Borobudur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 180.253.30.190) dan mengembalikan revisi 10310698 oleh Baloo Official
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor menghilangkan referensi [ * ]
Baris 33:
| Link = http://whc.unesco.org/en/list/592
}}
* '''Borobudur''' adalah sebuah [[candi]] [[Buddha]] yang terletak di [[Borobudur, Magelang|Borobudur]], [[kabupaten Magelang|Magelang]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 [[kilometer|km]] di sebelah barat daya [[Semarang]], 86&nbsp;km di sebelah barat [[Surakarta]], dan 40&nbsp;km di sebelah barat laut [[Yogyakarta]]. Candi berbentuk [[stupa]] ini didirikan oleh para penganut [[agama]] [[Buddha Mahayana]] sekitar tahun [[800-an|800-an Masehi]] pada masa pemerintahan [[wangsa]] [[Syailendra]]. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di duMonumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel [[relief]] dan aslinya terdapat 504 [[Buddharupa|arca Buddha]].<ref name="Guinessp35-36">Soekmono (1976), halaman 35–36.</ref> Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.<ref name="unesco-whc">{{cite web
Monumen|url ini= terdirihttp://whc.unesco.org/en/list/592|title atas= enamBorobudur terasTemple berbentukCompounds|publisher bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel= [[reliefUNESCO]]|work dan= aslinya[[UNESCO terdapatWorld 504Heritage [[Buddharupa|arca BuddhaCentre]].<ref|accessdate name="p35-36">Soekmono (1976),28 halamanDecember 35–36.2008}}</ref> Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.<ref name="unesco-whc"/> Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan ''[[mudra]]'' (sikap tangan) ''Dharmachakra mudra'' (memutar roda dharma).
{{cite web| url=http://www.guinnessworldrecords.com/records-3000/largest-buddhist-temple/| title=Largest Buddhist temple| publisher=Guinness World Records| work=[[Guinness World Records]]| accessdate=27 January 2014}}</ref><ref name="JakartaPost1">{{cite web| url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/07/04/guinness-names-borobudur-world-s-largest-buddha-temple.html| title=Guinness names Borobudur world’s largest Buddha temple | Author=Purnomo Siswoprasetjo| date=Wednesday, July 04 2012, 4:50 PM | publisher=The Jakarta Post| accessdate=27 January 2014}}</ref> sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.<ref name="unesco-whc">
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan [[Siddhartha Gautama|Buddha]] sekaligus berfungsi sebagai tempat [[ziarah]] untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.<ref name="Kompas">{{Cite news | first = Gunawan | last = Kartapranata | title = Upacara Waisak di Borobudur (Infografik)| format = Infographic| publisher = Harian "Kompas" | date = 2007-06-01| language = Indonesian}}</ref> Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah ''[[Kamadhatu|Kāmadhātu]]'' (ranah hawa nafsu), ''[[Rupadhatu]]'' (ranah berwujud), dan ''[[Arupadhatu]]'' (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
{{cite web
| url=http://whc.unesco.org/en/list/592
| title=Borobudur Temple Compounds
| publisher=[[UNESCO]]
| work=[[UNESCO World Heritage Centre]]
| accessdate=28 December 2008
}}</ref>
 
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel [[relief]] dan aslinya terdapat 504 [[Buddharupa|arca Buddha]].<ref name="p35-36">Soekmono (1976), halaman 35–36.</ref> Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.<ref name="unesco-whc"/> Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan ''[[mudra]]'' (sikap tangan) ''Dharmachakra mudra'' (memutar roda dharma).
 
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan [[Siddhartha Gautama|Buddha]] sekaligus berfungsi sebagai tempat [[ziarah]] untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.<ref name="Kompas">{{Cite news | first = Gunawan | last = Kartapranata | title = Upacara Waisak di Borobudur (Infografik)| format = Infographic| publisher = Harian "Kompas" | date = 2007-06-01| language = Indonesian}}</ref> Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah ''[[Kamadhatu|Kāmadhātu]]'' (ranah hawa nafsu), ''[[Rupadhatu]]'' (ranah berwujud), dan ''[[Arupadhatu]]'' (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
 
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.<ref name="Soekmono4">Soekmono (1976), halaman 4.</ref> Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh [[Sir Thomas Stamford Raffles]], yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya [[Pemerintah Republik Indonesia]] dan [[UNESCO]], kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar [[Situs Warisan Dunia]].<ref name="unesco-whc"/>
 
