Perang Bayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
k perbaiki using AWB
Baris 21:
Pada tahun [[1743]], terjadi perjanjian sepihak yang dilakukan oleh [[Pakubuwana II]] dan Gubernur Jenderal [[Gustaaf Willem baron van Imhoff|Van Imhoff]] yang menyatakan bahwa [[Kesultanan Mataram Islam|Mataram]] melepaskan daerah taklukan sebelah timur [[Pasuruan]]. Sebenarnya Belanda sendiri menyadari bahwa yang merasa melepaskan haknya itu sebenarnya tak pernah berkuasa secara sungguh-sungguh atas daerah tersebut dan penguasa daerah itu menolak untuk tunduk patuh.<ref name="baydejonge">J.K.J. de Jonge, De Opkomst Van Het Nederlansch Gesag Over Java-XI, ML van Deventer, 1883</ref><ref name="bayccleker">C. C. Lekkerkerker, Balambangan, Indische Gids II, 1932</ref> Berdasarkan perjanjian ini berarti Blambangan telah menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Sementara di Blambangan, [[Kerajaan Mengwi]] telah mengambil alih kekuasaan dengan menempatkan Gusti Kuta Beda dan Gusti Ketut Kabakaba sebagai penguasa.
 
[[Inggris]] yang sejak lama melakukan perdagangan di [[Benculuk, Cluring, Banyuwangi|Ulupangpang]] mengadakan kerja sama dengan Kerajaan Mengwi dengan konsesi memberikan izin kepada pihak Inggris untuk mendirikan kantor dagang. Ulupampang lalu menjadi daerah perdagangan yang sibuk. Agresivitas perdagangan Inggris di Blambangan akhirnya mencemaskan [[VOC]], ditambah keamanan yang kacau di jalur tepi laut Jawa yang menjadi jalan utama perdagangan VOC, mendorong Johanes Vos, gubernur VOC di Semarang mengeluarkan perintah tanggal [[12 Agustus]] [[1766]] agar mengadakan patroli di [[Selat Bali]] dan sekitarnya. Pemerintah Belanda di [[Batavia]] memutuskan untuk menangkapi kapal-kapal Inggris dan elemen-elemen lain yang tidak disukai serta mengambil tindakan-tindakan pengamanan terhadap batas-batas wilayah yang dianggap miliknya.<ref name="bayimad"> I Made Sudjana, Nagari Tawon Madu, Larasan-Sejarah, Kuta-Bali, 2001.</ref>
 
Keadaan di Blambangan yang genting tak terkendalikan menjadikan VOC mengirimkan ekspedisi militer besar-besaran di bawah pimpinan Erdwijn Blanke terdiri atas 335 serdadu Eropa, 3000 laskar Madura dan Pasuruan, 25 kapal besar dan sejumlah yang kecil lainnya. Tanggal 20 PebruariFebruari 1767, ekspedisi Belanda berkumpul di Pelabuhan Kuanyar Madura. Pada tanggal 27 PebruariFebruari 1767 Panarukan diduduki dan didirikan benteng. Pada tanggal 11 Maret pasukan inti di bawah komandan dari Semarang Erdwijn Blanke bergerak melalui darat sepanjang pantai. Tanggal 23 Maret 1767 ekspedisi Belanda tiba di Banyualit. Pertempuran meletus. Ratusan laskar Blambangan pimpinan Gusti Kuta Beda terbunuh. VOC menguasai benteng di Banyualit. Selat Bali mulai dari [[Ketapang, Kalipuro, Banyuwangi|Meneng]] sampai [[Grajagan, Purwoharjo, Banyuwangi|Grajagan]] diblokir.<ref name="baydejonge" /><ref name="bayimad" />
 
