Filsafat Timur merujuk pada berbagai aliran pemikiran filosofis yang berasal dari Asia, termasuk Filsafat Tiongkok, India, Jepang, Islam, dan Buddhisme. Setiap aliran filsafat ini memiliki sistem pemikiran yang luas dan bervariasi.[1] Sebagai contoh, filsafat India terdiri dari aliran Hindu dan Buddhisme, sementara filsafat Tiongkok terbagi menjadi Konfusianisme dan Taoisme.[2] Ada juga banyak interaksi dan pengaruh antara berbagai aliran filsafat ini. Misalnya, Buddhisme berasal dari Hinduisme tetapi kemudian menjadi lebih populer di Tiongkok daripada di India.[2] Di sisi lain, filsafat Islam banyak dipengaruhi oleh filsafat Barat.[1] Secara umum, ada empat aliran filsafat Timur yang dikenal sebagai “Empat Tradisi Besar”, yaitu Hinduisme, Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme.[3]

Filsafat Timur memiliki karakteristik yang berbeda dari filsafat Barat karena mencakup unsur-unsur keagamaan. Hal ini menyebabkan perdebatan di kalangan para ahli tentang apakah pemikiran Timur dapat dianggap sebagai filsafat.[2][4] Dalam studi post-kolonial, filsafat Timur sering dianggap kurang bermutu dibandingkan dengan pemikiran Barat karena tidak memenuhi kriteria filsafat menurut standar Barat, misalnya karena dianggap memiliki unsur keagamaan atau mistik.[5] Namun, meskipun ada perbedaan antara filsafat Timur dan Barat, tidak ada yang dapat dinilai lebih baik karena masing-masing memiliki keunikan tersendiri.[2][6] Kedua tradisi ini diharapkan dapat saling melengkapi dalam khazanah filsafat secara luas.[2]

Perbedaan dengan Filsafat Barat sunting

Filsafat Barat dan Filsafat Timur tampak amat berbeda sebab berkembang di dalam budaya yang amat berbeda, dan sepanjang sejarah tidak terlalu banyak pertemuan di antara keduanya, kecuali di dalam filsafat Islam.[1] Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada persamaan di antara keduanya.[1]

Pengetahuan sunting

Filsafat Barat sejak masa Yunani telah menekankan akal budi dan pemikiran yang rasional sebagai pusat kodrat manusia.[6] Filsafat Timur lebih menekankan hati daripada akal budi, sebab hati dipahami sebagai instrumen yang mempersatukan akal budi dan intuisi, serta intelegensi dan perasaan.[6] Tujuan utama berfilsafat adalah menjadi bijaksana dan menghayati kehidupan, dan untuk itu pengetahuan harus disertai dengan moralitas.[6]

Sikap Terhadap Alam sunting

Filsafat Barat menjadikan manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek sehingga menghasilkan eksploitasi berlebihan atas alam.[6] Sementara itu, filsafat Timur menjadikan harmoni antara manusia dengan alam sebagai kunci.[6] Manusia berasal alam namun sekaligus menyadari keunikannya di tengah alam.[6]

Cita-cita Hidup sunting

Jikalau filsafat Barat menganggap mengisi hidup dengan bekerja dan bersikap aktif sebagai kebaikan tertinggi, cita-cita filsafat Timur adalah harmoni, ketenangan, dan kedamaian hati.[6] Kehidupan hendaknya dijalani dengan sederhana, tenang, dan menyelaraskan diri dengan lingkungan.[6]

Status Manusia sunting

Filsafat Barat amat menekankan status manusia sebagai individu dengan segala kebebasan yang ia miliki, dan masyarakat tidak bisa menghilangkan status seorang manusia dengan kebebasannya.[6] Filsafat Timur menekankan martabat manusia tetapi dengan penekanan yang berbeda, sehingga manusia ada bukan untuk dirinya melainkan ada di dalam solidaritas dengan sesamanya.[6]

Lihat Juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d (Inggris)Oliver Leaman. 2000. Eastern Philosophy: Key Readings. London: Routledge.
  2. ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Takwin
  3. ^ (Inggris)Jay Stevenson. 2000. The Complete's Idiot's Guide to Eastern Philosophy. Macmillan: Alpha Books.
  4. ^ (Inggris)Ray Billington. 1997. Understanding Eastern Philosophy. London: Routledge.
  5. ^ (Inggris)Richard King. 1999. Orientalism and Religion: Postcolonial theory, India and ‘the mystic East’. London: Routledge.
  6. ^ a b c d e f g h i j k Tim Redaksi Driyarkara. 1993. Jelajah Hakikat Pemikiran Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pranala luar sunting