Sistem pembayaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k fix
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik
Baris 2:
{{referensi}}
 
'''Sistem pembayaran''' adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.<ref name="UU SP">[http://www.bi.go.id/], Undang-Undang No.23 tentang Bank Indonesia (Pasal I angka 6) </ref> Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh [[Bank Indonesia]] yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.
 
Dalam menjalankan mandat tersebut, [[Bank Indonesia]] mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.
 
* Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran.
* Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
 
* Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa [[Bank Indonesia]] tidak menginginkan adanya praktekpraktik monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk.
* Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
* Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.
 
* Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa [[Bank Indonesia]] tidak menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk.
 
* Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.
 
Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut ''clean money policy''.
 
Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu [[uang]] dalam bentuk fisik [[uang kertas]] dan [[uang logam]], sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat pembayaran menggunakan kartu ([[APMK]]), Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, maupun uang elektronik.
 
 
Uang kertas dan uang logam terdiri dari beberapa pecahan dengan masing-masing tahun emisinya sebagai berikut:
Baris 95 ⟶ 91:
| Nominal (juta rupiah) || 72,60 || 107,27 || 136,69 || 163,21 || 119,63
|}
 
 
Perkembangan transaksi uang elektronik:
Baris 122 ⟶ 117:
** Peningkatan aspek prudential dalam kartu kredit
** Aspek perlindungan bagi pemegang kartu kredit (penggunaan tenaga pihak ketiga dalam penagihan kartu kredit)
 
* Migrasi chip pada kartu ATM/Debet
** Penggunaan standard teknologi chip yang disepakati industri dan telah disetujui Bank Indonesia
** Mengganti sarana otentikasi dari tanda tangan menjadi PIN minimal 6 digit
 
* Peningkatan status penyelenggara KUPU sebagai dampak diberlakukannya Undang-Undang No.3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dimana setiap penyelenggara transfer dana harus berbadan hukum.
 
* Menghadapi Asean Economic Community. Berkaitan denga perdagangan bebas antar anggota negara [[ASEAN]] dalam [[Wawasan 2020 ASEAN]]. Dengan adanya kemajuan teknologi, lintas batas antar negara menjadi tidak ada artinya.
 
* Memfasilitasi pembentukan Self Regulating Organization, misal Komite Bye-Laws dan focus group SKNBI.