Mas Anom dan Mas Weka (keturunan [[Kerajaan Blambangan]]) memperoleh kesempatan memberontak terhadap penguasa Bali Gusti Ketut Kabakaba dan Gusti Kuta Beda. Mas Anom memberontak karena pemimpin Bali tersebut menjalankan kekuasaan di Blambangan secara tidak simpatik dan menimbulkan rasa benci rakyat. Orang-orang Bali dibantu orang-orang [[Bugis]] dan [[Mandar]] melakukan penyerangan terhadap orang-orang Blambangan di bawah pimpinan Mas Anom dan Mas Weka di Loh Genta yang berakhir dengan kemenangan Mas Anom. Kuta Beda ditawan dan dibunuh. Ketut Kabakaba melarikan diri ke Ulupampang. Ia beserta keluarga dan pengikutnya yang terdesak, melakukan [[puputan]] dan akhirnya Kutha Bedhah beserta semua pengikutnya terbunuh. Mas Anom dan Mas Weka diangkat menjadi ''regen'' (bupati) pertama di [[Blambangan]]. Namun tidak berapa lama ia membelot dan mendukung perjuangan Wong Agung Wilis. Wong Agung Wilis terlibat peperangan di Ulupampang, benteng VOC di Banyualit, namun akhirnya ia kalah di [[Rogojampi, Rogojampi, Banyuwangi|Kuta Lateng]] pada tanggal [[18 Mei]] [[1768]].<ref name="bayimadbayccleker" /><ref name="baycclekerbayimad" />
 
Setelah Blambangan dikuasai, VOC mengangkat Sutanagara dengan patih Surateruna dan Wangsengsari dengan patih Jaksanegara sebagai ''regen''. Untuk memutuskan hubungan dengan Bali, bupati dwitunggal itu diajak memeluk [[Agama Islam]]. Taktik VOC soal agama ini tidak berpengaruh apa-apa terhadap orang Blambangan. Mereka tidak menaruh perhatian agama apa yang dipeluk pemimpin. Yang mereka inginkan hanya hidup merdeka tanpa dirampas oleh orang-orang asing. Mereka memang anti [[Suku Jawa|Jawa]], ingatan tentang pengerusakan atas negeri mereka, atas kekejaman yang diperlakukan atas mereka dan atas pengiriman-pengiriman orang-orang Blambangan oleh raja-raja Jawa (Mataram), masih dalam ingatan mereka yang membeku menjadi rasa benci.<ref name="bayccleker" /> Sikap ini di kemudian hari terbukti saat orang-orang Blambangan menolak keras pengangkatan Kertawijaya, Patih [[Surabaya]] menjadi bupati Blambangan.
 
Mayor Colmond lalu menggantikan Coop a Groen, sebagai komandan tertinggi pasukan VOC Belanda di Blambangan. Ia adalah sosok penjajah yang kejam. Tindakan-tindakannya yang keras terhadap penduduk menyebabkan kesengsaraan di mana-mana. Rakyat hidup tertekan baik secara [[sosial]] maupun [[ekonomi]]. Untuk keperluan Belanda ia berpatroli ke pelosok-pelosok kampung untuk menyita semua beras simpanan dan hasil panen, serta bahan makanan lainnya dan mengangkutnya. Dan apabila tidak dapat diangkut, dia menyuruh membakarnya. Kemudian dia menyuruh rakyat menanam padi kembali dengan perintah yang sangat memaksa. Setelah panen, jerih payah penduduk itupun disita lagi. Selain itu Colmond menekan penduduk untuk kerja paksa membangun dan memperkuat benteng VOC di Ulupampang dan Kota Lateng. Memerintahkan mereka membuat jalan-jalan, membersihkan pepohonan yang ada di antara laut dan benteng di Ulupampang. Membuat penangkis air dalam membangun pos pengintaian di Gunung Ikan (yaitu semenanjung yang menutupi Teluk Pangpang). Tetapi ia tidak menyediakan makanan bagi rakyat yang bekerja dengan kelaparan dan kekurangan dan kesengsaraan penyakit. Banyak warga yang akhirnya lari ke hutan untuk menghindari kerja paksa.<ref name="baydejonge" /><ref name="bayccleker" /> Keadaan inilah yang menyebabkan bupati Sutanagara dan Wangsengsari serta Patih Surateruna mengajak Gusti Agung Menguwi untuk menyerang Kompeni. Sebelum penyerangan terjadi, ketiga orang tersebut ditangkap dan dibuang ke Ceylon ([[Sri Lanka]]).<ref name="bayccleker" /> Keadaan tambah parah ketika penetrasi VOC semakin berat, misalnya setiap ''bekel'' (lurah) harus menyerahkan dua ekor [[kerbau]]. Selain itu VOC menuntut 3,5 [[gulden]] kepada setiap kepala keluarga, dan harus diserahkan setiap tahun. Sesuatu yang sangat berat di tengah sedikitnya waktu untuk pergi ke sawah dan ladang karena kewajiban kerja paksa tanpa upah dan makan.<ref name="bayimad" />
 
