Shinto Negara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k 000
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 5:
{{nihongo|'''Shintō negara'''|国家神道 atau 國家神道|Kokka Shintō}} mendeskripsikan penerapan ideologi [[Shinto]] sebagai tradisi rakyat asli dalam kehidupan bernegara [[Kekaisaran Jepang]].<ref name=Fridell />{{rp|547}} Negara sangat mendorong praktek-praktek Shinto untuk menjadikan Kaisar sebagai sosok ilahi,<ref name="Earhart" />{{rp|8}} yang memegang kontrol keuangan kuil dan rezim terlatih untuk [[Kannushi|para pendeta]].<ref name="Shibata" /><ref name="Zhong" />{{rp|59}}<ref name="Keene" />{{rp|120}}
 
Ideologi Shinto negara timbul pada permulaan [[periode Meiji|era Meiji]], setelah para pejabat pemerintah menolak kebebasan beragama dalam [[Konstitusi Meiji]].<ref name="Hardacre" />{{rp|115}} Para cendekiawan kekaisaran meyakini bahwa Shinto merefleksikan fakta sejarah dari asal usul keilahian Kaisar ketimbang keyakinan agama, dan berpendapat bahwa ini harus meraih hubungan yang diutamakan dengan negara Jepang.<ref name="Earhart" />{{rp|8}}<ref name="Zhong" />{{rp|59}} Pemerintah berpendapat bahwa Shinto adalah sebuah tradisi moral non-relijius dan praktik patriotik.<ref name="Zhong" />{{rp|59}}<ref name="Keene" />{{rp|120}} Meskipun upaya-upaya era Meiji awal untuk menyatukan Shinto dan negara mengalami kegagalan,<ref name="Hardacre" />{{rp|51}} konsep non-relijius dari ideologi Shinto dimasukkan ke dalam birokrasi negara.<ref name=":0" />{{rp|547}}<ref name="Sakamoto">{{cite book|last1=Sakamoto|first1=Koremaru|title=Kokka Shinto taisei no seiritsu to tenkai|date=1993|publisher=Kobunda|location=Tokyo|pages=165–202}}</ref> Kuil-kuil didefinisikan sebagai patriotik, bukan agama, institusi yang memegang keperluan negara seperti menghormati korban tewas pada masa perang.<ref name="Hardacre" />{{rp|91}}
 
Negara tersebut juga mengintegrasikan kuil-kuil lokal ke dalam fungsi politik, terkadang menimbulkan penentangan dan penarikan lokal.<ref name="Keene" />{{rp|120}} Dengan sedikit kuil yang didanai oleh negara, nyaris 80.000 kuil ditutup atau digabung dengan wilayah tetangga.<ref name=Hardacre />{{rp|98}}<ref name=":0" />{{rp|118}} Beberapa kuil dan organisasi kuil mulai secara sendiri-sendiri mendorong pengarahan negara, tanpa pendanaan.<ref name=":0" />{{rp|114}} Pada 1940, para pendeta Shinto mengalami penganiayaan karena menampilkan upacara keagamaan Shinto tradisional.<ref name="Hardacre" />{{rp|25}}<ref name="Beckford" />{{rp|699}} Kekaisaran Jepang tak menggambarkan perbedaan antara ideologi Shinto dan Shinto tradisional.<ref name=":0" />{{rp|100}}
 
[[Komandan Tertinggi Sekutu|Para pemimpin militer AS]] memperkenalkan istilah "Shinto negara" untuk membedakan ideologi negara tersebut dari praktek-praktek Shinto tradisional<ref name="Earhart" />{{rp|38}} dalam [[Pengarahan Shinto]] tahun 1945.<ref name="Earhart" />{{rp|38}} Dekrit tersebut menganggap Shinto sebagai agama, dan melarang pemakaian ideologi lebih lanjut dari Shinto oleh negara.<ref name="Beckford" />{{rp|703}} Kontroversi masih terjadi mengenai pemakaian simbol-simbol Shinto dalam fungsi-fungsi negara.<ref name="Shibata" />{{rp|428}}<ref name="Beckford" />{{rp|706}}<ref name="Loo" />
Baris 19:
Istilah "Shinto negara" kemudian dipakai untuk mengkategorisasikan dan meniadakan praktek-praktek Kekaisaran Jepang yang berkaitan dengan Shinto untuk mendukung ideologi nasionalistik.<ref name="Hardacre" />{{rp|133}}<ref name=":0">{{Cite journal|title = State Shinto in the Lives of the People: The Establishment of Emperor Worship, Modern Nationalism, and Shrine Shinto in Late Meiji|journal = Journal of the American Academy of Religion |date = 2005-12-01 |pages = 1077–1098 |volume = 73 |issue=4 |doi= 10.1093/jaarel/lfi115 |first= Susumu |last= Shimazono |subscription = Yes |registration = Yes |via= [[HighBeam Research]] |accessdate = 1 January 2016 |url= https://www.highbeam.com/doc/1P3-1769672281.html}}</ref>{{rp|97}} Dengan menolak untuk melarang praktek-praktek Shinto sekaligus, [[Konstitusi Jepang|konstitusi pasca-perang Jepang]] kemudian dapat memberikan Kebebasan Beragama penuh.<ref name="Hardacre" />{{rp|133}}
 
