Kapten Harun Kabir adalah pejuang kemerdekaan yang lahir di Kepatihan Bandung pada tanggal 5 Desember 1910 dan gugur tanggal 13 November 1947 di Tekokak, Cianjur. Seorang pahlawan bangsa yang gugur pada umur 37 tahun ditembak mati tentara Belanda di depan istri dan anak-anaknya yang masih kecil, beristrikan seorang putri dari seorang kiai dari Banten (Kiai Achyar) bernama Raden Ayu Soekrati (22 Mei 1915). Nama Harun Kabir diabadikan sebagai nama jalan di Cianjur, Sukabumi dan Cisarua, kabupaten Bogor.

Harun Kabir
Informasi pribadi
Lahir
Rd. Harun Kabir

5 Desember 1910
Bandung, Jawa Barat, Hindia Belanda
Meninggal13 November 1947(1947-11-13) (umur 36)
Cianjur, Jawa Barat, Indonesia[1]
Suami/istriAyu Sukrati Achiar
AnakTina Harun, Hetty Harun, Joice Harun
PekerjaanTentara
Karier militer
Pihak Indonesia
Masa dinas1945-1947
Pangkat Kapten
SatuanInfanteri
Pertempuran/perangAgresi Militer Belanda I
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kehidupan awal

sunting

Menjelang pemerintah Hindia Belanda runtuh, atau sebelum tahun 1942, Harun Kabir menjabat sebagai Asisten Residen Bogor. Tanggal 8 Maret 1942 menjadi waktu dimana secara resmi Panglima Tentara Militer dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Pemerintah Pendudukan Jepang. Akibat dari peristiwa itu, seluruh wilayah Hindia-Belanda jatuh ke dalam penguasaan Jepang. Ketika militer Jepang berkuasa 1942 – 1945, Harun Kabir, dengan kecerdasan, ketelitian dan kecermatan yang dimiliki, beliau masih ditempatkan sebagai pejabat pemerintahan di Departemen Keuangan (Zaimubu) pemerintahan Bogor.

Tentara

sunting

Tidak lama setelah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Harun Kabir menjadi pengurus Komite Nasional Indonesia Bogor.

Pada September 1945, Harun Kabir sempat membantu menyembunyikan Presiden Soekarno dan keluarganya yang melarikan diri dari Jakarta, karena situasi Jakarta tidak kondusif pasca dikuasai oleh tentara NICA[2].

Pada tahun tersebut dia juga mendirikan laskar rakyat dengan nama Lasjkar Rakjat 33 yang mengambil nama dan lokasi markas di kediamannya di Jalan Ciwaringin No. 33 Bogor[3]. Laskar ini kemudian melebur dengan Tentara Republik Indonesia dan Harun menjadi anggota Divisi Siliwangi Brigade Suryakencana Resimen V Sukabumi.

Pada tahun 1946, Harun menjadi Kepala PHB Resimen V Sukabumi dan mendapatkan pangkat Kapten, dan kemudian menjadi Kepala Staf Resimen V Sukabumi dengan pangkat Mayor. Namun karena adanya penyesuaian dari Markas Besar Tentara di Yogyakarta, dimana semua perwira pangkatnya diturunkan satu tingkat, Harun pun turun pangkatnya menjadi Kapten.

Gugurnya Kapt. Harun Kabir

sunting

Pada hari Rabu malam tanggal 12 November 1947 di wilayah Cioray, Takokak, Cianjur, kediaman Sukrati dan anaknya dikejutkan oleh kedatangan Harun Kabir yang dibopong oleh 2 prajurit yaitu Letnan Dua Arifin Tisnaatmidjaja dan Sersan Mayor Soekardi.

Diketahui bahwa sebelumnya Harun Kabir pernah mengidap penyakit Malaria dan pada hari itu penyakitnya kambuh kembali dan membuatnya lemah dan kritis.

Keesokan harinya pada waktu pagi hari, mereka dikejutkan oleh kedatangan tiba-tiba pasukan Belanda yang mengepung kediaman mereka dan meminta Harun dan semua yang berada didalam rumah tersebut untuk keluar dan menyerah[4].

Harun menyempatkan diri memakai kembali seragam prajuritnya kemudian membuka pintu seraya menggenggam tangan keluarganya diikuti oleh Arifin dan Soekardi. Harun mengiyakan ketika ditanya mengenai identitasnya sebagai Kapten Harun Kabir oleh seorang prajurit Belanda.

Harun, Arifin dan Soekardi kemudian dipisahkan dari Sukrati dan anak-anaknya. Tidak lama kemudian sang Sersan Belanda memberikan aba-aba menembak dan para prajuritnya melepaskan tembakan ke arah Harun, Arifin dan Soewardi hingga tewas[5].

Pemakaman

sunting

Dengan bantuan masyarakat Cioray, jenazah Harun, Arifin dan Soewardi kemudian dimakamkan di halaman gubuk tempat mereka tinggal.

Pada tahun 1963, jasad mereka kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cianjur. Beberapa tahun kemudian keluarga besar Harun mengikuti wasiat dari Harun, kembali memindahkan dan memakamkan jasad Harun di sebelah makam ayahnya Raden Abung Kabir Natakusumah di Sukabumi[6].

Kehidupan pribadi

sunting

Harun Kabir menikah dengan Aju Sukrati Achiar dan memiliki 3 orang anak yaitu Tieneke, Hetty dan Joyce[7]. .

Penghargaan

sunting

Penamaan tempat

sunting

Nama Kapten Harun Kabir diabadikan menjadi nama ruas jalan di beberapa daerah di Jawa Barat, diantaranya di pusat kota Sukabumi[8][9], jalan akses menuju Taman Safari Bogor di Cisarua, Bogor[10] dan Cianjur[11].

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting