Frans Nadjira (lahir 3 September 1942) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa lukisan dan puisi yang dipublikasikan ke berbagai media massa, baik dalam negeri maupun luar negeri. Frans Nadjira merupakan salah satu penerima Grant dari Pemerintah Amerika Serikat untuk mengikuti program penulisan kreatif International Writing Program di University of Iowa, Iowa, USA (1979).[1][2]

Latar belakang sunting

Frans Nadjira lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 3 September 1942. Sejak usia muda sudah mengakrabi dunia seni, utamanya senirupa. Waktu itu, secara diam-diam, ia mengambil kartu pos bergambar Rembrant dan Vincent van Gogh dari kotak surat seorang Belanda, ia juga menemukan reproduksi lukisan Wassily Kandinsky di tong sampah. Karya-karya maestro dunia itu, secara tanpa sadar telah membawa Frans mencintai seni lukis dan mendorongnya bersekolah di Akademi Seni Lukis Indonesia (ASLI) Makassar selama setahun. Kemudian ia merantau ke Kalimantan Utara dan Filipina sebagai buruh dan pelaut, serta mendalami seni lukis dan sastra. Pada dasawarsa 1960-an, Frans bergiat pada kalangan sastra Jakarta. Pada tahun 1974 ia pindah ke Denpasar, Bali menjalani profesi sebagai pelukis dan memilih metode seni lukis otomatis (psikografi) yang ditekuni hingga sekarang, sekaligus melakukan berbagai kegiatan pengembangan sastra di Bali.[3][4]

Irama, gerak, komposisi, dan warna menjadi ruh dalam karya-karyanya. Ia merumuskan laku berkeseniannya dengan otomatisme yang dipengaruhi oleh Kadinsky. Bedanya, ia percaya dengan otomatisme pada tangan, yang menyapukan kuas, digerakan oleh kekuatan kosmik karena lukisan lahir dari kekuatan kosmik lewat tangan pelukis. Pandangan itu membuat lukisannya seperti bergerak, saling membelit, menciptakan asosiasi-asosiasi berbagai bentuk yang tercipta dari naluri purba yang berasal dari kedalaman jiwa. Ia juga dikenal antigaleri. Sikapnya itu hanya menolak galeri yang mengeruk habis-habisan seorang pelukis semata-mata demi tujuan komersial, dan setelah pelukis itu tidak berkarya dicampakkan begitu saja.

Selain dikenal sebagai seniman lukis, ia juga dikenal sebagai seorang sastrawan. Pada tahun 1979, ia mendapat grant dari Pemerintah Amerika Serikat untuk mengikuti program penulisan kreatif International Writing Program di University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Tulisan-tulisan Frans Nadjira pernah dimuat di berbagai media luar maupun di dalam negeri. Selain itu, sejumlah karya puisi dan cerpen Frans Nadjira juga telah dimuat dalam buku antologi bersama seperti: Terminal, Laut Biru Langit Biru, Puisi Asean, The Spirit That Moves US (USA), Tonggak, On Foreign Shores, Ketika Kata Ketika Warna, Teh Ginseng, A Bonsai’s Morning, Horizon Sastra Indonesia dan beberapa buku apresiasi sastra Indonesia.Sajak-sajaknya juga pernah dimuat media massa Bali Post, CAK, Kalam, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pedoman Rakyat, Koran Bali, Fajar, Suara Merdeka, Antology Terminal, Laut Biru Langit Biru, Puisi ASEAN, Spirit That Moves Us (USA), On Foreign Shores, Ketika Kata Ketika Warna, The Ginseng, A Bonsai’s Morning, Horison Sastra Indonesia, IAI News (Australia), Jurnal Cerpen, Antologi Ruang Cerpen Rumah Lebah, dan Antologi Pena Kencana 100 Puisi Terbaik Indonesia.

Karya sunting

  • Jendela (Kumpulan Puisi, 1980)
  • Bercakap-Cakap Di Bawah Guguran Daun-Daun (Kumpulan Cerpen, 1981)
  • Springs Of Fire Springs Of Tears (Kumpulan Puisi, 1998)
  • Curriculum Vitae (Kumpulan Puisi, 2007)
  • Pohon Kunang-Kunang (Kumpulan Cerpen, 2010)
  • Catatan di Kertas Basah (Kumpulan Puisi, 2015)
  • Keluarga Lara (Novel, 2016)
  • Jejak-Jejak Mimi (Novel, 2016)
  • Peluklah Aku (Kumpulan Puisi, 2017)

Penghargaan sunting

  • Grant dari Pemerintah Amerika Serikat untuk mengikuti program penulisan kreatif International Writing Program di University of Iowa, Iowa, USA (1979)

Lihat pula sunting

Referensi sunting