Tidur merupakan salah satu fungsi dari otak,dimana dengan bila fungsi ini terganggu tentunya dapat menyebabkan masalah pada diri kita. Pemahaman tentang proses tidur dan terjaga menimbulkan identifikasi dan klasifikasi terhadap berbagai macam gangguan tidur. Penilaian tahapan tidur secara klasik menggunakan teknik ini yang membagi proses dari terjaga menuju tidur, yang terdiri atas empat tahap tidur non-gerakan mata yang cepat (NREM) dan satu tahap tidur rapid eye movement (REM) .[1]

Pada saat terjaga tonus otot cenderung tinggi, dan gerakan mata yang cepat. Sedangkan pada tahap tidur NREM 1 ditandai dengan gerakan mata bergulir serta reaktivitas terhadap rangsangan luar yang menurun, dan pemikiran dapat dilanjutkan tapi tidak lagi berorientasi realitas. Tahap 2 terdiri dari EEG dengan latar belakang tegangan rendah sampai sedang dengan disertai adanya ‘’spindle’’ tidur pada bacaan EEGnya. Tahap 3 ditunjukkan dengan adanya amplitudo tinggi (0 sampai 2 Hz) frekuensi delta yang menempati 20% sampai 50% dari latar belakang bacaan EEG. Tahap 4 mirip dengan tahap 3, kecuali tegangan tinggi gelombang delta yang membentuk minimal 50% dari hasil bacaan EEG. Tahap 3 dan 4 sering digabungkan dan disebut sebagai tidur delta/tidur gelombang lambat/ tidur nyenyak. Selama kita tertidur nyenyak, detak jantung dan tingkat pernapasan diperlambat dan dijaga agar tetap teratur. Dalam tidur NREM tonus otot cukup tinggi tetapi lebih rendah daripada saat kondisis terjaga.Pola EEG selama tidur REM terdiri dari tegangan rendah serta aktivitas otak dengan frekuensi campuran sekilas mirip dengan hasil EEG pada tidur tahap 1. Tinggi amplitudo berkisar 3 - 6-Hz dan membentuk gelombang segitiga.[1]

Gangguan tidur merupakan masalah umum pada pasien yang berusia tua. Gangguan ini dapat menyebabkan kesusahan dan ketidaknyamanan, fungsi siang hari terganggu, dan komplikasi serius. Pada zaman Yunani kuno, Democritus percaya bahwa penyakit fisik adalah penyebab kantuk di siang hari dan gizi buruk adalah penyebab utama insomnia. Akan tetapi pada sebagian besar dari catatan sejarah masalah tidur ini masih dianggap sebagai akibat dari penyakit medis atau kejiwaan ketimbang gangguan primer. Tidur dipandang sebagai proses pasif, mirip dengan kematian, dan gagasan bahwa fisiologi tidur teratur dapat menyebabkan sindrom spesifik masih belum diketahui.[2]

Jenis Gangguan Tidur

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b (Inggris) Rowland, Lewis P. (2005). Merritt's Neurology, 11th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. -. 
  2. ^ (Inggris) Christopher G. Goetz, MD (2007). Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Saunders. ISBN 978-1-4160-3618-0.