Henricus Christianus Verbraak

Henricus Christian Verbraak (24 Maret 1835 – 1 Juni 1918) adalah seorang misionaris Katolik Belanda yang diutus oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Henricus Christianus Verbraak

Henricus Christianus Verbraak adalah anggota ordo religius Serikat Yesus. Sebuah obituarium dalam majalah Berichtenuit Nederlandsch-Oost-Indië; ten dienste der eerwaarde directeuren van den Sint Claverbond (1918) menyebut Verbraak lahir pada 27 Maret 1835 di Rotterdam. Majalah misi Katolik yang dikelola Serikat Yesus tersebut juga menyebut bahwa Verbraak ditahbiskan sebagai imam Katolik pada 19 September 1859.

Sebelum datang ke Hindia Belanda, sebagai pastor muda dia melayani umat di Ghent (Belgia) dan Nijmegen (Belanda). Pada 13 Agustus 1872, turunlah dekret dari Kerajaan Belanda yang memberi wewenang pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengangkat Verbraak sebagai aalmoezeneer atau pastor-tentara dengan pangkat setara perwira muda. Sebelas hari kemudian, Verbraak sudah dalam perjalanan meninggalkan tanah airnya dengan menumpang kapal uap Conrad.

Dia tiba di Batavia pada 3 Oktober 1872 dan kemudian langsung berlayar lagi ke Padang.Di Padang, Pastor Verbraak mendapat bimbingan dari Pastor A. Smit. Sebagai aalmoezeneer,Verbraak tidak turut memegang senjata, tapi melakukan reksa rohani bagi para tentara di kesatuannya. Setelah bertugas sementara waktu di Padang, pada 29 Juni 1874, Verbraak menjejakkan kaki di Aceh—tempatnya melakukan pelayanan hingga tiga dasawarsa mendatang.[1]

Walaupun kala itu Aceh sedang dilanda perang, Verbraak tetap melaksanakan tugasnya dengan penuh pengabdian. Sampai tahun 1877, dia harus tinggal di sebuah gubuk sederhana yang sekaligus menjadi tempat pelayanannya.

Tahun 1877, pemerintah Belanda memberikan tanah yang sebelumnya dirampas milik Sultan Aceh pada tahun 1874 sebagai pampasan perang untuk membangun kapel dari kayu di pinggir Krueng Aceh (Sungai Aceh) yang juga disebut Pante Pirak. Namun, daerah tersebut ketika sering dilanda banjir sehingga bangunan itu tidak tahan lama.

Penguasa militer saat itu, Van der Heyden, yang mengetahui masalah ini memberikan izin untuk mendirikan bangunan yang lebih layak dan dimulailah pembangunan gereja dan pastoran baru yang mulai dilaksanakan pada 5 Februari 1884. Gereja dengan menara tersebut, dibangun dari kayu yang berkualitas bagus dan lebih kuat dari sebelumnya.

Hari terakhirnya di Aceh menjadi terakhir kalinya Verbraak merayakan Ekaristi bersama umat di Gereja Hati Kudus Yesus Banda Aceh yang sekaligus menjadi acara perpisahannya pada 1907. Dia kembali lagi ke Padang memakai kapal laut dengan kereta api dari Kutaradja (sekarang Banda Aceh) ke pelabuhan Ulee Lheue.[2]

Lima tahun kemudian, Verbraak pensiun dan dipindahkan ke rumah sakit militer di Magelang. Pada 1 Juni 1918, Verbraak meninggal dan dimakamkan di Magelang dengan peletakan karangan bunga dari walikota, pejabat militer, dan perkumpulan veteran. Semasa hidupnya, Verbraak tercatat sebagai penerima empat medali dari Kerajaan Belanda, yaitu Kraton Medaille (1876), Ereteken voor Belangrijke Krijgsbedrijven/Expeditiekruis (1881), Ridder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw (1884), dan Officierskruis der Orde van Oranje-Nassau (1899).[1]

Sepeninggal Verbraak, umat katolik yang terkenang mendirikan patung Pastor Verbraak di Simpang Pante Pirak dan Peunayong, dekat gerejanya. Simpang itu sekarang dikenal dengan nama Simpang Lima Banda Aceh. Ketika Jepang mendarat pada tahun 1942 rakyat Aceh menghancurkan patung tersebut karena dianggap sebagai lambang kolonialisme Belanda.

Satu tahun kemudian, pada Hari Raya Paskah, gereja tersebut mulai digunakan. Gereja ini menjadi Gereja Katolik pertama di Aceh dan setelah mengalami perombakan pada tahun 1924, masih tetap berdiri hingga saat ini.

Pada tahun 1918 pemerintah kolonial Hindia Belanda membuat patung Verbraak di taman Maluku Bandung atas jasanya sebagai pastur Katolik yang telah melakukan pelayanan gereja di Aceh, Padang dan Yogyakarta. Patung Verbraak di kota Bandung masih berdiri tegak sampai hari ini.[2]

Referensi sunting