Penetrasi VOC yang sedemikian keras mengakibatkan rakyat memilih untuk menyingkir ke hutan. Tempat yang paling banyak menampung pengungsian itu adalah dusun Bayu. Sebuah tempat yang subur di lereng Gunung Raung sebelah barat Songgon dan Derwana. Di Bayu berkumpul para penentang Belanda di bawah pimpinan Mas Rempek yang didukung oleh para guru yaitu Bapa Rapa, Bapa Endha dan Bapa Larat.<ref name="hbs08">[https://hasanbasri08.wordpress.com/2009/11/23/pangeran-jagapati-dalam-perang-bayu/ Pangeran Jagapati dalam Perang Bayu] diakses 1 Agustus 2015, 10.51 WIB</ref>
Baris 36:
Kepergiannya Mas Rempeg ke [[Bayu, Songgon, Banyuwangi|Bayu]] diperkirakan setelah tanggal [[18 Mei]] [[1768]], sebab pada waktu [[Wong Agung Wilis]] tertangkap para ''jagabela'' dan orang-orang dekat Wong Agung Wilis menyingkir ke Bayu. Mas Rempek datang ke Bayu bersama seorang lurah dari Kuta Lateng.<ref name="bayimad" /> Ketika menyadari bahwa kekuatan senjata yang dimiliki masih terbatas, hanya mempunyai senjata yang sedikit, yakni [[tombak]], [[lembing]], [[keris]] serta [[pedang]], sedangkan senapan dan meriam yang dibanggakan waktu itu telah jatuh ke tangan [[VOC]] waktu perang Ulupampang, Banyualit dan Lateng, sedang orang Tionghoa dan Bugis yang dulunya bersedia memberikan senjata juga sudah ditangkap pada waktu Ulupampang jatuh, maka dengan cerdik untuk menambah moral dan kepercayaan rakyat, Mas Rempeg berkata kepada pengikutnya bahwa Tuhan akan menganugerahkan meriam kepadanya.<ref>J.C. Wikkerman, ''Originele aparte missive van den Gouverneur van den Burg''., ARA, [[VOC]] 3337</ref>
 
