Raden Inoe Perbatasari (fl. 1899–18 Oktober 1954) adalah seorang politikus Indonesia yang beralih menjadi sutradara dan aktor.

Inoe Perbatasari
Inoe Perbatasari, 1941
LahirRaden Inoe Perbatasari
1899 (1899)
Meninggal18 Oktober 1954(1954-10-18) (umur 54–55)
Jakarta, Indonesia
PekerjaanAktor, Kru, Politikus
Tahun aktif1930an-1954

Perbatasari, yang memiliki latar jurnalis dan pernah menjabat ketua surat kabar Oetoesan Indonesia dan Bintang Timoer,[1] aktif di dunia politik pada akhir 1920-an sebagai anggota Partai Nasional Indonesia, sebuah partai politik pribumi di Hindia Belanda.[2] Pada 1930-an, ia aktif di grup sandiwara Bolero yang dipimpin Andjar Asmara. Saat Andjar bergabung dengan Java Industrial Film milik The Teng Chun dan menjadi sutradara, Perbatasari menjadi salah satu anggota Bolero yang ikut merambah perfilman. Mereka tampil di film pertama buatan studio ini, Kartinah (1940). Film yang mengisahkan asmara antara seorang perawat dan atasannya ini[1] dibintangi Perbatasari yang memerankan paman tokoh Ratna Asmara.[3]

Tahun berikutnya, Perbatasari terlibat dalam tiga film. Selain peran kecil di Ratna Moetoe Manikam,[4] karya pertama yang disutradarainya adalah Elang Darat yang dirilis oleh Jacatra Pictures, anak perusahaan JIF.[1] Elang Darat adalah film detektif yang menceritakan seorang inspektur bernama Parlan yang menyelidiki bandit berjulukan "Elang Darat".[5] Film kedua Perbatasari, Poetri Rimba, mengisahkan seorang pemburu yang berusaha kabur dari kejaran penjahat.[6]

Setelah Kekaisaran Jepang menduduki Hindia Belanda tahun 1942, Perbatasari bekerja sama dengan pasukan Jepang dalam pembuatan film propaganda Hoedjan untuk studio Nippon Eigasha.[4][7] Ia juga bekerja di Pusat Budaya buatan Jepang di Jakarta.[8]

Perbatasari tercatat terlibat dalam tiga film setelah kemerdekaan Indonesia diakui tahun 1949.[4] Film pertama, Djiwa Pemuda, dirilis tahun 1951. Satu-satunya kontribusi Perbatasari bagi film ini adalah naskahnya. Film ini bercerita tentang dua mantan anggota gerilya Revolusi Nasional Indonesia yang memperebutkan hati seorang wanita.[9] Film kedua dan ketiga, Sekuntum Bunga Ditepi Danau (1952) dan Kembali ke Masjarakat (1954), bercerita tentang jalannya revolusi.[10][11]

Perbatasari meninggal di Rumah Sakit Cikini di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1954. Ia melakukan sebagian besar pekerjaan pasca-revolusi dengan Perusahaan Film Nasional, bekerja di bidang manajemen.[12]

Filmografi

sunting

Sepanjang kariernya, Perbatasari menyutradarai lima film (termasuk satu film pendek) dan ambil peran di dua film. Ia juga menulis skenario beberapa film.[4]

Aktor

  • Kartinah (1940)
  • Ratna Moetoe Manikam (1941)

Awak

  • Elang Darat (1941) – Sutradara dan penulis naskah
  • Poetri Rimba (1941) – Sutradara
  • Hoedjan (1944; film pendek) – Sutradara dan penulis naskah
  • Djiwa Pemuda (1951) – Penulis naskah
  • Sekuntum Bunga Ditepi Danau (1952) – Sutradara dan penulis naskah
  • Kembali ke Masjarakat (1954) – Sutradara

Referensi

sunting

Catatan kaki

Daftar pustaka