Ekonomi pasca-kelangkaan

Ekonomi pasca-kelangkaan adalah situasi ekonomi teoretis di mana hampir semua barang dapat dihasilkan dalam jumlah banyak dengan jumlah pekerja manusia yang minimal sehingga barang-barang tersebut dapat tersedia secara murah atau bahkan gratis.[1][2] Kondisi pasca-kelangkaan tidak bermakna bahwa kelangkaan telah dihapuskan untuk semua barang dan jasa tetapi orang-orang bisa mendapatkan akses terhadap kebutuhan dasar sehari-hari mereka terpenuhi dengan proporsi yang cukup signifikan terhadap barang dan jasa yang mereka inginkan.[3] Beberapa penulis ekonomi pasca-kelangkaan masih menekankan bahwa beberapa komoditas akan tetap langka dalam suatu masyarakat pasca-kelangkaan.[4][5][6][7]

Para penulis artikel "The Post-Scarcity World of 2050-2075" menekankan bahwa pada awal abad ke-21 manusia masih hidup dalam keadaan kelangkaan sebagai akibat dari perilaku beringas di abad ke-19 dan ke-20. Meskipun demikian, kurun waktu antara tahun 1975 hingga 2005 dianggap sebagai masa dengan sumber daya (minyak, air, listrik, pangan) yang berkelebihan yang mendorong industrialisasi dan pembangunan di negara-negara Barat. Namun meningkatnya permintaan yang beriringan dengan peningkatan populasi mengakibatkan kejenuhan sumber daya.[8]

Salah satu ciri dari masa kelangkaan adalah naiknya dan fluktuasi harga atas suatu komoditas. Untuk mengatasi keadaan tersebut, perkembangan teknologi dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dikurangi atau bahkan bisa digratiskan. Hal inilah yang membuat para penulis menilai bahwa tahun 2050 hingga 2075 dinilai sebagai era pasca-kelangkaan di mana kelangkaan akan musnah.[8]

Model sunting

Teknologi spekulatif sunting

Futuris yang melihat era pasca-kelangkaan sebagai keadaan ketika kegiatan ekonomi dilakukan berdasarkan teknologi yang dibuat secara terotomasi kerap memasukkan gagasan mesin yang dapat melakukan swareplika yang secara teori dapat menghasilkan semua barang dalam jumlah banyak selama bahan dasar dan listrik (atau sumber energi lainnya) tersedia.[4][9]

Namun produksi terotomasi tidak hanya dibatasi oleh jumlah produk yang terbatas akibat keterbatasan bahan dasar dan listrik tetapi juga kerusakan ekologis. Permasalahan keterbatasan dapat diatasi apabila sumber energi terbarukan dimaksimalkan dan mekanisme daur ulang digalakkan.[4] Ada pula gagasan penggunaan sumber daya dari luar bumi seperti dengan melakukan penambangan asteroid yang lambat laun dapat dilakukan tanpa manusia tetapi hanya dengan mesin.[10][11]

Marxisme sunting

Karl Marx dalam Grundrisse-nya berpandangan bahwa transisi dari masyarakat pascakapitalis yang beriringan dengan kemajuan di bidang teknologi dan otomasi akan menurunkan jumlah buruh yang diperlukan untuk membuat suatu barang sehingga orang-orang menjadi memiliki banyak waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah, seni, dan kreatif lainnya.[12][13][14][15]

Konsep masyarakat komunis pascakapitalis dalam pandangan Marx melibatkan distribusi barang secara cuma-cuma sebagai akibat dari kelebihan yang dihasilkan oleh otomasi.[16] Sistem ekonomi komunis yang telah berkembang dengan sempurna merupakan perkembangan dari sistem sosialis yang sebelumnya digunakan. Marx melihat bahwa sosialisme merupakan langkah menuju komunisme penuh selama teknologi produktif turut berkembang.[17]

Namun Marx tidak percaya bahwa buruh akan tereliminasi dalam masyarakat kapitalis karena kapitalisme bertendensi melawan merebaknya otomasi dan mencegah otomasi tumbuh melebihi poin tertentu sehingga buruh manusia tetap masih diperlukan sampai kapitalisme dijatuhkan.[18] Saat Das Kapital terbit, Marx sudah tidak lagi berpandangan demikian karena meyakini bahwa kapitalisme dapat terus memperbarui dirinya kecuali ia bisa disingkirkan.[19][20][21]

Komunisme mewah terotomasi penuh sunting

Gagasan "komunisme mewah terotomasi penuh" ialah gagasan masyarakat komunis di mana otomasi telah diterapkan secara penuh atau hampir penuh dan bisa diterapkan di koloni ekstraterestrial.[22] Gagasan ini memiliki dua pandangan utama yakni sebagai satir dan sebagai masyarakat ideal.[23]

Ekonomi berbasis sumber daya dan hukum alam sunting

Peter Joseph berpandangan bahwa terdapat lima ciri dalam dunia pasca-kelangkaan berdasarkan ekonomi berbasis sumber daya dan hukum alam (natural law resource based economy atau NLRBE) yakni:[24]

  1. Otomasi: transisi dari bekerja untuk uang menjadi mesin yang bekerja dengan tujuan memaksimalkan produktivitas dan meningkatkan efisiensi;
  2. Akses terbuka: transisi dari kepemilikan menjadi akses strategis dengan tujuan memaksimalkan efisiensi waktu, mengurangi tekanan produksi, dan meningkatkan ketersediaan barang yang dapat digunakan;
  3. Sumber terbuka: transisi menuju kontribusi bersama dan kolaboratif dengan tujuan meningkatkan inovasi;
  4. Lokalisasi: transisi dari globalisasi menjadi lokalisasi dengan tujuan meningkatkan efisiensi distribusi dan/atau produksi dan inovasi;
  5. Internet untuk Segala: transisi dari penyampaian data ekonomi yang terfragmentasi menjadi terpadu dengan tujuan memaksimalkan umpan balik dan informasi serta meningkatkan efisiensi ekonomi.