== Definisi ==
[[Berkas:Meiji-tenno_among_kami_and_emperors.JPG|thumbjmpl|300x300px|Engravir tahun 1878 karya [[Toyohara Chikanobu]] (1838–1912) yang secara visual mempersembahkan bagian utama dari Shinto negara (1871–1946). Ragam Shinto tersebut menyertai dan mempromosikan kepercayaan akan keilahian Kaisar, yang timbul dari silsilah keluarga yang bermula dari kaisar pertama dan para dewa paling berpengaruh dari mitologi Jepang.]]
 
Definisi Shinto negara mengharuskan pembedaan dari istilah "Shinto," yang merupakan satu aspek dari serangkaian simbol nasionalis yang terintegrasi dalam ideologi Shinto negara.<ref name=Fridell>{{cite journal|last1=Fridell|first1=Wilbur M.|title=A Fresh Look at State Shinto|journal=Journal of the American Academy of Religion|date=1976|volume=XLIV|issue=3|pages=547–561|doi=10.1093/jaarel/XLIV.3.547|subscription=yes|postscript={{ODNBsub}}}}</ref>{{rp|547}}<ref name=Woodard>{{cite book|last1=Woodard|first1=William|title=The Allied Occupation of Japan, 1945–1952, and Japanese Religions|date=1972|publisher=EJ Brill|location=Leiden|page=11}}</ref> Meskipun beberapa cendekiawan seperti Woodard dan Holtom,<ref name=Woodard /><ref name=Holtom /> dan Pengarahan Shinto itu sendiri memakai istilah "Kuil Shinto" dan "Shinto negara" secara bergantian, kebanyakan cendekiawan kontemporer memakai istilah "Kuil Shinto" untuk merujuk kepada mayoritas kuil Shinto yang berada di luar pengaruh Shinto negara, meninggalkan "Shinto negara" untuk merujuk kepada kuil dan praktek yang ditujukan untuk merefleksikan ideologi negara.<ref name=Fridell />{{rp|547}}
 
=== Penafsiran ===
[[Berkas:Macarthur hirohito.jpg|thumbjmpl|Kaisar Hirohito dan Jenderal MacArthur, di pertemuan pertama mereka di Kedubes AS, Tokyo, 27 September 1945]]
Secara umum, Shinto negara merujuk kepada pemakaian praktek Shinto yang terinkorporasi dalam [[nasionalisme Jepang|ideologi nasional]] pada zaman Meiji yang bermula pada 1868.<ref name=":0" />{{rp|100}} Ini seringkali dideskripsikan sebagai ideologi atau praktek yang terinspirasi Shinto dan didukung negara yang bertujuan untuk menginspirasi integrasi, persatuan, dan loyalitas nasional.<ref name="Beckford">{{cite book|last1=Beckford|first1=edited by James A.|last2=III|first2=N.J. Demerath|title=The SAGE handbook of the sociology of religion|date=2007|publisher=SAGE Publications|location=London|isbn=9781446206522}}</ref>{{rp|700}} Shinto negara juga dimengerti untuk merujuk kepada ritual dan ideologi negara dari [[pemujaan kekaisaran|pemujaan kaisar]], yang tak menjadi tujuan tradisional dari Shinto<ref name="Beckford" />{{rp|699}} — dari 124 [[Daftar Kaisar Jepang|kaisar Jepang]], hanya 20 yang memiliki kuil terdedikasi.<ref name="Ono">{{cite book|last1=Ono|first1=Sokyo|last2=Woodward|first2=Walter|title=Shinto, the Kami way|date=2003|publisher=C.E. Tuttle|location=Boston, Ma.|isbn=9780804835572|edition=1.}}</ref>{{rp|80}}
 
