanggal [[18 Mei]] [[1746]]. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.
# '''Pasal 7''' Sri Sultan akan memberi bantuan kepada [[Pakubuwana III|Sri Sunan Pakubuwana III]] sewaktu-waktu jika diperlukan.
# '''Pasal 8''' Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.
# '''Pasal 9''' Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun [[1705]], [[1733]], [[1743]], [[1746]], dan [[1749]].
# '''Penutup''' Perjanjian ini dari ditandatangani oleh N. Hartingh, [[W. van Ossenberch]], [[J.J. Steenmulder]], C. Donkel, dan W. Fockens dari pihak VOC.
 
== Polemik ==