Lalat capung

(Dialihkan dari Ephemeroptera)

Lalat capung (Ordo Ephemeroptera) adalah ordo dari serangga hemimetabola bersayap yang hidup di dalam ekosistem air tawar. Serangga ini menyebar di hampir seluruh lingkungan air tawar yang ada di dunia. Serangga ini merupakan ordo dari 3000 spesies lebih yang tersebar dalam 40 famili.[1] Serangga ini terkenal sebagai serangga yang memiliki masa hidup cukup singkat,[2] sekitar 1 sampai 2 jam hingga beberapa hari. Serangga ini merupakan salah satu serangga bersayap tertua yang fosilnya sudah ada dari zaman karboniferus hingga permian. Serangga ini ketika dewasa tidak mengonsumsi makanan. Energi yang mereka perlukan berasal dari energi yang mereka kumpulkan ketika fase nimfa. Masa hidup serangga ini sebagian besar habis di dalam air. Serangga ini merupakan indikator dari polutan dan perubahan iklim.[3]

Lalat capung
Ephemeroptera Edit nilai pada Wikidata

Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
OrdoEphemeroptera Edit nilai pada Wikidata
Hyatt dan Arms, 1890

Serangga ini merupakan salah satu serangga metamorfosis tidak sempurna yang terdiri dari dua fase berbeda, yaitu fase ketika berada di air dan ketika berada di darat. Embriogenesis dan nimfa termasuk ke dalam fase di dalam air, sementara Subimago dan imago termasuk di dalam fase metamorfosis di darat. Subimago merupakan fase di mana serangga ini belum mencapai kematangan seksual dan imago ketika serangga mencapai kematangan seksual.[1] Ordo serangga ini merupakan satu-satunya serangga yang dalam metamorfosisnya, yaitu fase subimago dan imago sudah memiliki sayap.[3]

Riwayat dari fosil

sunting

Lalat capung merupakan salah satu ordo serangga bersayap tertua di dunia. Salah satu fosil serangga bersayap yang ditemukan pada zaman karbon akhir diperkirakan fosil ordo serangga ini.[3][4] Fosil Ephemeroptera yang lebih jelas ada pada zaman Permian. Ketika zaman Mesozoikum, Ephemeroptera mencapai tingkat keragaman tertinggi, terutama ketika bagian zaman Jurasik dan Kretaseus.[3]

Terdapat varian bentuk dari lalat capung purba yang dapat diketahui dari fosil. Beberapa famili lalat capung, seperti Triplosobidae, Protereismatidae, Misthodotidae, dan Eudoteridae masing-masing bagian sayap memiliki ukuran yang sama besar. Sementara pada famili Hexagenetidae, sayap belakang memiliki ukuran setengah hingga sepertiga dari sayap depan. Sementara dalam larva, varian bentuk terdapat pada bentuk insang perut (abdominal gills). Terdapat 1 hingga 8 bagian insang perut pada Mesoplectoperon, dan 1 hingga 9 insang perut pada Lalat capung pada zaman permian lainnya. Dalam Ephemeroptera modern, insang perut hanya berjumlah dari 1 sampai 7 bagian.[5]

Mesephemeridae yang hidup pada zaman Jurasik, walau kurang meyakinkan, dianggap sebagai asal dari Ephemeroptera yang hidup pada zaman sekarang.[5]

Siklus Hidup

sunting

Lalat capung merupakan serangga hemimetabola, yaitu serangga yang memiliki metamorfosis tidak sempurna. Terdapat dua fase metamorfosis, fase ketika berada di dalam air dan ketika berada di darat. Fase di dalam air terdiri atas telur dan nimfa, sementara fase di darat terdiri atas subimago dan imago.[1]

Fase dalam air

sunting

Fase dalam air terdiri atas fase telur dan nimfa. Serangga ini ketika berada di dalam fase air bisa dijadikan sebagai bioindikator untuk kualitas ekosistem air tawar.[1]

Telur pada ordo Ephemeroptera memiliki karakteristik yang bervariasi untuk setiap spesies baik dari jumlah produksi telur, suhu ideal untuk menetas, lokasi bertelur, dan lainnya. Misalnya pada jumlah telur yang diproduksi, sebagian spesies ada yang memproduksi telur di bawah 100 seperti pada genus Dolania dan spesies lainnya bisa memproduksi telur hingga 12000 butir seperti serangga dari genus Palingea.[3]

