Hole (adat istiadat)

ritual pelepasan perahu ke laut

Hole merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur, yaitu berupa upacara adat yang sangat dikenal di kalangan masyarakat Sabu Raijua, yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara massal. Upacara adat ini mengandung beberapa nilai yang tertanam dalam kehidupan sosial kemasyarakatan antara lain; nilai kepercayaan, kesadaran, persatuan dan kesatuan, etika, estetika, kesetiaan serta nilai yuridis. Pelaksanaannya sesuai dengan kalender adat masyarakat Sabu Raijua, yaitu sekitar bulan mei atau juni dalam perhitungan kalender masehi. Puncak dari ritual adat ini adalah ketika pelarungan perahu hole yang diisi oleh ketupat adat, dan berbagai macam hasil bumi ke tengah laut.[1]

Tahapan Ritual Adat

sunting

Ritual adat ini sendiri terdiri dari beberapa tahapan, yang pertama Liba Doka, yaitu menyebarkan wangi-wangian di ladang, kebun dan tanah di sekitar daratan pulau Sabu. Upacara ini bertujuan untuk memberikan hasil tanah yang berbau harum. Tahap kedua Bui Lhi, yang memiliki arti membersihkan diri. Pada tahap ini masing-masing keluarga akan membuat ketupat adat yang disebut kedue dunu, ketupat ini berisikan biji jagung, kacang hijau dan gumpalan nasi. Jumlah biji-bijian yang dimasukan harus sesuai dengan jumlah anggota keluarga mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Ketupat ini kemudian akan diikatkan di tiang rumah masing-masing. Tahap ketiga Gao Dere Hole, yaitu memasukkan tambur adat ke dalam rumah adat yang bernama due duru. Tambur ini kemudian didiamkan selama semalam, dan selama itu tidak ada orang yang boleh untuk menyentuhnya. Tahap keempat Pe Addo Dere Hole, yaitu membawa tambur adat yang disimpan sebelumnya untuk diletakkan di cabang pohon nitas. Tambur adat dibawa tepatnya pada pukul tiga pagi. Tahap kelima Ngaa Hole, pada kegiatan ini para pejabat adat melakukan perjamuan makan malam sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Tahap keenam Lingo Dere Hole, dimana para pejabat adat yang disebut Deo Rai akan mengangkat tambur hole dari cabang pohon nitas, dan di letakkan di altar. Kemudian masyarakat akan melingkarinya dan melantunkan syair-syair adat. Tahap ketujuh Anynyu Kedue Hole, pada kegiatan ini para perempuan di masing-masing rumah tangga membuat ketupat adat untuk diletakkan di perahu hole pada keesokan harinya. Tahap kedelapan atau tahap terakhir yaitu Pelala Kowe Hole, yang merupakan acara puncak dari upacara hole. Perahu hole yang disiapkan kemudian diisi oleh ketupat dan berbagai macam hasil bumi untuk kemudian dilarungkan ke tengah laut.[1]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Dwiari Ratnawati, Lien (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan,Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan RI.