Maka banyak penduduk Ulupampang dan dari daerah-daerah lain di seluruh Blambangan berbondong-bondong sambil membawa senjata bergabung dengan Mas Rempek di Bayu. Dukungan tidak hanya datang dari rakyat kecil wadwa alit, namun juga datang dari para ''bekel agung'' yaitu pembantu regen yang berkedudukan di Kuta Lateng seperti Wiramanggala dan Jagakrasa, serta Lembu Giri dari [[Temuguruh, Sempu Banyuwangi|Tomogoro]] selain menyatakan bergabung dengan Mas Rempek juga memberikan sejumlah senjata. Datang juga rombongan orang-orang Lateng di bawah pimpinan Lurah Manowadi dan Bapa Cele dari [[Grajagan, Purwoharjo, Banyuwangi|Grajagan]] di pesisir selatan. Dukungan untuk Mas Rempek juga datang dari para bekel dari 62 desa; 25 desa di bagian barat, 14 desa di wilayah selatan, 9 desa di wilayah timur dan 2 desa di sebelah utara. Kemudian masih datang lagi 12 bekel dari desa lainnya. Nama desa dan lurahnya sebagaimana disebutkan dalam Babad Bayu pupuh vi 11-20 adalah sebagai berikut: [[Dadapan, Kabat, Banyuwangi|Desa Dhadhap]] (Kidang Wulung), Rewah-Sanji (Kidang Wulung), Suba/Kuwu (Kidang Wulung), [[Songgon, Songgon, Banyuwangi|Songgon]] (Ki Sapi Gemarang), Tulah (Ki Lempu Putih), Kadhu (Ki Sidamarga), [[Balak, Songgon, Banyuwangi|Derwana]] (Ki Kendit Mimang), Mumbul (Ki Rujak Sentul), Tembelang (Ki Lembupasangan), [[Bareng, Kabat, Banyuwangi|Bareng]] (Ki Kuda Kedhapan), Balungbang (Ki Sumur Gumuling), [[Lemahbangdewo, Rogojampi, Banyuwangi|Lemahbang]] (Ki Suranata), [[Gitik, Rogojampi, Banyuwangi|Gitik]] (Ki Rujak Watu), Banglor (Ki Suragati), [[Labanasem, Kabat, Banyuwangi|Labancina]] (Ki Rujak Sinte), [[Kabat, Kabat, Banyuwangi|Kabat]] (Ki Pandholan), Kapongpongan (Ki Kamengan), [[Penganjuran, Banyuwangi, Banyuwangi|Welaran]] (Ki Jeladri), [[Tambong, Kabat, Banyuwangi|Tambong]] (Ki Reksa), [[Boyolangu, Giri, Banyuwangi|Bayalangun]] (Ki Sukanandi), [[Penataban, Giri, Banyuwangi|Desa Penataban]] (Ki Singadulan), [[Mojopanggung, Giri, Banyuwangi|Majarata]] (Ki Maesandanu), [[Mojopanggung, Giri, Banyuwangi|Cungking]] (Ki Jangkrik Suthil), [[Jelun, Licin, Banyuwangi|Jelun]] (Ki Lembu Singa), [[Banjar, Licin, Banyuwangi|Banjar]] (Ki Bakul). Itulah nama-nama desa di bagian utara (Banglor). Sedang desa bagian selatan adalah: Desa Pegambuiran (Ki Serandil), Ngandong (Ki Seja), Cendana (Ki Kebo Waleri), Kebakan (Ki Kebo Waluratu), Cekar (Ki Gundol), Desa Gagenteng (Ki Kudha Serati), Kadhal (Ki Jaran Sukah), Sembulung (Ki Gagak Sitra), Jajar (Ki Gajah Anguli), [[Benculuk, Cluring, Banyuwangi|Benculuk]] (Ki Macan Jingga), Pelancahan (Ki Butangerik), [[Kradenan, Purwoharjo, Banyuwangi|Keradenan]] (Ki Jala Sutra), Gelintang (Ki Maesagethuk), Grajagan (Ki Caranggesing). Sedang desa diwilayah timur: Desa Dhulangan, Pruwa/Purwa (Ki Tulup Watangan), Lalerangan (Ki Menjangan Kanin), Mamelik (Ki Surya), Papencan (Ki Bantheng Kanin), Kelonthang (Ki Lembu-Ketawan), Repuwan (Ki Butānguri), Rerampan (Ki Kidang Bunto), [[Singolatren, Singojuruh, Banyuwangi|Singalatrin]] (Ki Banyak Ngeremi). Wilayah utara 2 desa yaitu Desa Jongnila (Ki Gagakngalup) dan desa Konsul (Ki Maesasura). Kemudian Kepala desa yang menyusul: Desa [[Bubuk, Rogojampi, Banyuwangi|Bubuk]] (Ki Marga-Supana), Gebang (Ki Jangkrik-Gondhul), Gebang (Ki Jangkrik-Gondhul), [[Gambor, Singojuruh, Banyuwangi|Gambor]] (Ki Bajuldahadhi), Gembelang (Ki Butakorean), [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]] (Ki Genok), [[Bomo, Rogojampi, Banyuwangi|Bama]] (Ki Baluran), [[Gladag, Rogojampi, Banyuwangi|Geladhag]] (Ki Margorupit), Susuhan (Ki Tambakboyo), [[Aliyan, Rogojampi, Banyuwangi|Ngalian]] (Ki Kidang-Garingsing), Tamansari (Ki Gajah Metha), Danasuke (Ki Kebowadhuk), dan Kalisuca (Ki Jaransari). <ref>Babad Bayu (ditulis pada tahun 1826) pupuh vi 11-20 dalam Winarsih PA, op.cit., hal.153-154.</ref>
 
Dengan dukungan tersebut Bayu berkembang menjadi suatu kekuatan yang tangguh dan kuat. Bayu dijadikan semacam sebuah negara. Bayu yang terletak di barat-laut dari kota Ulupampang di lereng timur [[Gunung Raung]], dekat desa Songgon, saat itu berjarak kira-kira masih 2 jam (jalan kaki) di atas dusun [[Balak, Songgon, Banyuwangi|Derwana]]. Bekas bangunan tembok yang ditemukan dekat Songgon pada sebuah peneitian merupakan sisa dari Bayunya Mas Rempek tersebut.<ref>Inventaris Hindoe oudheden III, 1923:123 nomer 2547 dalam C. Leckerkerker, op.cit., hal.1056.</ref> Kurang lebih 2000 orang berada di dalam naungan Benteng Bayu yang sangat kuat, di depan terdapat pagar yang terbuat dari batang-batang pohon besar yang bagian atasnya dibuat runcing dan batang-batang pohonnya berjajar sangat rapat satu sama lain yang disebut ''palisada''. Di belakang pagar terdapat lubang-lubang perlindungan di dalam tanah. Di dalam benteng, cadangan pangan sangat melimpah serta dilengkapi dengan gamelan beserta pemainnya sebagai lambang kekuasaan dan kekuatan. Perlengkapan perang sudah lengkap untuk memulai peperangan. Atas pengaruhnya yang kuat ia oleh pengikutnya dianugrahi gelar Pangeran Jagapati.
Baris 51:
</blockquote>
 
Tanggal 5 Agustus 1771, VOC mengirim pasukan bersenjata menuju ke benteng Bayu. Di luar dugaan VOC pada waktu terjadi pertempuran awal, terdapat sebagian prajurit VOC dari pribumi membelot memihak kepada Pangeran Jagapati. Biesheuvel,Residen Blambangan, beserta pasukan VOC bergerak menyerang Benteng Bayu. Namun, mereka dikalahkan Pangeran Jagapati karena pertahanan benteng Bayu yang ternyata sangat kuat. Pada waktu yang bersamaan, Schophoff, Wakil Residen Bischeuvel masuk ke berbagai desa di Blambangan, bermaksud mempengaruhi penduduk untuk tidak memihak Pangeran Jagapati. Pada hari yang sama pasukan VOC menyerang Gambiran, sebuah dusun penghasil beras yang sangat subur yang menjadi salah satu penyangga logistik beras benteng Bayu. Tujuannya agar Pangeran Jagapati yang berkedudukan di Bayu kekurangan bahan makanan. Namun, ketika ia beserta pasukannya berada di Desa Gambiran, mereka diserang oleh sekitar 200 pasukan Blambangan sambil meneriakkan kata-kata: ''“Amok! Amok!”'' yang artinya mengamuk atau marah. Pasukan VOC kemudian menuju Tomogoro yang terletak sekitar 6 &nbsp;km di sebelah tenggara Bayu merupakan penghasil beras yang paling dekat dengan Bayu dan Tomogoro merupakan tempat yang sangat penting bagi Pangeran Jagapati. Selain itu Tomogoro juga menjadi tempat menimbun semua persediaan yang diperlukan sebelum diangkut ke Bayu.<ref name="bayimad" /><ref>ARA, VOC 3337 hal. 263-266; “Copie verklaring van Balem-boangsche……”</ref>
 
Melihat posisi Tomogoro yang strategis, VOC mendirikan kubu pertahanan dengan maksud untuk memudahkan penyerangan ke Bayu. Rakyat Blambangan yang mengetahui aktivitas VOC berusaha menghindarinya serta membawa semua perbekalan ke Bayu bergabung dengan Pangeran Jagapati. Sementara di sepanjang jalan menuju Bayu yang menanjak dan licin, Pangeran Jagapati memerintahkan pejuang Bayu untuk menebangi pohon agar menutup jalan sehingga tidak bisa dilewati. Pasukan VOC yang sudah kelelahan dalam menempuh perjalanan yang sulit dan kehabisan perbekalan terpaksa mengehentikan penyerangan dan mundur ke Ulupampang.<ref name="bayimad" />
Baris 70:
Karena kekalahan yang ditimbulkan oleh Pangeran Jagapati dan para pejuang Bayu itu maka memaksa Gubernur Van der Burgh mengirim surat ke Pieter Luzac (''gezaghebber'' Ujung Timur), agar penduduk Senthong (dekat [[Bondowoso]]) dicegah berhubungan dengan penduduk Blambangan dan Lumajang. Juga agar dilakukan penelitian sebab-sebab kekalahan serdadu VOC.
 
