Kekaisaran Brasil: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Menolak perubahan teks terakhir (oleh Sosmev) dan mengembalikan revisi 11853832 oleh Denny eR Ge: menolak suntingan yang berniat baik |
||
Baris 78:
Tidak seperti [[Amerika Hispanik|republik-republik Hispanik]] di sekelilingnya, Brasil menikmati stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi, serta secara [[konstitusi]]onal menjamin kebebasan berpendapat dan menghormati hak-hak sipil, walaupun terdapat batasan bagi perempuan dan budak; bahkan budak dianggap bukan sebagai warga negara, tetapi sebagai properti. Parlemen Kekaisaran Brasil yang [[bikameralisme|bikameral]] dan badan legislatif di tingkat provinsi dan lokal dipilih melalui metode yang relatif demokratis pada masa tersebut. Akibatnya, meletus konflik ideologis antara Pedro I dengan faksi di parlemen terkait peran raja dalam pemerintahan. Pedro I juga menghadapi permasalahan lain, seperti kegagalan dalam [[Perang Cisplatina]] melawan [[Provinsi Bersatu Río de la Plata]] yang mengakibatkan lepasnya salah satu provinsi Brasil (nantinya menjadi [[Uruguay]]) pada tahun 1828. Walaupun berperan penting dalam memerdekakan Brasil, Pedro menjadi Raja Portugal pada tahun 1826, tetapi mengundurkan diri untuk memberikan jabatan kepada putri tertuanya. Dua tahun kemudian takhta sang putri diambil alih oleh adik Pedro I. Karena merasa tidak mampu mengurus masalah Brasil dan Portugal secara bersamaan, Pedro I mengundurkan diri dari jabatan Kaisar Brasil pada tanggal 7 April 1831 dan kemudian langsung berangkat ke Eropa untuk [[Peperangan Liberal|mengembalikan putrinya ke takhta]].
Penerus Pedro I adalah putranya yang masih berumur lima tahun, Pedro II. Karena Pedro masih kecil, perwalian yang lemah diadakan. Kekosongan kekuasaan yang diakibatkan oleh ketiadaan kaisar sebagai penentu dalam sengketa politik mengakibatkan perang saudara regional antara faksi-faksi lokal. Walaupun mewarisi negara yang berada di ambang kehancuran, setelah dewasa Pedro II berhasil membawa perdamaian dan kestabilan, serta membuat Brasil menjadi kekuatan internasional baru. Brasil berhasil memenangkan tiga konflik internasional ([[Perang Platina]], [[Perang Uruguay]], dan [[Perang Paraguay]]), serta sengketa-sengketa internasional lain dan perselisihan-perselisihan domestik.
Walaupun Brasil menikmati perdamaian dan kesejahteraan ekonomi, secara pribadi Pedro tidak ingin monarki berlanjut setelahnya. Seiring bertambahnya umur Pedro, ia tidak mencoba mempertahankan institusi monarki. Karena ia tidak memiliki keturunan yang layak menjadi penerus (calon penerusnya adalah putrinya, [[Isabel, Putri Kekaisaran Brasil|Isabel]], dan Pedro II serta kelas penguasa Brasil menolak kaisar perempuan), penguasa-penguasa politik Kekaisaran meyakini bahwa tidak ada alasan untuk mempertahankan monarki. Meskipun sebagian besar orang Brasil tidak antusias dalam menerima bentuk pemerintahan republikan, pada tanggal 15 November 1889, setelah berkuasa selama 58 tahun, Pedro II dijatuhkan oleh [[kudeta]] yang hanya didukung oleh pemimpin-pemimpin militer yang bermaksud untuk mendirikan sebuah republik yang dikepalai oleh seorang diktator.
|