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun [[Agama Buddha di Indonesia|umat Buddha]] yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci [[Waisak]]. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.<ref>{{cite book | last = | first = | authorlink = | coauthors = | title =Indonesia | publisher =Lonely Planet Publications Pty Ltd | month =November | year =2003 | location =Melbourne | pages =211–215 | url = | doi = | isbn = 1-74059-154-2 | author = Mark Elliott&nbsp;...}}.</ref><ref name="Hampton2004">{{cite journal| author=Mark P. Hampton| title=Heritage, Local Communities and Economic Development| journal=Annals of Tourism Research| doi=10.1016/j.annals.2004.10.010| volume=32| issue=3| pages=735–759| year=2005}}</ref><ref name="Sedyawati1997">{{cite conference|author=E. Sedyawati| title=Potential and Challenges of Tourism: Managing the National Cultural Heritage of Indonesia| booktitle=Tourism and Heritage Management| editor=W. Nuryanti (ed.)| pages=25–35| publisher=Gajah Mada University Press| location=Yogyakarta| year=1997}}</ref>
 
== Nama Borobudur ==
Baris 96 ⟶ 86:
=== Borobudur diterlantarkan===
[[Berkas:Borobudur Stupa Merapi.jpg|right|thumb|Meletusnya [[Gunung Merapi]] diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur]]
Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja [[Mpu Sindok]] memindahkan ibu kota kerajaan [[Medang]] ke kawasan [[Jawa Timur]] setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.<ref name="Soekmono4">Soekmono (1976), halaman 4.</ref><ref name="Murwanto" /> Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh [[Mpu Prapanca]] dalam naskahnya ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis pada masa kerajaan [[Majapahit]]. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.<ref name="Soekmono4" />
 
Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut ''Babad Tanah Jawi'' (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja [[Kesultanan Mataram]] pada 1709.<ref name="Soekmono4"/> Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam ''Babad Mataram'' (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota [[Kesultanan Yogyakarta]] yang mengunjungi monumen ini pada 1757.<ref name="p5">Soekmono (1976), halaman 5.</ref> Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang dan mengunjungi '' satria yang terpenjara di dalam kurungan '' (arca buddha yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap ''wingit'' (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti [[demam berdarah]] atau [[malaria]].
Baris 142 ⟶ 132:
 
[[Berkas:Trail of civilisations.jpg|thumb|left|Sendratari "Mahakarya Borobudur" digelar di Borobudur]]
Monumen ini adalah obyek wisata tunggal yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Pada 1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000 diantaranya adalah wisatawan mancanegara telah mengunjungi monumen ini.<ref name="Hampton2004">{{cite journal|author = Mark P. Hampton|title = Heritage, Local Communities and Economic Development|journal = Annals of Tourism Research|doi = 10.1016/j.annals.2004.10.010|volume = 32|issue = 3|pages = 735–759|year = 2005}}</ref> Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta pengunjung setiap tahunnya (80% adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an, sebelum [[Krisis finansial Asia 1997]].<ref name="Sedyawati1997">{{cite conference|author = E. Sedyawati|title = Potential and Challenges of Tourism: Managing the National Cultural Heritage of Indonesia|booktitle = Tourism and Heritage Management|editor = W. Nuryanti (ed.)|pages = 25–35|publisher = Gajah Mada University Press|location = Yogyakarta|year = 1997}}</ref> Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi.<ref name="Hampton2004" /> Pada 2003, penduduk dan wirausaha skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan dan protes dengan pembacaan puisi, menolak rencana pemerintah provinsi yang berencana membangun kompleks mal berlantai tiga yang disebut 'Java World'.<ref>{{cite news|url=http://www.time.com/time/printout/0,8816,501030203-411454,00.html| accessdate=23 August 2008| title=Battle of Borobudur| author=Jamie James| date= 27 January 2003| publisher=[[Time (magazine)|Time]]}}</ref> Upaya masyarakat setempat untuk mendapatkan penghidupan dari sektor pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah usaha kecil di sekitar Borobudur. Akan tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali malah mengganggu kenyamanan pengunjung. Misalnya pedagang cenderamata asongan yang mengganggu dengan bersikeras menjual dagangannya; meluasnya lapak-lapak pasar cenderamata sehingga saat hendak keluar kompleks candi, pengunjung malah digiring berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar cenderamata. Jika tidak tertata maka semua ini membuat kompleks candi Borobudur semakin semrawut.
 
Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah. Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di [[Yogyakarta]], akan tetapi Borobudur tetap utuh.<ref>{{cite news|url=http://www.smh.com.au/news/world/an-ancient-wonder-reduced-to-rubble/2006/05/29/1148754940170.html|title=An ancient wonder reduced to rubble|author=Sebastien Berger|date=30 May 2006|accessdate=23 August 2008|publisher=The Sydney Morning Herald}}</ref>
Baris 192 ⟶ 182:
 
'''Kamadhatu'''
Bagian kaki Borobudur melambangkan ''[[Kamadhatu]]'', yaitu dunia yang masih dikuasai oleh ''kama'' atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita ''Karmawibhangga'' yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.<ref name="Kompas">{{Cite news |first = Gunawan|last = Kartapranata|title = Upacara Waisak di Borobudur (Infografik)|format = Infographic|publisher = Harian "Kompas"|date = 2007-06-01|language = Indonesian}}</ref>
 
'''Rupadhatu'''