Baris 32:
Beberapa otoritas Shinto kontemporer menolak konsep Shinto negara, dan berniat untuk merestorasi unsur-unsur dari praktek tersebut, seperti menamakan periode-periode waktu berdasarkan pada Kaisar.<ref name="Earhart">{{cite book|last1=Earhart|first1=H. Byron|title=Religion in the Japanese experience: sources and interpretations|date=1974|publisher=Dickenson Pub. Co.|location=Encino, Calif.|isbn=0822101041|edition=3rd }}</ref>{{rp|119}} Pandangan tersebut seringkali memandang "Shinto negara" secara murni sebagai penemuan "Pengarahan Shinto" dari Amerika Serikat.<ref name="Keene" />{{rp|119}}
 
== Shinto sebagai ideologi politik ==
Dalam esensi Barat-nya, praktek "keagamaan" belum diketahui di Jepang sebelum restorasi Meiji.<ref name="Isomae" /> "[[Agama]]" diartikan menjadi serangkaian kepercayaan tentang iman dan kehidupan setelah kematian, selain juga sangat diasosiasikan dengan kekuatan Barat.<ref name="Zhong" />{{rp|55–56}} Restorasi Meiji menjadikan kembali [[Kaisar Meiji|Kaisar]], seorang figur "keagamaan", sebagai kepala negara Jepang.<ref name="Earhart" />{{rp|8}}
 
Baris 39:
Ideologi "Shinto negara" menganggap Shinto sebagai suatu hal yang tak sekadar agama, "sebuah penyatuan pemerintah dan ajaran ... [yang] bukanlah sebuah agama."<ref name="Hardacre" />{{rp|66}} Alih-alih praktek agama, Shinto dimengerti sebagai bentuk pendidikan, yang "terdiri dari tradisi-tradisi [[Wangsa Kekaisaran Jepang|wangsa kekaisaran]], bermula pada zaman para dewa dan berlanjut sepanjang sejarah."<ref name="Hardacre" />{{rp|66}}
 
[[Berkas:Yasukuni 1st Torii 20060122.jpg|thumbjmpl|Sebuah gerbang torii di kuil Yasukuni]]
Para cendekiawan seperti Sakamoto Koremaru, berpendapat bahwa sistem "Shinto negara" hanya berdiri antara 1900 dan 1945, selaras dengan pembentukan negara dari Biro Kuil-kuil. Biro tersebut membedakan Shinto dari agama-agama yang diurus oleh Biro Kuil dan Biara, yang menjadi Biro Agama.<ref name=":0" />{{rp|547}} Dipisahkan melalui birokrasi negara tersebut, Shinto dibedakan dari kuil-kuil Buddha dan gereja-gereja [[Kekristenan di Jepang|Kristen]], yang dirumuskan sebagai agama. Ini menandai permulaan penyebutan resmi negara terhadap kuil-kuil Shinto sebagai "suprarelijius" atau "non-relijius".<ref name=":0" />{{rp|547}}<ref name="Sakamoto" />
 
Shinto negara tak dianggap sebagai "agama negara" pada era Meiji.<ref>{{cite book|last1=Maxey|first1=Trent E.|title=The "greatest problem": religion and state formation in Meiji Japan|date=2014|publisher=Harvard University Asia Center|location=Cambridge, MA|isbn=0674491998|page=19}}</ref><ref>{{cite book|last=Josephson|first=Jason Ānanda|title=The Invention of Religion in Japan|year=2012|publisher=University of Chicago Press|isbn=0226412342|page=133}}</ref> Sebagai gantinya, Shinto negara dianggap merupakan penunjangan Shinto tradisional melalui dukungan keuangan negara untuk [[kuil Shinto|kuil-kuil]] yang bersekutu dalam hal ideologi.<ref name="Keene">{{cite book|last1=Keene|first1=comp. by Ryusaku Tsunoda; Wm. Theodore de Bary; Donald|title=Sources of Japanese tradition|date=2006|publisher=Columbia Univ. Press|location=New York|isbn=9780231139182|edition=2nd }}</ref>{{rp|118}}<ref name="Beckford" />{{rp|700}}
 
