Gendang guro-guro aron

Gendang Guro-guro Aron adalah pesta hiburan yang diadakan oleh para pemuda dan pemudi dalam masyarakat Karo.[1] Pertunjukannya menggunakan sarune, gendang dan gong.[2] Pertunjukan Gendang Guro-guro Aron mempererat hubungan kekeluargaan dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi di dalam masyarakat Karo.[3]

Sejarah sunting

Guro-guro aron berasal dari dua kata dalam bahasa Karo yaitu guro-guro dan aron. Guro-guro berarti pesta hiburan, sedangkan aron berarti pemuda. Aron juga merupakan istilah untuk kelompok petani yang berjumlah delapan sampai dua belas orang yang bekerja di satu lahan yang sama. Anggotanya dibagi dua, yaitu anggota berusia muda yang disebut aron singuda-nguda dan anggota yang berusia tua yang disebut aron pangke. Aron singuda-nguda dibimbing oleh aron pangke. Kelompok ini kemudian diterapkan juga ke dalam kehidupan sosial pada bidang pendidikan, adat istiadat, dan sopan santun dalam masyarakat Karo. Akhirnya, terbentuklah suatu acara hiburan dan saling bicara yang disebut guro-guro aron. Acara ini dilakukan oleh para aron setelah hasil panen telah diambil.[1]

Perlengkapan sunting

Pertunjukan Gendang Guro-guro Aron awalnya menggunakan alat musik tiup yaitu sarune. Selain itu, gendang besar, gendang kecil, gong besar, dan gong kecil juga digunakan. Pada masa kini, semua alat musik ini digantikan oleh Keyboard.[2]

Manfaat sunting

Pelaksanaan Gendang Guro-guro Aron sepenuhnya diatur oleh para pemuda dan pemudi dalam masyarakat Karo. Hal ini berguna untuk melatih para pemuda untuk menjadi pemimpin pada masa depan. Selain itu, mereka juga menjadi terbiasa dengan etika dan pergaulan yang berlaku dalam adat Karo. Bagi para pemudi, Gendang Guro-guro Aron menjadi tempat untuk melatih keterampilan tata rias.[4] Pertunjukan Gendang Guro-guro Aron juga dijadikan sebagai salah satu cara untuk mempererat hubungan kekeluargaan di dalam masyarakat Karo. Orang tua dalam suatu keluarga dapat saling memperkenalkan anak mereka dengan anak dari keluarga lain. Selain itu, acara ini juga dapat menjadi tempat untuk mendamaikan anggota-anggota keluarga yang sedang berselisih karena sesuatu hal.[3]

Referensi sunting

  1. ^ a b Rahmah, Sitti (2011). "Keberadaan Keyboard pada Gendang Guro-guro Aron dan Pengaruhnya terhadap Karakter Muda-Mudi Karo". Harmonia: Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. 11 (2): 138. ISSN 2355-3820. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2020-09-09. 
  2. ^ a b Ginting, S.U.B., dan Barus, E. (2017). Bentuk Kesantunan dalam Tindak Tutur Perkawinan Adat Karo. Tangerang: Mahara Publishing. hlm. 72. doi:10.31227/osf.io/mz6kh. ISBN 978-602-6745-41-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-30. Diakses tanggal 2020-09-09. 
  3. ^ a b Ginting, Junita Setiana (2014). ""Kerja Tahunan", Pesta Tradisi Masyarakat Karo". Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah. 3 (2): 88. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-20. Diakses tanggal 2020-09-09. 
  4. ^ Ginting, Lisa Septiana Dewi (2016). "Kajian Semiotika: Makna Gerak dalam Tarian Karo". Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. 1 (1): 3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-18. Diakses tanggal 2020-09-09.