Telur Ephemeroptera untuk menetas memiliki suhu yang bervariasi. Suhu sebesar 3 sampai 21 derajat merupakan suhu umum yang ideal untuk menetas. Untuk beberapa spesies, seperti lalat capung dari Amerika Utara Hexagenia rigida memiliki suhu ideal untuk menetas sekitar 12 hingga 32 derajat Celcius. Waktu total perkembangan telur bervariasi, Hexagenia rigida memiliki waktu perkembangan satu minggu, sementara Parameletus columbiae dapat memakan waktu setahun.[3] Beberapa spesies juga memikili masa diapause.[2] Suhu merupakan faktor utama dalam panjangnya waktu untuk perkembangan telur.[3]

Terdapat beberapa spesies serangga dari ordo Ephemeroptera yang merupakan ovovivipar, umumnya berada di dalam famili Baetidae dan genus Callibaetis yang berasal dari Amerika utara.[3]

Kondisi lingkungan memengaruhi bagaimana pertumbuhan nimfa Ephemeroptera. Nimfa pada ordo Ephemeroptera memiliki perkembangan yang berbeda-beda pada setiap spesies. Perbedaan disebabkan proses evolusi konvergen, bukan karena garis taksonomi.[3] Panjang siklus nimfa pada lalat capung bervariasi, bisa sepanjang dua minggu hingga dua tahun,[2] dan angka instar bervariasi dari 10 tahapan instar hingga 50. Kebanyakan spesies memiliki tahapan instar 15 hingga 25. Lingkungan juga bisa memengaruhi jumlah tahapan instar.[3]

Insang pada nimfa juga bervariasi dari masing-masing spesies. Spesies dari genus Ameletus memiliki bentuk piringan tunggal (single plate) sementara dari genus Hexagenia berbentuk fibrillar tufts.[3]

Masa transisi ketika lalat capung berada di antara fase nimfa dan subimago merupakan masa paling berbahaya. Serangga ini akan menjadi incaran empuk baik bagi predator di daratan maupun di dalam air. Peluruhan kulit nimfa biasanya terjadi pada permukaan air dengan beberapa bagian tubuh tetap berada di dalam air. Beberapa spesies juga keluar dari air seluruhnya sebelum meranggas.[3]

Fase di daratan

sunting

Fase Ephemeroptera di darat terdiri atas subimago dan imago. Ordo ini merupakan satu-satunya ordo yang masih berganti kulit walaupun sudah mengembangkan sayap yang fungsional.[2]

Subimago

sunting

Subimago Ephemeroptera memiliki bentuk yang sama dengan imago, dengan beberapa perbedaan warna kecil. Warna sayap Ephemeroptera cenderung tidak transparan dengan warna abu-abu, biru, kuning, atau hijau zaitun. Pada sayap juga tampak pembuluh darah yang memberikan motif tertentu yang tidak ada pada fase imago, yang memberikan kesan bahwa serangga subimago merupakan spesies serangga lain.[2]

Imago merupakan tahap paling akhir. Pada tahap ini serangga dapat bereproduksi. Pada beberapa spesies, setelah bereproduksi serangga akan bertahan beberapa jam dan langsung mati.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Almudi, Isabel; Martín-Blanco, Carlos A.; García-Fernandez, Isabel M.; López-Catalina, Adrián; Davie, Kristofer; Aerts, Stein; Casares, Fernando (2019-04-02). "Establishment of the mayfly Cloeon dipterum as a new model system to investigate insect evolution". EvoDevo. 10 (1): 6. doi:10.1186/s13227-019-0120-y. ISSN 2041-9139. PMC 6446309 . PMID 30984364. 
  2. ^ a b c d e f "Mayfly | insect". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-21. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l Encyclopedia of insects. Resh, Vincent H., Cardé, Ring T. Amsterdam: Academic Press. 2003. ISBN 0-12-586990-8. OCLC 50495116. 
  4. ^ Knecht, Richard J.; Engel, Michael S.; Benner, Jacob S. (2011-04-19). "Late Carboniferous paleoichnology reveals the oldest full-body impression of a flying insect". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 108 (16): 6515–6519. doi:10.1073/pnas.1015948108. ISSN 0027-8424. PMC 3081006 . PMID 21464315. 
  5. ^ a b Edmunds, George F. (1972-01). "Biogeography and Evolution of Ephemeroptera". Annual Review of Entomology (dalam bahasa Inggris). 17 (1): 21–42. doi:10.1146/annurev.en.17.010172.000321. ISSN 0066-4170. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-27. Diakses tanggal 2020-06-22.