== Implementasi ideologi Shinto ==
 
Melalui inisiatif pendidikan dan hubungan keuangan khusus untuk kuil-kuil baru, Kekaisaran Jepang mendorong kemajuan praktek Shinto sebagai tradisi moral patriotik.<ref name="Keene" />{{rp|120}} Dari awal era Meiji, asal usul keilahian dari Kaisar adalah posisi resmi dari negara tersebut, dan diajarkan di ruang-ruang kelas tak sebagai mitos, namun sebagai fakta sejarah.<ref name="Zhong" />{{rp|64}}<ref name="Keene" />{{rp|122}} Para pendeta Shinto diundang untuk mengajar di sekolah-sekolah negeri, dan menanamkan ajaran tersebut, bersama dengan penghormatan untuk Kaisar dan kunjungan kelas dasar ke kuil-kuil.<ref name="Keene" />{{rp|120}} Para praktisioner Shinto negara juga mendorong aspek ritual sebagai praktek sipil nasional yang bukanlah panggilan eksplisit terhadap iman untuk berpartisipasi.<ref name="Zhong" />{{rp|59}}
Baris 96:
Pada 1940, negara membuat badan kuil masa perang, yang memperluas kontrol atas kuil-kuil negara dan meluaskan peran negara. Sampai masa tersebut, para pendeta individual telah dibatasi dalam peran-peran politik mereka, ditempatkan pada ritual tertentu dan kuil tak dijaga, dan jarang mendorong pemujaan Kaisar, atau aspek ideologi negara lain, secara independen.<ref name=":0" />{{rp|97}}<ref name="Sakamoto" /> Tak ada pendeta kuil, atau anggota badan Kuil Masa Perang, yang sebelumnya masuk jawatan negeri, yang beberapa cendekiawan seperti Sakamoto nyatakan adalah bukti pemakaian Shinto dari negara menuju akhirannya sendiri, alih-alih upaya pendeta Shinto untuk meraih kekuasaan politik.<ref name=":0" />{{rp|97}}<ref name="Sakamoto" />
 
== Asal usul ideologi ==
[[Berkas:Portrait of Atsutane Hirata.jpg|thumbjmpl|300px|Potret Atsutane Hirata, gulungan gantung]]
Cendekiawan Katsurajima Nobuhiro menyatakan bahwa wadah "suprarelijius" pada praktek-praktek Shinto negara tergambar pada kegagalan sebelumnya dari negara tersebut untuk mengkonsolidasikan Shinto relijius untuk keperluan negara.<ref name=Okuyama>{{cite journal|last1=Okuyama|first1=Michiaki|title="State Shinto" in Recent Japanese Scholarship|journal=Monumenta Nipponica|date=2011|volume=66|issue=1|pages=123–145|doi=10.1353/mni.2011.0019|url=https://muse.jhu.edu/journals/monumenta_nipponica/v066/66.1.okuyama.html|postscript={{subscription needed|via=[[Project MUSE]]}}}}</ref>{{rp|126}}<ref name=Nobuhiro>{{cite book|last1=Nobuhiro|first1=Katsurajima|title=Iwanami tetsugaku, shisō jiten, s.vv. 国家神道.|date=1998}}</ref>
 
Baris 108:
Negara menanggapinya dengan mendirikan Departemen Keilahian ("jingikan") pada 1869.<ref name="Hardacre" />{{rp|17}}<ref name=":0" />{{rp|112}} Birokrasi pemerintahan tersebut mendorong pemisahan roh-roh [[Kami]] dari unsur-unsur Buddha, dan mencantumkan garis ilahi Kaisar dari Dewi Matahari, [[Amaterasu]].<ref name=":0" />{{rp|112}} Tindakan tersebut mendorong balasan terhadap apa yang telah menjadi [[agama di Jepang|perpaduan praktek-praktek Buddha dan Shinto]] di Jepang.<ref name="Zhong" />{{rp|59}} Departemen tersebut mengalami kegagalan, dan diturunkan menjadi Kementerian.<ref name=":0" />{{rp|113}} Pada 1872, kebijakan untuk kuil-kuil dan agama lain diambil alih oleh [[Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains dan Teknologi|Kementerian Pendidikan]].<ref name=":0" />{{rp|113}} Kementerian tersebut berniat untuk menstandarisasi ritual-ritual di seluruh kuil, dan mengalami sedikit kesuksesan, namun berbanding jauh dari tujuan aslinya.<ref name=":0" />{{rp|113}}
 
=== Pengajaran Nasional ===
Dalam seruan untuk pengembalian Departemen Keilahian pada 1874, sekelompok pendeta Shinto mengeluarkan pernyatana kolektif yang menyerukan bahwa Shinto adalah "Pengajaran Nasional." Pernyataan tersebut mengadvokasikan bahwa pemahaman Shinto berbeda dari agama. Mereka berpendapat, Shinto adalah penyajian tradisi wangsa Kekaisaran dan sehingga mewakili bentuk termurni dari ritus-ritus kenegaraan Jepang.<ref name=Hardacre />{{rp|66}} Para cendekiawan tersebut menulis,
 
Baris 121:
 
=== Kuil Yasukuni ===
[[Berkas:Yasukuni Shrine 2012.JPG|thumbjmpl|300px|Kuil Yasukuni]]
Pada 1879, [[Kuil Yasukuni]] dibangun untuk menghormati para korban tewas pada masa perang. Kaisar mengunjungi dan memimpin upacara untuk para korban tewas pada masa pernag di Yasukuni, penghormatan yang mungkin tertinggi dalam Shinto.<ref name="Keene" />{{rp|119}}<ref name=Hardacre />{{rp|91}} Sepanjang masa itu, negara mulai mendorong kuil-kuil untuk mengajarkan soal nasionalisme patriotik; termasuk jaringan kuil yang didedikasikan kepada para prajurit yang tewas dalam pertempuran. Kewajiban tersebut tak memiliki hubungan dengan sejarah kuil lokal tersebut, yang berujung pada penarikan.<ref name="Keene" />{{rp|120}}
 
Pada zaman kontemporer, kuil tersebut menjadi simbol kontroversial untuk [[nasionalisme Jepang|nasionalis Jepang]].<ref name="Loo" /><ref name="ForeignAffairs">{{cite journal|title=How to solve a problem like Yasukuni|journal=Foreign Affairs|date=March 2007|volume=86|issue=2|pages=88–89|url=http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=a9h&AN=24151465&site=ehost-live|accessdate=9 January 2016|postscript={{subscription needed|via=[https://www.ebsco.com EBSCO]'s Academic Search Complete}}}}</ref> Meskipun beberapa warga negara dari berbagai unsur politik mengunjungi situs tersebut untuk menghormati para keramat yang tewas dalam pertempuran, yang ''kami''-nya (jiwa) bermukim disana, sehingga beberapa diantaranya adalah [[Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh|para penjahat perang kelas A]]. Para penjahat tersebut dikuilkan dalam sebuah upacara rahasia pada 1978, yang telah menjadi desas-desus yang berkembang di kalangan [[pasifisme|pasifis]] Jepang dan komunitas internasional.<ref name="ForeignAffairs"/>
Baris 128:
Tak ada Kaisar yang mengunjungi kuil tersebut sejak itu, dan kunjungan oleh [[Perdana Menteri Jepang|perdana menteri]] dan pejabat pemerintah ke kuil tersebut menjadi bahan gugatan dan kontroversi media.<ref name="Ravitch">{{cite journal|last1=Ravitch|first1=Frank|title=THE JAPANESE PRIME MINISTER'S VISITS TO THE YASUKUNI SHRINE ANALYZED UNDER ARTICLES 20 AND 89 OF THE JAPANESE CONSTITUTION.|journal=Contemporary Readings in Law & Social Justice|date=2014|volume=6|issue=1|pages=124–136|url=http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=a9h&AN=97217822&site=ehost-live|accessdate=9 January 2016|issn=1948-9137|postscript={{subscription needed|via=[https://www.ebsco.com EBSCO]'s Academic Search Complete}}}}</ref>
 
