Haematococcus pluvialis

Haematococcus pluvialis
Haematococcus pluvialis
Sebuah kokal dari sel H. pluvialis, rongga astaxanthin
Klasifikasi ilmiah
Domain:
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
H. pluvialis
Nama binomial
Haematococcus pluvialis
(Flotow, 1844)

Haematococcus pluvialis adalah spesies ganggang hijau yang termasuk ke dalam filum Chlorophyta.[1] Penelitian mengenai H.pluvialis dimulai pada tahun 1797 oleh Girod-chantrans dan penelitian tersebut dilanjutkan oleh peneliti eropa lainnya. Deskripsi mengenai H.pluvialis pertama kali di lakukan oleh Flotow pada tahun 1844 dan pada tahun 1851 Braun menambahkan detail informasi dan mengkoreksi beberapa kesalahan yang dilakukan pada penelitian sebelumnya.[1]

Haematococcus pluvialis memiliki persebaran yang luas, terutama pada kawasan yang memiliki empat musim. Spesies ini dikenal karena kemampuannya dalam memproduksi astaxanthin.[2] Dalam keadaan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhannya, organisme ini bewarna hijau dan berenang bebas di perairan tawar. Haematococcus akan memproduksi astaxanthin dalam cekaman stres pada kondisi lingkungan yang minim akan nutrisi,kadar garam tinggi, paparan sinar yang cukup tinggi, dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan lainnya, mereka akan membentuk spora dan dengan cepat akan mengakumulasi astaxanthin pada selnya, sebagai bentuk perlindungan dari kondisi yang tidak menguntungkan. Spora akan terpecah kembali ketika kondisi lingkungan telah sesuai untuk pertumbuhannya dan H.pluvialis akan kembali berwarna hijau.[3]

Pemanfaatan sunting

Astaxantin merupakan karotenoid, yang dapat ditemukan di perairan air tawar, dan konsentrasi terbesar dapat ditemukan di H. pluvialis yaitu sebesar 10.000-40.000 mg/kg [4] Astaxantin merupakan salah satu karoten yang bernilai tinggi, banyak digunakan di bidang farmasi, nutrisi, pertanian dan pemenuhan nutrisi untuk hewan.[5] Suplemen astaxantin sering dikonusmi orang untuk meningktkan sistem imun tubuh, meningkatkan performa tubuh (khususnya atlet), mencegah kelelahan otot, mencegah penyakit alzheimer, dan meningkatkan kesehatan kulit.[6]

Astaxantin memiliki antioksidan yang dapat menghambat peroksidasi asam linoleat, menetralisasi radikal bebas. Selain itu, zat ini juga berperan dalam mencegah terjadinya tukak lambung dengan cara mengaktivasi enzim katalase, superoksidasi dismutase, dan peroksidase glutasi serta mencegah pompa Na/K-ATPase pada dinding sel. Zat ini juga berperan dalam meningkatkan metabolisme kolesterol dan lemak yang dapat mencegah terjadinya arterosklerosis.[6]

Teknik Budidaya sunting

Hematococcus sebagai sumber potensial Astaxanthin cukup mudah untuk di budidayakan. Ganggangg ini dapat tumbuh dengan cepat pada media dengan komposisi nutrien yang sederhana. Akan tetapi hal ini dapat meningkatkan risiko kontaminan. Karena adanya pertumbuhan mikroalga lainnya dan juga protozoa, yang dapat mengganggu produksi.[1] Astaxanthin yang terdapat pada H.pluvialis dapat diperoleh melalui dua teknik budidaya, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup menggunakan teknik fotobioreaktor, sedangkan untuk sistem terbuka menggunakan kolam budidaya.[3]

H.pluvialis akan ditumbuhkan pada fotobioreaktor. Biomassa H.pluvialis yang tumbuh pada fotobioreaktor ini kemudian di panen dan dikumpulkan. Setelah proses pemanenan biomassa akan melalui proses pengeringan. Dari proses pengeringan biomassa yang telah kering ini akan diekstrak untuk mendapatkan astaxanthin yang terdapat di dalam sel H.pluvialis

Faktor yang Mempengaruhi sunting

Dalam proses budidaya H. pluvialis ada berbagai macam faktor yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor ini merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan H.pluvialis. Faktor-faktor tersebut adalah:

  • nutrisi
  • pH
  • sinar matahari

Rujukan sunting

  1. ^ a b c R.T Lorenz. (1999). "A Technical Review of Haematococcus Algae" (PDF). Hawai: Cyanotech corporation. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-05-15. Diakses tanggal 4 April 2014. 
  2. ^ "Astaxanthin". Alga technologies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-31. Diakses tanggal 12 April 2014. 
  3. ^ a b J.E Dore, and G.R Cysewski. 2003 Haematococcus algae meal as a source of natural astaxanthin for aquaculture feeds. Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine. Cyanotech corporation. Hawaii.
  4. ^ G. E Spiller and A. Dewell [1] Safety of an Astaxanthin-Rich Haematococcus pluvialis Algal Extract: A Randomized Clinical Trial. Journal of Medicinal Food Volume 6, Number 1, 2003.
  5. ^ Miki W. 1991 [2] Diarsipkan 2014-04-07 di Wayback Machine. Biological functions and activities of animal carotenoids. Pure appl. Chem. 63: 141–146.
  6. ^ a b Budiman, Arief; Suyono, Eko Agus; Dewayanto, Nugroho; Dewati, Putri Restu; Pradana, Yano Surya; Widawati, Teta Fathya (2023). Biorefinery Mikroalga. Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786233591201.