Referensi sunting

  1. ^ Sadler, Philip (2010), Sustainable Growth in a Post-Scarcity World: Consumption, Demand, and the Poverty Penalty, Surrey, England: Gower Applied Business Research, hlm. 7, ISBN 978-0-566-09158-2 
  2. ^ Robert Chernomas. (1984). "Keynes on Post-Scarcity Society." In: Journal of Economic Issues, 18(4).
  3. ^ Burnham, Karen (22 June 2015), Space: A Playground for Postcapitalist Posthumans, Strange Horizons, diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-14, diakses tanggal 2019-07-31, By post-scarcity economics, we're generally talking about a system where all the resources necessary to fulfill the basic needs (and a good chunk of the desires) of the population are available. 
  4. ^ a b c Frase, Peter (Winter 2012), Four Futures (5), Jacobin, diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13, diakses tanggal 2019-07-31 
  5. ^ Sadler, Philip (2010), Sustainable Growth in a Post-Scarcity World: Consumption, Demand, and the Poverty Penalty, Surrey, England: Gower Applied Business Research, hlm. 57, ISBN 978-0-566-09158-2 
  6. ^ Das, Abhimanyu; Anders, Charlie Jane (30 September 2014), Post-Scarcity Societies (That Still Have Scarcity), io9, diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-14, diakses tanggal 2019-07-31 
  7. ^ (Drexler 1986), See the first paragraph of the section "The Positive-Sum Society" Diarsipkan 2020-08-06 di Wayback Machine. in Chapter 6.
  8. ^ a b Aguilar-Millan, Stephen; Feeney, Ann; Oberg, Amy; Rudd, Elizabeth. "The Post-Scarcity World of 2050-2075" (PDF). 
  9. ^ (Paters, Marginson & Murphy 2009), pp. 11
  10. ^ Thomson, Iain (24 January 2013), Asteroid mining and a post-scarcity economy, The Register, diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-16, diakses tanggal 2019-07-31 
  11. ^ (Drexler 1986), See the section "Abundance" Diarsipkan 2020-08-06 di Wayback Machine. in Chapter 6.
  12. ^ Barbour, Charles (2012). The Marx Machine: Politics, Polemics, Ideology. Lexington Books. hlm. 118. ISBN 978-0-7391-1046-1. 
  13. ^ The section known as the "Fragment on Machines" can be read online here.
  14. ^ Jessop, Bob; Wheatley, Russell (1999). Karl Marx's Social and Political Thought, Volume 8. Routledge. hlm. 9. ISBN 0-415-19330-3. Marx in the Grundrisse speaks of a time when systematic automation will be developed to the point where direct human labor power will be a source of wealth. The preconditions will be created by capitalism itself. It will be an age of true mastery of nature, a post-scarcity age, when men can turn from alienating and dehumanizing labor to the free use of leisure in the pursuit of the sciences and arts. 
  15. ^ (Marx 1973), pp. 706
  16. ^ (Wood 1996), pp. 248–249. "Affluence and increased provision of free goods would reduce alienation in the work process and, in combination with (1), the alienation of man's 'species-life'. Greater leisure would create opportunities for creative and artistic activity outside of work."
  17. ^ (Wood 1996), pp. 248. "In particular, this economy would possess (1) social ownership and control of industry by the 'associated producers' and (2) a sufficiently high level of economic development to enable substantial progress toward 'full communism' and thereby some combination of the following: super affluence; distribution of an increasing proportion of commodities as if they were free goods; an increase in the proportion of collective goods..."
  18. ^ (Marx 1973), pp. 51–52.
  19. ^ Tomba, Massimiliano (2013). Marx's Temporalities. Koninklijke Brill NV. hlm. 76. ISBN 978-90-04-23678-3. 
  20. ^ Bellofiore, Riccardo; Starosta, Guido; Thomas, Peter D. (2013). In Marx's Laboratory: Critical Interpretations of the Grundrisse. Koninklijke Brill NV. hlm. 9. ISBN 978-90-04-23676-9. 
  21. ^ Easterling, Stuart (November–December 2003). "Marx's theory of economic crisis". International Socialist Review (32). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-11. Diakses tanggal 2019-07-31. 
  22. ^ Merchant, Brian (2015-03-18). "Fully automated luxury communism". the Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-10-28. 
  23. ^ "Fully Automated Luxury Gay Space Communism". MONTAG. 2018-06-04. Diakses tanggal 2018-10-28. 
  24. ^ Joseph, Peter (2017). The New Human Rights Movement: Reinventing the Economy to End Oppression. Dallas, TX: BenBella Books, Inc. hlm. 265. ISBN 9781942952657.