== Di wilayah-wilayah jajahan ==
[[Berkas:Empire of Japan (1868-1945).png|thumbjmpl|300px|kekaisaran Jepang pada puncak penjajahannya, pada 1942]]
Saat Jepang meluaskan wilayah jajahannya, kuil-kuil dibangun untuk keperluan mentuanrumahi ''kami'' Jepang di wilayah-wilayah yang diduduki. Praktek tersebut dimulai dengan [[Kuil Naminoue]] di [[Okinawa]] pada 1890.<ref>[http://k-amc.kokugakuin.ac.jp/DM/auth/dl-media;jsessionid=78EC0F1A0310FACEDE5B14F000047F74?data_id=57798&data_no=57798&version=0&mime_type=application/pdf&filename=EOS091126D.pdf List of ''Kankokuheisha'' (官国幣社), p. 3]; retrieved 2016-11-18.</ref> Kuil-kuil besar yang dibangun di belahan Asia meliputi [[Kuil Karafuto]] di [[Sakhalin]] pada 1910 dan [[Chōsen Jingū|Kuil Chosen]], [[Penjajahan Jepang di Korea|Korea]] pada 1919; kuil-kuil tersebut dirancang di bawah [[Kuil Besar Ise|Kuil Ise]] dalam kepentingan nasional.<ref name="Picken">{{cite book|last1=Picken|first1=Stuart D. B.|title=Sourcebook in shinto : selected documents|date=2004|publisher=Praeger|location=Westport (conn.)|isbn=9780313264320}}</ref>{{rp|111}} Kuil-kuil lain meliputi Kuil Shonan di [[Penjajahan Jepang di Singapura|Singapura]], [[Kuil San'a]] di [[Hainan|Pulau Hainan]] ([[Penjajahan Jepang di Tiongkok|Tiongkok]]), [[Kuil Okinawa]] di [[Shuri, Okinawa]], [[Kuil Akatsuki]] di [[Ho Chi Minh City|Saigon]], dan Kuil Hokoku di [[Penjajahan Jepang di Hindia Belanda|Jawa]].<ref name="Picken" />{{rp|112}}
 
Jepang membangun setidaknya 400 kuil di [[Shinto di Korea|Korea pada masa pendudukan]], dan penyembahan diwajibkan untuk orang-orang Korea.<ref name="Keene" />{{rp|125}} Sebuah pernyataan dari kepala Jawatan Dalam Negeri di Korea menuliskan soal kuil-kuil tersebut dalam sebuah pengarahan: "...mereka memiliki keberadaan yang secara penuh berbeda dari agama, dan pemujaan di kuil-kuil adalah tindakan patriotisme dan loyalitas, nilai-nilai moral dasar dari negara kami."<ref name="Keene" />{{rp|125}}<ref name="Holtom">{{cite book|last1=Holtom|first1=Daniel Clarence|title=Modern Japan and Shinto Nationalism: A Study of Present-day Trends in Japanese Religions|date=1963|publisher=University of Chicago Press|location=Chicago|page=167}}</ref>
 
== Setelah perang ==
Pada 1 Januari 1946, [[Hirohito|Kaisar Shōwa]] mengeluarkan sebuah pernyataan, yang terkadang disebut sebagai [[Deklarasi Kemanusiaan]], dimana ia mengutip Lima Sumpah Piagam Kaisar Meiji, mengumumkan bahwa ia bukanlah ''Akitsumikami'' (dewa dalam wujud manusia) dan bahwa Jepang tak dibangun pada mitos-mitos.<ref name="Earhart" />{{rp|39}} [[Pendudukan Jepang|Markas Besar Utama AS]] dengan cepat mendeginisikan dan melarang praktik yang diidentifikasikan sebagain "Shinto Negara", namun karena AS memandang kebebasan beragama sebagai aspek krusial dari Jepang pada masa setelah perang, mereka tak memberikan larangan bulat terhadap upacara-upacara keagamaan Jepang yang melibatkan Kaisar.<ref name="Beckford" />{{rp|702}} [[Douglas MacArthur|Jenderal Douglas MacArthur]] dan Departemen Negara berniat untuk menghimpun otoritas Kaisar untuk menghindari "penarikan berkelanjutan" di kalangan rakyat Jepang pada masa pendudukan dan rekonstruksi Jepang.<ref name="Shibata" />{{rp|429}}<ref name="Beckford" />{{rp|702}}
 
Baris 150:
Para politikus konservatif dan kelompok kepentingan nasionalis masih mengadvokasikan pengembalian Kaisar ke posisi keagamaan dan politik utama, yang mereka yakini akan merestorasi esensi nasional dari persatuan.<ref name="Shibata" />{{rp|428}}<ref name=Okuyama />
 
== Referensi ==
{{Reflist|30em}}