Biesheuvel pada bulan November 1771 meninggal ia digantikan oleh wakilnya, Hendrik Schophoff. Pada bulan itu, bantuan tentara VOC tiba di Ulupampang di bawah komando Kapten Reygers dan Heinrich. Pasukan VOC berhasil mengalahkan para pejuang Blambangan di Kuta Lateng. Sedangkan kapten Reygers berhasil menghancurkan gudang persediaan makan di Banjar (Kecamatan Glagah), menguasai Grajagan di Pantai Selatan dan membakar sekitar 300 ''koyan'' beras (1 ''koyan'' sekitar 185 &nbsp;kg) atau 55,5 ton. Pada waktu yang bersamaan VOC mengeluarkan surat-surat pengampunan bagi penduduk yang mau meninggalkan Bayu.<ref name="hbs08" />
 
Kapten Reygers setelah berhasil mendesak para pejuang Blambangan di Kuta Lateng, pada tanggal 13 Desember 1771 beserta pasukannya berangkat menyerang benteng Bayu. Pengalaman pahit VOC menyerang Bayu dari arah selatan, memaksa VOC menyerang Bayu dari arah utara, yaitu Songgon. Keesokan harinya 14 Desember 1771 Reygers memerintahkan penyerangan dengan kekuatan 2000 laskar Madura di bawah pimpinan Alapalap, sebagai laskar terdepan. Di belakangnya dilapisi oleh serdadu Eropa yang dilengkapi dengan meriam yang dipimpin oleh Sersan Mayor van Schaar. Barisan belakang menggempur Bayu sebelum Alap-alap bergerak maju. Mendengar penyerbuan VOC dari arah utara, dengan gerak cepat Pangeran Jagapati memimpin sendiri penyerangan ke Songgon pada tanggal 15 Desember 1771, bersama 1000 orang jagabela yang bersenjatakan keris, pedang dan tombak. Kekuatan ''jagabela'' yang di Bayu dikerahkan menyerang Songgon.<ref name="hbs08" />
 
Taktik perang pejuang Bayu yang terencana matang dan menguasai medan, menyebabkan pasukan VOC yang menyerang dari dua arah, yakni Susukan dan Songgon, telah terjebak dan disergap oleh pasukan Bayu dan dihancurkan sama sekali. Kapten Reygers terluka parah di kepalanya dan kemudian ia meninggal di Ulupampang. Puncak penyerangan para pejuang Blambangan terjadi pada tanggal 18 Desember 1771. Dalam peristiwa itu para pejuang Blambangan melakukan serangan umum dan mendadak terhadap serdadu VOC. Belanda sendiri menyatakannya sebagai ''“de dramatische vernietiging van Compagniesleger”'' (kehancuran dramatis pasukan kompeni). Prajurit Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Jagapati maju ke medan tempur dengan membawa senjata golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang diperoleh sebagai rampasan dari tentara VOC. Serangan pejuang Bayu yang mendadak, membuat pasukan VOC terdesak. Demikian juga pasukan Eropa VOC yang berada di belakang. Ketika posisinya terus terdesak, mereka mundur dan lari meninggalkan semua perlengkapan perang. Pejuang Bayu mengejar pasukan VOC. Saat itulah pasukan VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan sungga (parit yang di dalamnya dipenuhi ''sunggrak'') yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Pasukan VOC yang terjebak dan dihujam dari atas. Sersan Mayor van Schaar, komandan pasukan VOC, Letnan Kornet Tinne dan ratusan serdadu Eropa lainnya yang tewas dalam perang itu. Dari serdadu yang tersisa yang sempat melarikan diri, jumlahnya tidak seberapa, umumnya dalam keadaan terluka dan sakit. Namun demikian, di pihak Blambangan harus membayar mahal dengan kehilangan pemimpinnya. Pangeran Jagapati gugur karena luka-lukanya sehari berikutnya yakni tanggal [[19 Desember]] [[1771]]. Sebagai ungkapan balas dendam atas gugurnya Pangeran Jagapati, beberapa jagabela mencincang mayat van Schaar.<ref>J.C. van Wikkerman, “Copie resolutie…”, ARA, VOC 3416, hal. 150.</ref><ref> Ali, Hasan. Sekilas Perang Puputan Bayu, Pemda TK II Kabupaten Banyuwangi, 1997.</ref>
 
Peristiwa ini dikisahkan dalam Babad Tawang Alun xi.5-21, sebagai berikut:
Baris 142:
{{Sejarah konflik di Nusantara}}
{{Topik Banyuwangi}}
 
[[Kategori:Sejarah Jawa Timur]]
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]